Untold Feelings

By loozeey

35.6K 3.8K 524

Bagi Daryl, Adel selalu tampak cantik dengan kemeja kotak-kotak kebesaran yang ia kenakan, rambut dicepol yan... More

Prolog & Author's Note
1. Pertemuan Pertama
2. Ibu Daryl Makhluk Planet
3. Mama Pelit
4. Salah Tingkah
5. Pengusik Kesendirian Adel
6. Tidak Cinta Bukan Berarti Benci
7. Berkelahi
8. Nama Daryl Bukan Nama Asing
9. Dikelilingi Orang-Orang Kutu Buku
10. Mengantar Adel dengan Motor
11. Undangan dari Orang Masa Lalu
12. Masak dan Makan Bersama Daryl
13. Keputusan Bella Sudah Bulat
14. Diantar Pulang Reno
16. Fans Terberat Queen
17. Kehadiran Buku-Buku Sumbangan
18. Kedatangan Tamu tak Diundang
19. Makan Bersama
20. Keluhan dan Cerita Reno
21. Makan Ditemani Adel, Lele, dan Kerang
22. Konsekuensi dari Segala Perbuatan
23. Kejadian yang Sebenarnya
24. Diam-Diaman sama Daryl
25. Kekecewaan Terbesar di Hidup Daryl
26. Datang dan Pergi
27. Saran dari Adel
28. Menikmati Nyanyian Pengamen
29. Bagaimana Kabar Winda?
30. Peningkat Mood Jelek Adel
31. Takut Akan Risiko
32: Pertemuan Pertama Adel dan Bella
33. Dua Cowok yang Berbeda Kepribadian
The Sword Princess
34. Sebentar Lagi Ulang Tahun Reno
35. Pergerakan Daryl yang Lambat
36. Sama-Sama Hancur
37. Fakta Mengejutkan Lainnya
38. Hati-Hati, Pengkhianat Ada Di Mana-Mana
39. Bertemu dengan Sumber Kebahagiaannya
40. Adikku, Pahlawanku
41. Aku Bisa Menjadi Tamengmu
42. Bertemu dengan Orang yang Tidak Diinginkan
43. Pertolongan dari Daryl
44. Terima Kasih, Daryl!
45. Lembaran Baru untuk Daryl dan Adel

15. Pembelaan untuk Ivan

690 80 4
By loozeey

Suasana tempat Adel mengajar masih sama dari hari ke hari. Bahkan murid-murid juga semakin semangat untuk belajar. Tidak hanya belajar bahasa, matematika, ataupun IPS, Adel juga mengajari bagaimana untuk sopan santun kepada orang yang lebih tua, olahraga, bernyanyi, dan tebak-tebakan mengenai hewan atau buah-buahan.

            Seperti sekarang ini, suasana kelas sangat ribut karena mereka sedang bertanya jawab mengenai suara hewan. Adel bahkan sampai tertawa sendiri melihat antusias mereka meniru suara kucing, anjing, ayam, dan lain-lain. Adel sangat jatuh cinta pada pekerjaannya.

            "Pertanyaan terakhir ya, sebelum kita istirahat," ucap Adel sambil melirik jam. "Coba tiruin suara ikan!"

            Mereka semua diam, berpikir bagaimana suara ikan di dalam air. Detik berikutnya, mereka semua tertawa, begitu juga Adel. "Ih, ikan kan gak ada suaranya, kak!"

            Tepat setelah itu, jam Adel berbunyi tanda mereka istirahat. "Sekarang kalian istirahat, ya. Tau kan masuk ke kelas lagi jam berapa?"

            "Jam setengah sebelas, kak," jawab mereka serempak.

            Adel tersenyum. "Pinter. Ya udah, silakan istirahat." Anak-anak cowok langsung berhamburan keluar kelas. Kalau anak-anak cewek rata-rata diam di kelas dan memakan bekal yang dibawakan dari rumah. Setelah makan, baru mereka bermain di luar.

