Vacancy ✔ [revisi]

By pinkishdelight

6M 1.1M 568K

[a sequelㅡ read 'nowhere' and 'backup' first] ❝between your vacancy, his vacant heart, and my vacantness.❞... More

🌙 v a c a n c y 🌙
[ !!! ]
01. first snow
02. nightmare
03. crematorium
04. fragile
05. lonely l
06. kbs
07. mujigae
08. demonic
09. fear
10. new year eve
11. student
12. blood
13. feels without memories
ㅡspin off: chat
14. speculation
15. kimchi jjigae
16. his vacantness
ㅡspin off: rooming
17. another lee
18. poison
19. another na
20. split in half
21. finally?
22. turning point
🌙 end of season 1 🌙
23. back to you
24. quality time
25. flashback
ㅡspin off: menstrual syndrome
26. reunion
27. you-me enigma
28. my vacantness
29. crematorium 2.0
30. the cure and the pain
31. white lies?
32. cherry blossom
33. lunch box story
ㅡspin off: lunch box story
34. secrecy
35. too late
ㅡspin off: rooming 2.0
36. speculations, again
37. espionage
38. unspoken
39. two sides
40. reasons
41. mark(ed)
42. mark(ed) 2.0
43. diabolos
44. the thing
45. spring rain
🌙 end of season 2 🌙
ㅡMEMBEDAH VACANCY [delete soon]
46. one week later
47. old house
48. the truth untold
49. cemetery
50. move
51. move 2.0 ㅡ crematorium
52. hospital
53. wedding party
54. the truth unveiled
ㅡ spin off: pray
55. puzzles
ㅡ spin off: cemetery
56. hospital again
57. normal
ㅡ spin off: choco
56. in disguise
59. the sun
60. time machine
61. confession
62. the moon
63. missing pieces
64. another missing pieces
65. birthday present
66. past - present - future
67. between the twin
68. the twin's secret
69. the ash
69 b. the ash
70. connector
72. faster?
ㅡspin off: between the twin
73. aftershock
74. blessed salt
75. before the day
76. the day
77. plot twist
78. switched
79. old eyes
80. another offer
81. the other connector
82. 7 days
83. unexpected
84. plan b
85. the day 2.0
86. livia byun
87. mark lee
88. new page: na jaemin [END]
epilog [+ SURPRISE]
✨GRAND GIVEAWAY AND ANNOUNCEMENT✨
[extra] vietnam
[extra + SURPRISE]: forever mine
💗 BUKU FISIK + PEMENANG GIVEAWAY 💗

71. new problem

45.3K 9.5K 3.1K
By pinkishdelight

"The silence isn't so bad, till I look at my hands and feel sad.
Because the spaces between my fingers are right where yours fit perfectly."

ㅡOcean Eyes


I miss you.
I miss everything about you ㅡyet I shouldn't miss you, right?

Yes. I shouldn't.
But still, I miss you madly.

I miss you.

I miss you, Na Jaemin.









▫ ▫ ▫












Minggu pagi aku duduk menekuk lutut di balkon sambil menggigiti kuku. Sudah setengah jam sejak selesai mandi aku menggenggam ponsel. Layar masih menunjukkan hal yang sama ㅡnama dan nomor telepon Jeno.

Berkali-kali aku mempertimbangkan untuk menanyakan Jaemin padanya, tapi tidak jadi.
Aku penasaran, tapi malu. Kalau aku banyak tanya, takutnya nanti Jeno menganggapku maniak. Beberapa hari yang lalu kudengar dari Mark mereka akan segera comeback. Yang benar sajaㅡ Jaemin dalam keadaan begitu?

"Fiuh," hembusan nafas dalam keluar dari mulutku. Kutaruh ponsel dengan kasar di lantai, menumpukan dagu di atas lutut.

"Aaaaaa kangen kangen kangen," gerutuku sambil mengacak rambut sampai berantakan menutupi wajah. Aku pasti sudah gila.








bip









"L-liv?"

Saat aku menoleh karena mendengar suara shutter handphone, kulihat Livia cekikikan mengarahkan ponselnya padaku. Jangan bilang dia melihat ㅡdan merekam apa yang kulakukan barusan??


"Sorryㅡ lucu soalnya, harus direkam buat hiburan," dia tertawa puas menatap layar ponsel.

Aku berdiri dan menjangkau-nya.
"Ih, udahㅡ malu," ujarku.

Livia menghindar membawa ponselnya sambil masih cengar cengir sendiri.
"Sekali-kali, Alice."

"Ngomong-ngomong kamu kapan datengnya?" aku baru sadar dia tiba-tiba muncul.

