VII - Retrouvailles (a)

1.1K 72 0
                                    

The strongest people are not those always win, but they were still going when they crashed.

***

"Bun!"

"Kenapa, sayang?" Balas Zahra yang sedang menemani Keano untuk tidur.

"Tadi Keano beli banyak pelmen, colkat, es klim, sama huuum, lupa." Keano berpikir seraya memperlihatkan cengirannya pada Zahra.

"Tadi Keano nakal nggak, waktu sama Opah?" Tanya Zahra yang membuat Keano kembali menyengir lebar.

"No, Bun! Keano nulut sama Opah."

"Pinter. Sekarang Keano bobo, udah malem."

Tok tok tok...

Zahra tersentak kaget. Pasalnya, siapa malam-malam begini bertamu ke kontrakannya? Ingin mengabaikan, namun sang tamu tetap mengetuk pintu dengan keras. Astaga, bisa-bisa Zahra harus mengganti kerusakan pintu kontrakannya akibat ulah sang tamu.

"Seben--tar." Ada jeda dalam ucapan Zahra sejenak, sebelum dirinya kembali mencoba menutup pintu yang baru saja ia buka setengah.

"Zahra!"

Zahra tak menjawab. Zahra masih berusaha untuk menutup kembali pintu kontrakannya yang baru saja ia buka. Pintu yang ditahan Zahra agar tertutup, kembali terdorong kuat agar sang tamu dapat masuk ke dalam. Tidak! Jika Zahra membiarkan sosok tamu tersebut masuk, semuanya akan menjadi kacau!

"Buka pintunya! Aku perlu bicara!"

"Pergi!" Zahra berteriak, seakan lupa bahwa Keano baru saja terlelap di dalam kamar.

"Buka atau aku dobrak!"

Saat mendengar hal itu, tak terasa air mata Zahra yang sedari tadi ia tahan mulai turun. Ini yang Zahra takutkan. Zahra masih berusaha keras untuk menahan pintu yang mulai terbuka sedikit, tenaganya tak kuat dibanding sosok yang masih mendorong pintu agar terbuka.

"Zahra! Dimana anakku!?" Ujar sosok pria dengan tatapan tajam pada Zahra, saat ia berhasil membuka pintu.

Zahra mulai merasa tubuhnya lemas seketika, saat melihat tatapan mata yang masih sama mengarah padanya. Terlalu dingin. Pria yang masih sama, seperti beberapa tahun lalu saat terakhir Zahra melihatnya. Tak ada yang berubah. Hanya sepertinya, sosok pria tersebut tubuhnya terlihat semakin kurus.

"Jangan ambil dia. Aku mohon."

Zahra merentangkan tangannya saat sosok pria tersebut melangkah menuju ke arah pintu kamar yang ditempati ia dan Keano untuk tidur. Pria tersebut tersenyum tipis, sekarang ia mulai mengingat semuanya. Tentang kejadian beberapa tahun yang lalu, mengenai dirinya---tidak, keluarganya.

"Kenapa? Dia anakku."

Akhirnya Seano mencoba untuk memahami situasi wanita yang masih menatapnya lemah lembut tersebut. Tatapan wanita tersebut juga masih ia ingat, tetap sama. Meskipun telah berlalu selama 3 tahun lebih, namun Seano masih mengenalnya.

"Aku mohon, pergilah."

Zahra masih berusaha menahan Seano agar tak bertemu putranya. Egois memang, namun biarkan saja. Apapun akan Zahra lakukan, demi keselamatan anaknya. Terlalu berbahaya, jika putranya dekat dengan Seano yang kini kembali menatapnya tajam.

RetrouvaillesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora