"E-eh, Nay. Tunggu bentar." kata Yohan secara tiba-tiba saat aku sudah diambang pintu rumah.

Aku membalikkan tubuh, lalu melihat Yohan yang masih berdiri dibalik pagar rumah.

"kenapa?" tanyaku.

"hari ini sibuk gak?" tanyanya.

Aku berjalan mendekat ke arahnya, lalu membuka gerbang agar melihat Yohan secara keseleruhan.

"enggak, kenapa?" jawabku.

"Ehmm," Yohan berdehem.

Aku hanya berdiri untuk menunggu kalimat apa yang akan dia keluarkan selanjutnya.

"lo mau ajarin gue ekonomi, gak?" pintanya.

Aku mengerutkan dahi.

"dirumah lo aja gak apa-apa kok." ucapnya lagi.

"oohh ... Lo daritadi ramah cengar-cengir gak jelas karena ada maunya?" kataku, sebenarnya berniat menggodanya sedikit walau dengan raut wajah serius.

Yohan mengayunkan kedua tangannya dengan panik, "kagak kok, sorry kalau waktu itu gue jutek sama lo."

"Hmm ... Di dunia ini kan gak ada yang gratis—"

"lo mau apa? Sebut aja." potongnya dengan cepat.

Aku tertawa, benar-benar tertawa. Ekspresi Yohan saat ini sangat lucu seperti anak bocah yang meminta ibunya untuk dibelikan mainan.

"k-kok ketawa?" tanyanya dengan wajah polos itu. Tentu saja itu membuatku tambah ingin tertawa.

Ternyata seperti ini sosok Yohan yang sebenarnya? Kupikir sosoknya yang di sekolah sudah mencerminkan sifat aslinya.

Aku membuka pintu gerbang rumahku lebih lebar, "Haha, ayo masuk. Gue cuman bercanda, kok."

Yohan pun menurut lalu berjalan masuk lewat pintu, dan mempersilahkanku untuk jalan duluan ke dalam rumah.

-oO0Oo-

"itu si Yohan beneran bukan pacar kamu? Ganteng loh." goda ibu Nayya lagi saat aku sedang mengambil beberapa makanan kecil di dapur.

Aku sudah selesai mengajarkan Yohan, sekitar dua jam aku mengajarkannya pelajaran ekonomi di rumahku. Karena ada jeda istirahat sebelum Yohan pulang, setidaknya aku ingin menyuguhkan sedikit untuk tamu.

"Nayya beneran gak pacaran, mah. Nayya juga baru kenal kok, orang beda kelas." kataku.

"ya enggak apa-apa sih kalau kamu pacaran beneran juga, mama mah gak ngelarang, hihi." jawabnya.

Aku menyuguhkan beberapa makanan kecil kepada Yohan dengan menaruhnya diatas meja.

"gak usah repot-repot padahal, gue, 'kan jadi enak." katanya dengan tertawa kecil.

"Ha Ha Ha Ha." ucapku.

"Nayya, beli roti di minimarket depan gih, persediaan abis." ucap ibu Nayya, lalu ibu memberikanku sejumlah uang.

"lo mau balik apa gimana?" tanyaku pada Yohan.

"ajak aja sih, jalan kaki berdua. Deket ini kok." kata ibu Nayya menyela pembicaraan secara langsung.

Ah, ada-ada saja ibunya Nayya ini.

Pada akhirnya,  kami berjalan berdua menuju minimarket.

-oO0Oo-

"gue punya tebak-tebakan, Nay. Biar gak garing." ucap Yohan ditengah perjalanan pulang kami dari minimarket.

"apa?"

"kenapa binatang biri-biri jalannya lambat?"

"gak tahu." jawabku seadanya karena malas mikir.

"karena kalau cepet namanya buru-buru,"

"HAHAHAHAHAHA!" Yohan tertawa dengan kencang.

Aku hanya diam sembari menatap Yohan yang sedang asik tertawa. Apanya yang lucu? Itu hanya tebak-tebakan klasik yang biasa digunakan bapak-bapak.

"HAHAHA ... ha ha ... ha ...." Yohan menghentikkan tawaannya secara perlahan ketika aku sama sekali tidak ikut tertawa.

Aku sedikit menahan tawa ketika melihat raut wajah Yohan yang terlihat malu karena lawakannya barusan tidak lucu. Sebenarnya lucu, tapi pembawaan Yohan saja yang sedikit aneh. Seperti yang aku bilang, bagaikan lawakan bapak-bapak.

Ayahku juga pernah melakukan tebak-tebakan seperti ini juga.

Disela-sela perjalanan kami. Panjang umur sekali saat aku memikirkan ayah, tiba-tiba kami berdua bertemu ayah yang sedang berjalan juga berlawanan arah dengan kami.

Juna terlihat menatapku dan Yohan dengan sangat bingung.

"Jun, abis darimana?" sapaku dengan basa-basi kepada ayah.

"oh, abis dari rumah Ranty." jawab Juna dengan tersenyum.

Mendengar nama ibu disebutkan, mood ku hancur begitu saja. Ekspresiku berubah menjadi kesal, sepertinya Yohan peka terhadap perubahan wajahku.

"kalian abis darimana?" tanya Juna.

"abis belajar bareng, terus laper beli roti ke minimarket. Nih rotinya." jawa Yohan langsung menyela sebelum aku yang menjawab dengan menaikkan sekantung plastik yang ia bawa untuk ditunjukkan Juna.

Wajah ayah terlihat sangat tidak suka. Entah apa yang ia pikirkan saat ini. Yohan dan Juna saling menatap, aku yang melihat pertunjukkan ini tampak bingung harus melakukan apa. Pasalnya, mereka saling bertatapan tajam dengan wajah yang datar seperti rival yang akan bertarung. Aku mematung ditengah antara mereka, mataku sibuk melihat Yohan lalu Ayah yang masih saling bertatapan.

Apa yang sedang mereka lakukan, sih?








***

Jangan lupa di vote, yoreubunnn~

R¹ : R E S E T.  [END] ✔️Where stories live. Discover now