"Makanya jangan ngelamun terus," dia terkekeh. "Aku udah ketuk pintu tapi nggak dibuka-buka, bel lagi rusak. Ya udah, aku masuk sendiri."

"Oh," aku mengangguk-angguk. "Kamu sendirian?"

"Sama siapa lagi?"

"Mark. Dia kan lagi jadi ekormu."

Senyum lebar mengembang di bibirnya.
"Dia belum ngapa-ngapain lagi. Bagus deh, akhirnya hidupku tenang."

Aku menimpali dengan tawa kecil, membayangkan Mark pasti shock dan bingung. Kalau aku jadi dia juga pasti akan mengira Livia kesurupan. Sampai hari ini sepertinya mereka belum bertemu langsung, Liv sibuk belajar di rumah Eri. Ujian sudah semakin dekat.



"ID ayahku udah ada. Sekarang apa?" aku membuka percakapan sementara Liv masih asyik menghadapi layar ponsel.

"Hah? Secepat itu? Woah," dia membelalakkan mata.

"Kita nggak punya banyak waktu, makanya aku gerak cepat. Kalau belum dapet ID-nya, kamu nggak kusuruh ke sini. Lagi sibuk belajar, kan?"

"Iya sih, lebih cepat lebih baik," ia membuka tas dan mengerluarkan laptop. "Oke, waktunya main."


Aku duduk menjajari Liv, menghadap laptopnya. Kami akan menggunakan ID ayahku untuk menyusup sistem jaringan CCTV. Selain krematorium, kami butuh akses CCTV terdekat dengan Diabolos untuk mengetahui kapan Jaemin datang ke sana.
Sumpah, aku merasa jadi anak nakal. Tapi tidak ada pilihan lain.



"Kamu belajar dari mana yang kayak gini?" tanyaku melihat Liv melakukan sesuatu yang tidak kumengerti dengan laptopnya.

"Hm... susah jelasinnya. Yang jelas dia mantan tim intel," jawabnya. "Tapi cuma meretas CCTV lalu lintas bukan hal yang susah kok. Ini gampang untuk pemula."

Tetap saja aku terkagum-kagum melihatnya, lagi-lagi membayangkan adegan film action. Kapan-kapan aku juga ingin diajari melakukan hal seru seperti ini.
Tak mau mengganggu Liv, aku menoton saja selama sekitar seperempat jam sampai akhirnya lengguhan lega keluar dari mulutnya. Dia meregangkan tangan dan tertawa puas.

"Success!" serunya. "Maaf ya, lama."

"No problemo," ujarku puas. "Sekarang apa?"

Liv mengurut dagu.
"Kupikir Jaemin berusaha melawan setiap merasa Jaeyoon mulai mengambil alih, kan? Berarti waktu Jaemin under control, Jaeyoon bergerak cepat," ujarnya. "Ini bedanya sama ibuku, pergerakan ibuku lebih lamban."

"Maksud kamu mungkin Jaemin ㅡI mean, Jaeyoon or whatever, bolak balik ke Diabolos di hari yang sama dengan kunjungan krematorium?" tanyaku.

"Yep," Livia mengangguk.


Aku menyambar buku catatan di atas meja, melihat tanggal-tanggal yang sudah kami temukan dari orang dalam krematorium kemarin. Saat membolak-balik halaman buku, tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ide brilian ㅡyang sialnya sudah tak bisa dilakukan.

"Damn!" umpatku.

"Apa?" Liv menoleh heran.

"Dulu Jaemin sering menghilang, tapi kutanya lewat chat. Kita bisa liat dari tanggal chat-nya, tapi kan handphone-ku yang dulu udah rusak," keluhku.

"Ah, sayang banget," timpal Liv. "Ya udah, kita liat manual aja dari tanggal-tanggal ini dulu."


Aku mengangguk setuju. Kami pun sibuk masing-masing mengawasi layar laptop yang menampilkan video dari sudut jalan kecil menghadap ke bagian depan komplek pertokoan Diabolos.
Ternyata ini tidak semudah yang kubayangkan, butuh logika dan ketelitian tinggi. Dan ini mungkin akan jadi perkerjaanku kelak.
Oh my God, ternyata jadi orang dewasa memusingkan.









Duk duk duk








Kegiatan kami terhenti karena mendengar suara ketukan di pintu depan. Aku dan Liv reflek menoleh ke arah pintu. Sepagi ini? Siapa?


"Mark?" gumamku. "Dari cara ketukan pintunya sih mirip."

"Itu orang nggak ada kapok-kapoknya ya," desis Liv.

"Tapi siapa tau bukan," aku beranjak menuju pintu.

