XXVI - Retrouvailles √

787 27 0
                                    

Success and failure are both part of life. Both are not permanent.

***

Singkat cerita, akhirnya Zahra dan Seano telah resmi menikah. Hanya keluarga dekat saja yang datang dari pihak laki-laki. Bahkan, kakak dari Seano yang berada di Belanda saja tak tahu kabar bahwa adiknya telah menikah. Sedangkan Zahra tak memiliki kerabat siapapun lagi. Orang tuanya meninggal saat ia berusia 17 tahun, kemudian kakaknya menghilang saat berumur 7 tahun, alhasil Zahra hidup sendirian dan mencukupi kebutuhan sehari-harinya dengan bekerja sebagai pelayan restoran Le Quartier--jadi tak ada yang bisa menjadi walinya.

Selama pernikahan, kedua orang tua Seano bersikap begitu hangat pada Zahra, layaknya ia seperti menantu yang mereka tunggu-tunggu selama ini. Namun, berbeda dengan Seano yang tetap bersikap dingin, acuh kepada istrinya yang baru ia nikahi selama sebulan. Zahra dan Seano selama sebulan pernikahan tinggal bersama di kediaman orang tua Seano yang masih berada di Jakarta, bahkan sesekali mereka pergi mengunjungi London--tempat asal kelahiran Papah Narendra dan Seano.

Namun, selang usia pernikahan mereka yang baru saja mencapai dua bulan, tiba-tiba Seano mengajak pindah ke apartemen lamanya. Tempat dimana awal mula mereka menjadi saling mengenal hingga menikah seperti ini. Mendengar penuturan putranya, tentu saja Narendra dan Regina dengan lantang menolak keinginan Seano. Mereka hanya tak mau jika putranya bisa saja menyakiti menantunya, Zahra.

Seperti mendapatkan sebuah keberuntungan, suatu hari Narendra dan Regina harus kembali ke London karena ada masalah dengan perusahaan. Sebenarnya mereka berat, namun sepertinya tak masalah jika membiarkan putranya bisa berdua saja dengan Zahra. Siapa tahu, bisa saja tercipta rasa cinta yang mulai tumbuh antara keduanya.

Namun, realita memang tak semanis ekspetasi. Walaupun mereka tak pindah ke apartemen yang menjadi saksi bisu kejadian yang tak di inginkan, nyatanya sikap Seano masih tetap sama. Bahkan, mereka sampai pisah kamar saat tak ada kedua orang tua Seano. Awalnya mereka memang tak pernah tidur satu ranjang lagi, Seano selalu mengalah tidur di sofa namun masih tetap satu kamar dengan Zahra. Semua hanyalah akting semata di hadapan Narendra juga Regina.

Selang seminggu setelah keberangkatan Narendra dan Regina ke London, sejak itulah Zahra mengetahui seluk-beluk Seano yang mulai sering pulang tengah malam. Bahkan, tak jarang sesekali Seano tak pulang ke rumah atau beberapa kali diantar oleh teman-temannya dalam keadaan sedikit mabuk. Zahra sebenarnya sedikit khawatir, namun ia tak berhak untuk melarang Seano dengan statusnya yang sebagai istri selama tiga bulan.

Puncak kejadiannya, saat itu tengah malam dan Zahra tak bisa tidur sama sekali mengingat bahwa seharian Seano tak pulang ke rumah. Zahra begitu khawatir, sebab sebelumnya walau sering pulang tengah malam, biasanya Seano masih sempat untuk pulang siang atau sorenya. Namun, kali ini Seano benar-benar tak pulang ke rumah sejak terakhir kalinya berangkat ke kantor tadi pagi.

Ketukan pintu pada kamar Seano membuat Zahra mengernyit bingung. Siapa yang mengetuk pintu kamar Seano selarut ini? Bukankah para pelayan telah pamit untuk pulang ke rumah masing-masing sejak tadi? Jika Seano, biasanya ia langsung masuk saja tanpa mengetuk pintu karena memang kamarnya. Orang tua Seano juga tak mungkin, sebab biasanya mereka akan mengabari bahwa akan kembali ke Indonesia.

Merasa penasaran, Zahra seketika beranjak untuk membuka pintu kamar Seano yang kebetulan tak terkunci. Sesaat membuka pintu, Zahra dihadapkan dengan sosok pria yang penampilannya sangat berantakan. Siapa lagi jika bukan Seano, saat ini penampilannya masih mengenakan pakaian kantor tadi pagi, namun sepertinya ada yang berbeda. Zahra bisa mencium bau sesuatu pada tubuh Seano.

Belum sempat membuyarkan lamunannya, tiba-tiba Seano menarik Zahra menuju ke ranjang seraya menutup pintu menggunakan kakinya. Zahra berontak, ini mengingatkannya dengan kejadian dimana pertemuan pertama mereka dahulu. Zahra berusaha melepaskan cengkraman tangan Seano yang berada pada kedua bahunya, ia tak mau ini terulang kembali.

