XVII - Retrouvailles

688 46 0
                                    

Work like you do not need money, Love like you’ll never get hurt, and dance like no one is looking.

***

Mentari pagi sudah mulai menunjukkan bias rona merahnya di langit, menyinari bumi untuk memberikan aneka warna-warni kehidupan. Zahra yang saat itu tengah bersiap untuk berangkat kerja, tiba-tiba dari arah luar ia mendengar suara keributan.

"Itu suala Omah Dila, Bun?" Ujar Keano mengingat suara pemilik kontrakan yang menggelegar.

"Mungkin, sayang. Coba kita lihat, ya?" Balas Zahra yang telah memasangkan sepatu pada kedua kaki mungil putranya.

Zahra menuntun Keano untuk keluar rumah, setelah itu tak lupa ia mengunci pintu. Sepertinya di depan rumah Ibu Andiratih--pemilik kontrakan sedang terjadi keributan, tepatnya di samping gerbang untuk masuk ke kontrakan. Zahra dan Keano yang akan pergi keluar, pastinya akan melewati kejadian menghebohkan tersebut.

"Cepat pergi, atau saya suruh satpam nyeret kamu untuk dibawa ke kantor polisi!" Omel Ibu Dira pada sosok pria yang sepertinya Zahra kenali.

"Mas Seano?"

"Yayah!"

Keano segera berlari untuk memeluk kaki jenjang Seano yang kini mengangkatnya untuk menggendong sang putra. Ibu Dira yang melihat hal itu pun melototkan matanya, terkejut sekaligus bingung menatap situasi yang ada di hadapannya. Segera, Ibu Dira menatap Zahra yang tersenyum canggung, bermaksud untuk meminta penjelasan.

"Siapa, nak?" Tanya Ibu Dira seraya melangkah mendekat pada Zahra yang kini tersenyum tak enak.

"Ayahnya Keano, Bu." Lirih Zahra yang masih dapat di dengar Ibu Dira.

"Astagaaa! Ayah macam apa yang ngebiarin anak sama istrinya tinggal di kontrakan! Nak, kamu udah hampir empat tahun ngontrak, ya? Ini kenapa suami kamu malah ngebiarin kamu begini!?" Ibu Dira terlihat kesal pada sosok pria yang tengah menggendong Keano tersebut.

"Bu, kami sudah bercerai." Bisik Zahra yang malah membuat Ibu Dira melototkan matanya kembali.

"HAH? Yang benar saja! Kalau begitu, kenapa sekarang dia baru muncul? Selama ini kemana ngebiarin anaknya luntang-lantung!?" Ibu Dira kembali mendekat ke arah sosok Ayah Keano yang masih diam mendengarkan omelannya.

"Maksud Ibu berkata seperti itu, apa?" Seano masih mencoba menahan amarahnya, tak mungkin ia mengeluarkan emosinya saat ini juga di hadapan sang putra.

"Pura-pura nggak tau, lagi! Jadi, selama ini lepas tanggung jawab, ya!? Saya pikir Ayahnya Keano udah meninggal lho, Mas. Ternyata malah nggak tanggung jawab, ya!" Sembur Ibu Dira tak terpengaruh dengan keberadaan batita yang kini menatapnya bingung.

"Saya dari tadi mencoba untuk menahan diri atas sikap Ibu. Sekarang apa mau Ibu? Mau saya beli seluruh kontrakan termasuk rumah Ibu sendiri? Bawa surat-suratnya, akan saya bayar saat ini juga." Seano bersiap mengambil dompetnya sebelum Zahra mendekat dan menggelengkan kepalanya.

"Kenapa? Ini pemilik kontrakan yang kamu tempati, kan?" Tanya Seano saat Zahra memandang dirinya seolah berkata 'jangan di teruskan' dengan tatapan memohon.

"Mentang-mentang sok kaya, padahal anaknya di tinggalin begitu saja." Cibir Ibu Dira pada Seano yang memandangnya tajam.

"Udah ya, Mas. Nggak usah diterusin, ada Keano." Bisik Zahra membuat Seano baru sadar jika saat ini ada putranya yang memeluk lehernya takut.

RetrouvaillesМесто, где живут истории. Откройте их для себя