"Aura tengilnya udah kerasa, pasti dia. Aku berani taruhan sejuta dolar."

Aku tertawa mendengar kekonyolan itu.
"Jangan ah, kalau aku kalah nanti mau bayar pake apa?"



Meninggalkan Liv yang mengemasi barang-barang kami ke kamarku, aku membukakan pintu. Rupanya benar, memang Mark yang sudah berdiri dengan muka ditekuk.

"Pororo di sini ya?" tanyanya.

"Perasaan ini rumahku, bukan rumah pororo," aku mencoba mempermainkannya. "Ehㅡ Mark, apa-apaan?"

Tanpa berkomentar, Mark membalikkan tubuhku dan mendorongku masuk. Ia menutup pintu lalu berjalan ke ruangan utama di apartemenku. Melihat Liv berdiri di depan pintu kamarku, langkahnya berhenti mendadak. Di seberang sana wajah Liv memerah.

"Apa?" tukas Liv galak tapi agak canggung. Pasti sedang mengusir ingatan tentang chat gilanya dengan Mark.

Mark mencengkeram pundakku dari belakang, menjadikanku tameng.
"Alice, orang itu belum lama ini otaknya korsletㅡ aku takut. Liat nih."

Melihat layar ponsel Mark, aku terkekeh.
"Udah tau. Aku yang suruh hehe."

"Apa?!" seru Mark heboh. "Kamu beneran mau kita jadi keluarga poligami?"

"Poligami apa sih, satu aja nggak dapet-dapet," Liv menguap. "Poligami sana sama ubur-ubur."

Mark cemberut, menatap kami bergantian.
"Jangan-jangan kalian sekongkol ya? Sengaja menyembunyikan sesuatu dari aku?"

Sial, aku sedikit panik mendengar tuduhannya. Walaupun mungkin Mark tidak serius.
"Halah, apa sih? Drama banget kamu," timpalku bernada bercanda, semoga meyakinkan.

"Alice aku serius!" tukas Mark.

"Aku juga serius, nggak ada apa-apa," jawabku sebiasa mungkin.

"Bohong," sungut Mark padaku, lalu tatapannya beralih pada Liv.
"Ini lagi satu, susah banget dibilangin!"

"Kok aku? Dasar stalker!" Liv tidak terima.

"Stalker? Kamu belum boleh pergi-pergi sendiri tau, kalau ada apa-apa gimana?"

"Apa-apa apa?" tukas Liv. "Bosen tau tiap hari kamu lagi kamu lagi!"

"Kan udah dibilangㅡ biar aku tanggung jawab sampai kamu sembuh total!"

"Denger ya, aku cuma ditikam, bukan hamil. Nggak usah tanggung jawab segala, oke? Aku-udah-gede."

"Ya masa aja harus hamil dulu?!"

Liv memekik pelan, menutup mulutnya.
"Mesum," gumamnya lirih. Dia buru-buru mengeluarkan ponsel lalu menelepon.

"Telepon siapa?" tanya Mark waspada.

"Komnas perlindungan perempuan. Itu tadi pelecehan secara verbㅡ Hey! Kembaliin handphone-ku!"





Okay, total chaos.
Aku terhuyung hampir menabrak rak buku karena menghindar dari Mark yang tiba-tiba berlari ke menyerempetku.

"Mark!" seruku kesal.

"Sorry Alice, darurat!" dia balik berseru, masih menghindar dari gapaian Liv.

"Sini handphone-ku!" sungut Liv.

"Jangan aneh-aneh makanya!" Mark berlari menjauh.

"Kamu yang aneh!" Liv makin kesal. "Sini nggak? Aku tuntut kamu loh!"




Mark berhenti setelah mereka saling mengumpat dan berlari di sekitar ruangan selama beberapa menit lamanya, terengah-engah. Ia menggenggam erat ponsel Livia dengan satu tangan.
Saat sejenak dia melirikku, aku memberi isyarat supaya dia menghentikan semua ini.


"Biar aku yang pegangㅡ sampai kita pulang," kata Mark.

"Apa-apaan?" Liv langsung protes.

"Jaga-jaga, biar kamu nggak telepon ke yang nggak-nggak. Oke?"

"Oke apanya? Sini ah, sebelum kesabaranku habis nih," paksa Liv, berjalan mendekati Mark yang terpojok.

"Eit, stopㅡ maju satu langkah lagi berarti aku ganteng," Mark merentangkan tangan kanan ke depan.

Liv mendecih.
"Oh come on, why so childish Squidy," ujarnya sambil melangkah maju.