"Le-lepas!" Cegah Zahra seraya mendorong dada Seano dengan kuat.

Namun Seano menghiraukan teriakan Zahra yang menyuruhnya agar berhenti. Suara teriakan Zahra teredam sesaat Seano mencium bibirnya. Zahra mulai menguatkan dirinya agar tak menangis, ternyata kejadian ini berulang kembali. Walau dengan suasana yang berbeda--mereka sudah menikah, namun tetap saja Zahra tak bisa menerimanya sesaat setelah Seano menyebutkan nama perempuan lain saat mereka melakukan hubungan layaknya suami-istri yang sesungguhnya.

***

Zahra mengerjapkan matanya sesaat ia merasakan sinar matahari begitu menusuk indra penglihatannya. Zahra masih tak begitu sadar, jika seseorang memeluk tubuhnya dengan sangat erat. Setelah mencerna beberapa kejadian yang ia ingat, Zahra berusaha nenutup mulutnya agar tak berteriak saat melihat tubuhya yang polos telanjang sedang berpelukan dengan seseorang dibawah selimut yang sama.

Zahra masih berusaha untuk berpikir positif, tak mungkin ia melakukan itu, kan? Zahra juga baru sadar, bisa jadi beberapa bulan yang lalu itu adalah jadwal menstruasinya yang datang lebih awal. Namun, memang kejadian saat itu ia hanya menstruasi satu hari. Ternyata dulu hanyalah kesalahpahaman semata, mereka memang benar-benar tak melakukan apapun selain tidur bersama.

Zahra berusaha mencari beberapa potong pakaian miliknya yang masih tercecer di lantai, ia harus cepat-cepat membereskan masalah ini. Seano masih tertidur, jadi ia akan merapikan semuanya seolah tak terjadi apa-apa antara mereka. Saat akan berdiri, tiba-tiba Zahra merasakan sakit yang begitu perih di bagian area kewanitaannya. Sakitnya kali ini lebih perih daripada dua bulan yang lalu, hingga Zahra sedikit meringis merasakannya.

"Da-darah?" Zahra begitu terkejut saat melihat betapa banyaknya darah di sprai yang ia tempati tidur.

Jika dipikir ulang, sepertinya dahulu memang tak terjadi apapun dengan Zahra. Mungkin dahulu Zahra bertepatan sedang menstruasi saat bertemu Seano, namun hanya satu hari. Lagipula pakaian mereka berdua juga masih lengkap, kok. Namun, kali ini sepertinya mereka benar-benar melakukan sesuatu yang berhubungan dengan itu, karena keduanya sama-sama telanjang.

Zahra dengan cepat membawa dirinya ke kamar mandi, kemudian membersihkan tubuhnya yang begitu lengket. Saat keluar dari kamar, tak ada Seano yang tertidur di atas ranjang, sepertinya suaminya sudah pergi ke bawah duluan. Segera saja Zahra membuka selimut yang menutupi sprai dengan bercak merah, semoga saja Seano tak melihatnya begitu juga mengingat tentang kejadian semalam.

Saat akan turun ke bawah, seorang pelayan menghampiri dirinya yang tengah membawa sprai ke tempat cuci. Pelayan tersebut meminta agar Zahra memberikan sprai untuk mencucinya, namun istri dari Seano tersebut menggeleng pelan untuk menolaknya secara halus.

"Nyonya, biar saya saja yang mencucinya. Nyonya lebih baik sarapan terlebih dahulu, ini sudah mulai siang." Ujar pelayan tersebut meminta sprai yang ada di tangan majikannya.

"Nggak papa, Bi. Biar saya yang nyuci, nanti setelah selesai saya akan langsung ke meja makan." Zahra berujar seraya pergi menuju tempat mencuci pakaian.

Tak masalah apapun yang terjadi padanya, karena memang ini awalnya salah Zahra. Lagipula pernikahannya hanya tersisa selama satu bulan lagi, setelah itu Zahra akan benar-benar pergi dari kehidupan Keluarga William. Ini bukan tempatnya, bukan salah mereka juga, jadi Zahra tak akan meminta pertanggung jawaban apapun pada Keluarga William yang selama ini begitu baik padanya.

***

Nggak salah baca, kok. Seano emang punya kakak, tapi hubungan keluarganya nggak begitu baik. Nanti aku juga bakalan jelasin alasan Kakaknya Seano yang jarang (bahkan nggak begitu) terekspos di Keluarga William, mueheee ;)
_________________

Mungkin ada satu chapt lagi buat nyeritain kisah kelam mereka, aku takutnya terlalu lama dan malah bikin bosen ekwk, jadi bakalan aku ringkas ceritanya mueheuhew~

RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang