XXV - Retrouvailles √

713 29 0
                                    

Never regrets being a good person, to the wrong people. Your behavior says everything about you, and their behavior says enough about them.

***

Lima tahun yang lalu...

Pagi masih remang, cahaya matahari baru sedikit mengintip. Wajar saja remang, dan mungkin akan sulit untuk terang. Sebab awan nampak perlahan menyelimuti langit Jakarta. Dari kejauhan awan mendung tersebut terlihat membentuk garis lurus sepanjang langit-langit Ibu Kota Indonesia.

Gadis cantik berusia sekitar 19 tahun tengah berjalan menuju sebuah restoran yang cukup terkenal di Jakarta, Le Quartier. Restoran yang cukup mewah dan populer di kalangan Jakarta tersebut menjadi tempat kerja bagi gadis yang baru saja kehilangan kedua orang tuanya, tiga tahun yang lalu.

Le Quartier adalah restoran ala Eropa yang menyajikan makanan khas Prancis. Interior dari restoran ini sendiri pun kental dengan suasana Eropa-nya, dengan furniture kayu yang disusun secara cantik, lampu gantung chandelier mini yang bergantung di setiap meja. Hingga suasananya yang sedikit temaram membuat makan di restoran ini seperti layaknya berada di Prancis.

Zahra Amalia, gadis yang tiga tahun lalu mengalami kejadian yang begitu menyedihkan dalam hidupnya, kehilangan kedua orang tuanya. Kedua orang tua Zahra meninggal dalam kecelakaan bus secara beruntun, yang menyebabkan tak ada satu orang pun selamat dari kejadian naas tersebut.

Sempat merasa terpuruk, namun perlahan Zahra mulai bangkit. Memang, Zahra sudah tak punya siapa pun lagi. Kedua orang tua Zahra sama-sama anak tunggal, jadi ia tak mempunyai kerabat lagi selain saudara kandungnya yang telah lama menghilang. Cukup sulit, namun sudah seharusnya Zahra menerima takdir, bahwa ia memang harus berusaha untuk bangkit melanjutkan hidup di dunia yang begitu keras ini.

Setelah seharian bekerja di Le Quartier, akhirnya Zahra bersiap untuk segera pulang. Memang, Zahra bekerja tak sampai larut, hanya sampai pukul tujuh malam saja. Walau bekerja tak sampai larut, namun selama orang tuanya meninggal, Zahra tak pernah dapat tidur nyenyak, mengalami depresi, hingga pola makannya yang tak teratur.

Zahra yang saat itu baru saja keluar dari pintu tempatnya bekerja menghentikan langkah, mengingat sesuatu jika barangnya ada yang tertinggal. Baru saja Zahra akan memasuki pintu restoran kembali, tiba-tiba tubuhnya di tabrak cukup keras oleh seseorang yang sepertinya sedang terburu-buru. Saat akan melangkah kembali, Zahra merasa menginjak sesuatu dengan alas kakinya. Zahra menunduk seraya kakinya pindah ke tempat lain, ternyata ada sebuah dompet kulit berwarna coklat.

Ah, Zahra mengingat sosok yang menabrak dirinya barusan sepertinya pemilik dompet cukup tebal ini. Membalikkan badannya, Zahra segera mengejar sosok yang menabraknya tersebut untuk mengembalikan dompetnya yang terjatuh. Zahra melihat pemilik dompet coklat tersebut ternyata baru saja keluar dari parkiran restoran, buru-buru Zahra mengikutinya dengan menggunakan taksi--karena belum tentu juga mereka akan bertemu kembali.

Setelah beberapa menit, ternyata sosok pria yang menabraknya tersebut turun di sebuah apartemen yang cukup mewah. Segera saja Zahra ikut turun seraya mengejar pria yang ternyata langsung menghilang saat ia baru sampai di lobi. Tak memiliki banyak waktu untuk menunggu--karena kontrakan yang ia tempati menerapkan jam malam, Zahra segera menemui resepsionis untuk bertanya mengenai seorang pemilik dompet kulit berwarna coklat tersebut.

Zahra bertanya pada resepsionis dengan melihat kartu nama yang berada dalam dompet tersebut, ternyata pemiliknya bernama Seano Leonard William. Sepertinya nama tersebut tak asing, namun Zahra tak begitu mengingatnya. Zahra segera mencari ruangan dengan nomer 3579, sesaat setelah resepsionis tadi memberitahunya.

RetrouvaillesWhere stories live. Discover now