"Stop! Stopㅡ maju selangkah lagi kamu pacarku!"


Mendengar ancaman konyol itu langkah Liv langsung berhenti. Kulihat Mark mulai menampakkan senyum kemenangan. Tapi tak sampai dua detik kemudiam senyumnya lenyap, Liv berjalan cuek menghampirinya.

"Aduh! Sakit!" pekik Mark saat Liv menjegal lengannya karena dia mau kabur lagi.

"Banyak gaya banget jadi orang," Liv mengambil handphone-nya dengan mudah.
"Untung aku belum boleh berantem."

Mark meringis kesakitan saat tangannya dilepaskan, ia beralih menatapku yang sejak tadi asyik menonton.

"Alice, sakit~" rengeknya, mengulurkan tangan padaku.

Alih-alih kasihan, aku hanya tertawa sambil mendorongnya supaya duduk di sofa.
"Makanya, jangan nakal. Kalian pasti haus habis lari-lari, kalau mau minum ambil sendiri aja ya."

"Emang orang ini bikin buang-buang energi aja," gerutu Liv. "Mau apa sih ke sini?"

Mark menyeka titik-titik keringat di keningnya.
"Kalian sebenernya ngapain beberapa hari belakangan? Kenapa aku nggak boleh tau? Serumit itu urusan cewek?"

"Kegiatan cewek, mau masak," jawabku semeyakinkan mungkin.

Mata Mark menyipit menatapku.
"Curiga. Emang masak cuma buat cewek?"

"Nggak percaya ya udah," aku mengangkat bahu, berjalan ke kulkas. "Ayo, Liv kita masak pasta."


Liv tampak bingung dengan acting dadakan ini. Dia cemberut menatapku. Kurasa memasak bukan kegiatan yang dia suka. Tapi aku tetap mengeluarkan sebungkus penne mentah dari kulkas.

"Waitㅡ ada yang aneh. Kalian bohong ya?" lagi-lagi Mark menatap kami curiga.

Oke, aku harus ber-acting senatural mungkin.
"Bohong apa sih? Nggak kok."

Sekilas aku bertukar pandang panik dengan Liv. Ia menggeleng pelan, mengisyaratkan bagaimanapun Mark tidak boleh tahu apa yang sedang kami kerjakan.
Tapi soror mata dan gerak-gerik Mark makin mengintimidasi.

"Please, jawab aja," ujar Mark serius. "Kalian ngapain beberapa hari belakangan? Bukan sesuatu yang berbahaya kan?"


Lagi-lagi kami bungkam.
Aku memaksa otakku berpikir mencari alasan masuk akal. Atau kuharap Liv punya karangan cerita yang bisa dipercaya. Tapi dia tampak sama bingungnya denganku.
Mark masih mengawasi dan menunggu kami dengan tangan terlipat di dada saat tiba-tiba ponselnya bergetar di saku celana.



"Renjun?" gumamnya saat melihat nama di layar sebelum menerima telepon.

Nah, bagus.
Aku dan Liv kompak menarik nafas lega, bersiap berdiskusi singkat menyusun alasan bohong. Diam-diam kami bergeser mendekat.


"Halo? Ya ampunㅡ Renjun, santai," ucap Mark, mengernyit gusar.
Tapi entah apa yang diucapkan Renjun di telepon, selanjutnya kepanikan tampak jelas di wajah Mark.

"Hah?! Jaemin masuk rumah sakit?!"











Kalimat Mark seakan bergaung memenuhi kepalaku, sampai semua suara mendadak lesap. Pikiranku seketika kacau, pasta yang tadi masih kupegang jatuh berserakan di lantai.




ㅡtbc




Jadi gini ya aku jelasin siapa tau belom ngerti, si Mentally Dating & Frenemy itu gak mempengaruhi jalan cerita Vacancy. Kebalik, justru jalan cerita mereka yang dipengaruhi Vacancy.

Spin off tuh kayak jalan ceritanya masih sejalan sama cerita utama, tapi fokusnya beda. Kayak Back Up gitu, itu spin off Nowhere.

Kalo alternative ending, bertolak belakang sama cerita utama endingnya tapi fokus cerita tetep sama.

Misalnya endingnya Alice sama Jaemin, berarti Mentally Dating jadi alternative ending. Kalo endingnya Alice sama Mark, Frenemy yg jadi alternative ending.

Gitu.

Yah kalo banyak yg minta mah nanti kubikin, tapi satu2 yaaa
Stay tune aja di akun ini oke :)

Continue Reading

You'll Also Like

70.1K 3.4K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
730K 63.8K 45
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
76.1K 9.2K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
1.2M 62K 66
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...