            Adel menghampiri Putri yang sedang duduk di kursi panjang di luar tenda. Wajah Putri tampak tidak seramah dan bersemangat seperti biasanya. Tentu saja Adel peka akan hal ini. "Lo kenapa, Put? Kayak kurang energi gitu." Adel terkekeh.

            Putri menghela napas berat. "Kayaknya gue gak bisa ngajar di sini lagi, deh."

            Mata Adel membulat. Ia menatap Putri dengan tatapan tidak percaya. Kemarin-kemarin, Putri baik-baik saja. Ia masih terlihat bersemangat untuk mengajar. Tapi mengapa sekarang Putri menyerah dengan tiba-tiba?

            "K-Kenapa Put?"

            Putri menatap Adel. "Gue rasa gue gak sehebat lo, Del. Lo bisa rebut hati anak-anak itu. Sementara gue? Mereka gak seluwes kayak kalo lagi di kelas lo, pas di kelas gue." Putri mendengus. "Gue rasa gue gak bakat di sini."

            Adel tersenyum kecil, lalu memegang tangan Putri. "Inget Put, tujuan kita di sini adalah bagi-bagi ilmu ke mereka, bukan jadi ajang 'siapa yang paling disuka' di sini. Lo udah ngelakuin tugas lo dengan sangat bagus, Put. Lo share ilmu lo ke mereka dengan cara lo sendiri. Gue rasa, gak ada yang salah dari itu."

            "Iya, sih. Tapi tetep aja, kalo mereka gak suka sama gue, mereka juga jadi males belajar, kan?"

            "Siapa bilang mereka gak suka sama lo?" tanya Adel. "Buktinya selama ini mereka baik-baik aja sama lo, gak ada yang bertingkah atau mengeluh. Kalo lo emang bener-bener pengen mereka suka sama lo atau luwes di kelas lo, mungkin lo harus ganti method ngajar lo. Selama ini kan lo lebih tegas sedikit ke mereka dibanding gue, coba lo turunin dikit tegasnya, tapi lebih playful dan banyak senyum ke mereka. Mungkin dengan itu, yang lo mau bisa kesampaian."

            "Tapi kalo gue gak tegas, mereka jadi seenak-enaknya nanti."

            Adel mendengus. "Ya, kalo gitu lo harus konsekuen, dong. Ada dampak baik dan buruk di setiap tindakan. Kalo menurut lo dengan cara tegas itu lebih bagus, ya udah, senyaman lo aja. Tapi lo juga jangan protes bagaimana respons mereka ke lo." Adel tersenyum. "Yang penting, selama lo gak jahat atau berbuat negatif ke mereka, itu gak salah sama sekali, Put."

            Putri mengangguk. "Iya, sih. Setiap tindakan pasti ada dampak baik dan buruk. Kayaknya gue turunin dikit ya ketegasan gue?"

            Adel tertawa, lalu ia mengangguk. "Iya, Put. Tegas juga gak salah. Tapi kalau berlebih, kasian juga mereka. Kehidupan mereka di luar sekolah udah berat, kalo diteken lagi dari sekolah, kasian mereka." Adel mengelus lengan Putri, ia tidak ingin Putri merasa down dengan apa yang ia perbuat.

            "Makasih ya, Del. Gue lebay banget ya sampe gak percaya diri gitu?"

            Adel terkekeh. "Normal kok. Gue juga sering ngerasa kayak gitu. It's okay."

            Tak jauh dari mereka duduk, Adel dan Putri sama-sama mendengar sebuah keributan. Segerombolan anak cowok meledek seorang cowok yang tengah bermain biola. Adel mendengus, ia langsung menghampiri anak-anak itu, diikuti oleh Putri.

            Bisa dikatakan Adel bukan orang yang tegas ataupun galak. Tapi rasa sosial dan kemanusiaannya yang sangat tinggi, dapat membuat gadis itu berubah dari sisi kikuk dan kelembutannya. Adel paling benci bullying dan penindasan, apapun alasan dibalik itu. Kalau ada bullying, Adel dengan berani akan maju paling depan sebagai jagoan. Seperti saat Deno buang air besar di celana dan teman-temannya mengejek, atau saat Daryl dimaki-maki oleh salah satu pelanggan Booktopia.

