Desya itu cantik nya natural, imut nya natural, serba natural deh. Sampai-sampai enggak peka nya juga natural
-Naraya Adelard
-
-
-
Seperti apa yang di katakan Desya tadi, pulang sekolah mereka ke tukang potong rambut karena rambut Nara sudah panjang.
Nara dan Desya berjalan beriringan, tatapan iri kaum hawa berikan kepada Desya—-satu-satu nya gadis yang selalu di perhatikan Nara.
Desya menghentak-hentakkan kaki nya, melihat tali sepatu nya tidak terikat, malas sekali jika harus mengikatnya—-dan ternyata hal itu di sadari oleh Nara, lelaki itu menarik lengan Desya pelan supaya bisa duduk di kursi panjang yang dekat dengan parkiran, Desya duduk sambil memperhatikan Nara yang kini sedang berjongkok
"Nara mau ngapain lo?"
Nara mengikat tali sepatu Desya "Jatuh baru tau rasa lo" gerutu Nara
Desya menundukan kepalanya "Ih Naraaa, kebiasaan. Kan gue udah bilang jangan gini, ga enak di liatin orang-orang"
Nara berdiri lalu mengulurkan tangannya ke arah Desya "Gue ga peduli sama mereka, titik gue ya cuma lo"
Desya membalas uluran tangan Nara lalu berjalan "Titik apaan? emang gue tanda"
Nara menautkan jari tangannya dengan Desya "Iya, tanda kalo lo cuma buat gue"
Desya mendongakan kepala nya—-menatap Nara lekat sambil terus berjalan menuju motor Nara "Terus lo buat siapa?"
Nara menghentikan langkah nya dan melepaskan genggaman tangannya "Siapa yang nanya?"
Desya mendengus sebal dengan jawaban Nara "Gue nanya malah balik nanya lo"
Nara tak mempedulikan ucapan Desya, ia memakaikan helm ke kepala Desya, selalu ia membawa dua helm jika tiba-tiba saja Desya tidak ada yang jemput
Desya diam menatap ke arah Nara yang sedang mengaitkan kaitan helm nya.
"Udah"
Nara naik ke atas motor nya kemudian disusul Desya yang sudah memegang pundak Nara
"Udah?"
"Udah Nar"
Lelaki itu menjalankan motor nya keluar dari area sekolah menggas motor nya segera menuju tempat potong rambut yang tak jauh dari sekolahannya
Nara menghentikan motor nya di depan tempat potong rambut sederhana pinggir jalan, Desya turun dari atas motor Nara sambil membuka pengait helm nya.
"Mumpung sepi ayo masuk Nar" Desya menarik lengan Nara pelan—-menuju ke arah tukang potong rambut
Desya menghampiri pemiliknya yang sudah berumur kira-kira kepala empat, itu penilaian Desya.
"Pak, modelan rambut anak sekolahan ya"
Desya meneliti rambut Nara sambil menilai-nilai bagus nya seperti apa—-"Oh iya Pak, yang pinggir ini ga usah di potong, bagian tengah nya aja ya"
Bapak pemilik potong rambut itu mengangguk, lalu membawa Nara untuk duduk di depan cermin besar yang menampakan dirinya—-"ganteng juga gue" batin Nara saat melihat pantulan dirinya di cermin
Desya duduk di kursi panjang yang tersedia di tempat itu, memperhatikan Nara yang sedang di potong rambut nya. Ia terkekeh geli saat melihat Nara yang hanya diam, menuruti perintah tukang rambut itu
Tatapannya beralih ke tas Nara yang ada di samping Desya, ia membuka tas ransel hitam Nara kemudian mengecek satu persatu buku yang Nara bawa. Banyak sekali coretan gambar di belakang buku Nara. Desya menggelengkan kepala nya—-dasar bocah
Buku catatan Nara lengkap bahkan tulisannya lebih rapih dari Desya yang notabene nya perempuan. Nara itu pintar, cuma malas aja
"Nara, ini kenapa nilai Matematika nya kkm?"
"Bolos" jawab Nara yang tetap menatap dirinya di pantulan cermin
"Kebiasaan, lain kali jangan di ulang terus. Kalo ga bolos pasti nilai nya lebih dari kkm"
"Itu susulan, cuma di kasih waktu lima belas menit buat ngerjain sepuluh soal itu"
Menakjubkan, dalam keadaan terdesak saja nilai nya sudah lumayan apalagi jika dalam keadaan santai
Desya merapihkan kembali buku-buku Nara, di masukan ke dalam tas ransel hitam laki-laki itu, ternyata tidak ada tugas untuk hari esok—-Desya sudah terbiasa mengecek semua yang di butuhkan Nara, bahkan untuk membeli seragam sekolah pun Desya yang temani, laki-laki itu sedari kecil memang ditinggal kerja oleh kedua orang tuanya, ibu kandung nya pergi meninggalkan Nara saat masih bayi, Papah nya menikah lagi saat Nara berusia dua tahun.
