Adel kini duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di pinggir jalan. Ia masih belum bisa menerima apa yang ia lihat barusan, ia bahkan masih belum percaya. Ia tidak tahu kalau dadanya akan sesakit ini melihat Daryl memeluk erat wanita lain. Adel tidak tahu apakah dirinya egois atau tidak, tapi yang jelas, Adel tidak menyukai Daryl memeluk perempuan lain, selain dirinya.
Sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan Adel, kini pikiran gadis itu mengenai Daryl dan Bella sedikit lenyap. Sang pemilik mobil membuka kaca dan menatap Adel dengan tatapan heran.
"Reno?"
"Adel? Lo ngapain di sini?"
Adel gelagapan, ia juga tidak tahu mengapa ia di sini. Yang jelas ia tidak mungkin berlama-lama di rumah Daryl karena yang ia inginkan saat ini adalah kesendirian.
"L-Lo yang ngapain di sini?" tanya Adel balik karena ia masih belum menemukan jawaban yang tepat.
"Gue abis dari rumah temen gue, ini mau pulang. Lo? Lagi nunggu orang, ya?"
"Nggak kok," balas Adel cepat. "Gue juga sama, abis dari rumah temen."
"Terus lo ngapain di sini?"
"Ini gue mau pesen ojek online dulu," jawab Adel lalu mengambil ponsel dari tas dengan tangannya yang sedikit gemetar. Beruntung, Reno tidak menyadari hal itu, kalau ia menyadari, pasti Adel semakin diinterogasi lebih dalam lagi.
"Ya udah, gue anter pulang aja."
Sebenarnya tawaran Reno sangat menggiurkan karena ia tidak perlu menunggu, kendaraan yang ia gunakan juga cukup safety, dan yang terpenting adalah gratis. Namun Adel tampak enggan menerima tawaran itu karena ia tidak ingin berbincang pada siapapun saat ini. Ia hanya ingin diam dan merenung saja.
"Gak usah Ren, gue naik ojol aja."
"Ya elah, kaku banget lo. Lagian bentar lagi ujan, emangnya lo gak denger ada suara gluduk-gluduk daritadi?" tanya Reno lalu menatap langit dari kaca mobil.
"I-Iya, sih." Adel mengusap tengkuknya dan ikut-ikutan menatap langit, lalu ia menatap Reno. "Ya udah deh, gue ikut."
Senyum Reno mengembang. "Nah gitu kek. Ditawarin tumpangan gratis malah milih transport yang bayar." Reno terkekeh, begitu juga dengan Adel, namun kekehan Adel lebih sedikit dipaksakan. Walaupun sebenarnya ia tidak ingin berbincang dengan siapapun kali ini termasuk Reno, namun justru mungkin adanya orang lain di dekat Adel dapat membuat Adel lupa dengan kegundahan yang ia rasakan.
Setidaknya begitulah pikiran Adel.
Adel pun duduk di mobil Reno dan tidak lupa memasang safety belt, lalu menyandarkan punggungnya, seakan melepas segala penat yang mengganggu pikirannya. Reno pun melajukan mobilnya, dan bersiap untuk menembakan pertanyaan-pertanyaan untuk Adel.
"Rumah temen lo di komplek ini juga?"
"He em."
"Terus ngapain nunggu di sana? Kenapa gak di rumah temen lo aja?"
Adel ingin menjelaskan namun rasanya tidak mungkin. Kalau yang ada di sebelahnya ini adalah Putri, pasti Adel akan menceritakannya secara detail dan menggebu-gebu. Namun ini adalah orang lain yang tidak mengerti jalan cerita antara Adel dan Daryl dari awal.
Ujungnya, Adel menghela napas berat. "Gak tau ah, gue lagi gak mood bahasnya."
Reno akhirnya terdiam sambil mengangkat bahunya, tapi pikirannya tetap tidak bisa diam. Ia mengira-ngira apa yang baru saja terjadi pada Adel. Pasti abis berantem sama temennya deh.
Selama menempuh perjalanan, tidak ada yang membuka suara setelah Adel berbicara tadi, hanya suara radio yang menemani mereka. Namun mulut Reno gatal untuk berbicara, dan pembicaraan yang ingin Reno angkat ini cukup penting.
"Del," panggil Reno.
"Hm? Ya?"
"Gue ... gue mau minta maaf sama lo."
"Untuk?"
Reno menghela napas panjang, semoga pembahasan yang dia angkat ini tidak akan merusak hubungan antara Adel dan Reno. "Sebelumnya, sorry kalo gue bahas mengenai ini lagi. Tapi gue mau minta maaf soal kejadian itu, yang setelah kita lulus SMA." Mengerti arah pembahasan Reno, Adel justru tampak gelisah dan menundukan kepala. Ia tidak menyukai pembahasan ini namun ia tahu kalau suatu saat nanti mereka akan berbahas tentang hal ini. Dan saatnya adalah sekarang.