"Nara pulang nya gue ke rumah elo ya"
"Iya Caa"
"Di rumah lo ada siapa?"
"Bibi doang paling sama Abyan"
Abyan adalah adik se ayah dengan Nara, usia nya tidak terlalu jauh. Hanya berpaut dua tahun saja dari usia Nara
Akhirnya proses pemotongan rambut selesai, Nara terlihat lebih tampan dari sebelumnya, bahkan Desya berdecak kagum melihat Nara yang sekarang sudah sangat avv dengan tampilan rambut baru nya.
Nara segera membayar uang potong rambut itu dan segera menghampiri Desya yang sudah berdiri sambil memegang tas ransel nya—-"Ayo Caa"
"Pak makasih yaa"
Bapak itu mengangguk "Siap neng sama-sama"
Kedua nya keluar dari tempat potong rambut itu lalu segera naik ke atas motor untuk menuju ke rumah Nara.
Sudah biasa bagi Desya berkunjung ke rumah Nara, kedua orang tua Nara juga sudah tahu kepada Desya begitupun Ibu Desya juga mengetahui Nara.
Motor hitam besar masuk kedalam kawasan rumah elite bernuansa putih berpadu dengan warna gold. Dari luar saja sudah nampak mewah apalagi di dalamnya.
Kedua insan yang terlihat sangat serasi itu turun dari atas motor besar dan segera masuk beriringan ke dalam rumah besar nan elite itu
Kedua nya di sambut oleh asisten rumah tangga yang sudah bekerja lama di rumah besar ini
"Den Nara, Non Ecaa mau makan?" tawar Bi Inah ramah ke arah mereka berdua
"Engga bi makasih, aku cuma mau main aja"
"Bikin cemilan aja bi"
"Nanti kita ke dapur" lanjut Nara
Mereka berdua kembali berjalan menuju ke kamar Nara yang ada di lantai dua, bersebrangan dengan kamar Abyan—-adik tiri Nara
Ceklekkk
"Masuk Caa" ajak Nara—-Desya atau pun Nara memang sering berkunjung ke rumah masing-masing, jadi tidak heran jika satu sama lain pernah masuk kamar, eitss tidak melakukan hal yang tidak-tidak, karna pintu kamar nya selalu dibuka lebar-lebar dan mereka juga tidak pernah berfikiran yang aneh-aneh
Desya duduk di kursi meja belajar Nara, sedangkan lelaki itu merebahkan dirinya diatas kasur—-masih menggunakan seragam sekolah, membuat Desya menggelengkan kepala nya
"Nara ganti baju dulu gih, trus masukin ke keranjang biar bibi ga susah nyari-nyari"
Nara memejamkan mata nya, sengaja tidak mendengar ucapan Desya, ia ingin mengerjai gadis itu saat ini
"Nara, denger ga?"
Tidak ada sahutan dari lelaki itu
Desya melempar Nara dengan penghapus kecil yang ada diatas meja belajar lelaki itu
Tukkk
"Bangunin" ucap Nara sambil mengulurkan kedua tangannya
Desya berdecak kesal, manja sekali Nara—-ia bangun dan membantu Nara untuk bangun, namun hasil nya nihil, Nara tidak bangun sama sekali walaupun Desya sudah menarik tangan nya
"NARAYA ADELARD BANGUNN!!!"
"NARAAA AAAAA BERATTT"
"ISHHHHH"
"Ck, gue pulang ah males"
Desya buru-buru mengambil tas ransel nya dan berjalan menuju keluar kamar Nara, dengan sigap Nara bangun mengejar Desya lalu menarik lengan gadis itu pelan hingga menabrak dada nya
"Awww"
Nara menunduk lalu mengusap-usap kening Desya—-"Udah, iya gue ganti baju. Lo jangan dulu pulang, kalo lo pulang ga di anter gue bisa mikir macem-macem Ibu lo nanti. Udah ya jangan ngambek, gue sayang lo" ucap Nara sambil menarik Desya masuk kedalam pelukannya, ia suka mengusili Desya, tapi ia takut jika Desya nya marah
Desya membalas pelukan Nara dan tersenyum di balik dada Nara, niatnya ia hanya kedapur tidak untuk pulang, Nara saja yang soudzon—-"Lepas ah, sana ganti baju. Terus turun ke bawah, lo belum makan gue tau"
Nara melepaskan pelukannya lalu mengusap puncak kepala Desya gemas——"Iya, gue nanti turun. Lo duluan sana"
Desya menganggukan kepala nya lalu turun kebawah menuju dapur dan menyiapkan makan untuk Nara.
Bersambung