Adel terkekeh. "Y-Ya udahlah—"
"Gue minta maaf, gara-gara gue, hal itu jadi nyebar nyaris ke seluruh angkatan. Sebenernya, gue gak maksud sama sekali buat mempermalukan lo atau apa, tapi ... ya, gue tau ini kebodohan gue, sih." Adel diam saja, ia ingin Reno melanjutkan ceritanya dan bercerita dari sisi cowok itu. "Jadi waktu itu sebenernya gue cuma cerita ke Nanda aja, lo tau kan kalo gue sama Nanda masih hubungan baik waktu itu walaupun kita udah putus?"
Adel mengangguk.
"Sebenernya waktu itu gue maksa lo buat ngaku kalo lo suka sama gue, itu karena gue juga suka sama lo, Del. Gue juga sebenernya seneng banget. Tapi besokannya, gue udah ada janjian ketemuan sama Nanda. Karena gue seneng banget dan bodoh banget di saat yang sama, gue malah ceritain hal itu ke Nanda dan gue gak nyangka kalo dia malah ketawa dan nyebarin hal ini ke temen-temennya.
"Gak tau gimana, tiba-tiba seluruh temen-temen gue, mau yang deket sampe yang cuma tau nama, jadi tau tentang pengakuan lo itu. Sebenernya, gue pengen Del, kita pacaran waktu itu."
Tak dapat dipungkiri, kini jantung Adel berdegup cukup kencang.
"Tapi pas itu gue bentar lagi bakal masuk masa basis di sekolah gue, dan setelah itu bakal lanjutin sekolah seperti biasa di sana. Selain itu juga berita yang nyebar itu bikin pikiran gue ke-block dan gue bener-bener gak tau harus gimana. Jadi itu dia kenapa gue gak langsung jadiin lo pacar gue waktu itu."
Adel membersihkan tenggorokannya, berusaha terlihat biasa saja. "Tapi, kenapa lo ujung-ujungnya harus ngejauhin gue, Ren? Gue bener-bener kerasa humiliated banget pas lo jauhin gue setelah gue ngakuin soal itu."
Reno menghela napas panjang. "Gue minta maaf Del soal itu, itu emang kesalahan gue. Tapi lo bener-bener gak tau keadaan gue pas itu. Gue bener-bener messed up, Del. Gue mau jadiin lo pacar, tapi gue tau itu waktu yang gak tepat. Pas itu sebentar lagi gue mau ke sekolah penerbangan dan kalo kita pacaran pasti gak bakal made it. LDR yang bakal kita jalanin itu beda sama yang lain, kayak misalnya lo kuliah di Jakarta terus gue kuliah di Jogja, beda Del. Lo tau kan gue semacam tinggal di asrama yang gak boleh pegang hape dan pulang ke rumah juga sesuai yang udah mereka tentuin kapannya. Jadi, ya ... lo ngerti kan maksud gue."
Adel membeku, ia benar-benar tidak mengira kalau Reno akan berpikir sematang itu mengenai hubungan mereka. Adel rasanya ingin sekali merekam segala ucapan Reno di mobil ini dan memberitahukannya pada teman-temannya. Sungguh, Adel ingin sekali teman-temannya tahu tentang ini.
"Dan di saat itu juga banyak banget yang tau tentang pengakuan lo itu, gue jadi tambah merasa bersalah. Gue mutusin buat ngejauhin lo karena kalo gue tetep deket sama lo, gue pasti bakal kebablasan jadiin lo pacar gue, dan gue tau hubungan kita gak bakal berhasil saat itu."
Akhirnya Adel dapat tersenyum walaupun sedikit setelah ia melihat Daryl berpelukan dengan Bella tadi. Sempat terjadi keheningan karena Adel benar-benar tidak tahu harus membalas apa.
"Makasih ya Ren. Maaf, gue sempet mikir negatif dan kecewa sama lo."
"Gak pa-pa kok Del. Cewek manapun bakal kecewa sama gue kalo gue perlakuin mereka kayak gitu."
Namun di sisi lain, Adel juga berterimakasih pada Daryl. Andai dari awal ia berpikir positif mengenai tindakan Reno seperti yang dikatakan Daryl, pasti Adel tidak akan menjalani hari-harinya dengan kekecewaan terhadap sahabat lamanya itu.
--
Harusnya malam ini aku seneng dan lega karena kejelasan dari Reno, batin Adel yang sedang melamun sendirian di kamarnya sambil memeluk bantal. Bukannya justru tetep galau kayak gini. Apa segitu sukanya ya aku sama Daryl sampe kepikiran begini terus?
Adel merebahkan dirinya di kasur dan menatap langit-langit kamarnya yang berada jauh di atasnya. Ia menghembuskan napas berat. Mungkin hati aku lebih pilih Daryl, tapi logika aku berteriak jelas kalau Reno yang bakal ngebahagiain aku.
Karena aku gak mungkin bisa gapai Daryl.
****