            "Cowok kok main biola, sih!"

            "Cowok tuh harusnya main bola atau tembak-tembakan! Dasar banci!"

            "Biola kan mainan cewek! Ihh, Ivan kayak cewek!"

            Mereka tertawa-tawa sementara Ivan hanya menatap mereka dalam diam, namun mencoba memberanikan diri untuk melawan mereka. "Emangnya kenapa kalo main biola?! Aku juga bisa main tembak-tembakan, tapi sekarang aku lagi mau main biola!"

            "Tapi kan biola bukan mainan buat cowok!"

            "Aldo!" bentak Adel lalu cewek itu menatap seluruh anak cowok yang mengejek Ivan. "Kalian semua ngapain sih?"

            "Ivan aneh tuh, kak. Dia sekarang main mainan cewek," jawab Aldo dengan suara lebih kecil dari sebelumnya.

            Adel mendengus. "Biola itu bukan mainan, Aldo. Biola itu alat musik. Sama kayak gitar, piano, drum. Emang salah kalo Ivan mau main itu? Justru itu bagus, dong. Anak sekecil Ivan bisa main alat musik, biola lagi. Coba, kalian yang ngejek-ngejekin Ivan, kalian bisa gak main biola?"

            Hening. Tak ada satupun yang menyahut. Aldo tampak geram menatap Ivan karena ia mendapat pembelaan dari Adel. Aldo langsung mendorong Ivan ke aspal, membuat Adel dan Putri sama-sama terkejut. "Tetep aja itu kayak cewek!" Aldo langsung pergi dari sana, diikuti teman-temannya. Ivan pun juga berlari ke arah lain, meninggalkan biolanya yang tergeletak di aspal.

            "Put, lo susul Aldo sama yang lain, biar gue samperin Ivan. Oke?" Putri mengangguk dan mereka pun saling berpencar.

            Ivan terus berlari di jalanan tanpa arah. Ia merasa ia sangat terhina dan malu karena diejek dan didorong oleh Aldo. Padahal Ivan sangat menyukai musik, tapi ia tidak tahu bahwa kecintaannya pada musik membuat orang lain dengan mudah mengejeknya.

            Ivan mendengar suara klakson mobil yang sebentar lagi akan bertubrukan dengan tubuh kecilnya. Ivan mendongak, melihat mobil tersebut berjalan ke arahnya. Untungnya, seseorang langsung menggendong tubuh kecil itu dan dengan cepat membawanya ke sisi jalan.

            Ivan dan cowok yang menolongnya itu, sama-sama kehabisan napas. Ivan benar-benar syok dengan apa yang barusan terjadi pada dirinya. "Kamu gak apa-apa?" tanya cowok itu. "Kamu hati-hati dong lain kali. Itu bahaya, bisa nyelakain nyawa kamu!"

            Detik berikutnya Ivan menangis, membuat cowok itu terkejut dan gelagapan. Ia sama sekali tidak bermaksud membentak Ivan, ia hanya panik dan kejadian tadi benar-benar bahaya.

            Adel pun akhirnya menemukan Ivan bersama cowok yang sedang berjongkok di hadapan Ivan dan menenangkan bocah itu. "D-Daryl?"

            Daryl menoleh, wajahnya masih terlihat panik. "S-Saya gak maksud bikin dia nangis."

            Adel langsung menghampiri Ivan, ikutan berjongkok, dan memegang tangan kecil itu. "Ivan kamu kenapa? Jangan nangis."

            Ivan langsung memeluk Adel dan menangis di bahu cewek itu. Perlahan Adel memeluk Ivan balik dan mengelus punggung bocah itu. "Sshh... Ivan jangan nangis," ujar Adel lembut seraya mengelus halus rambut hitam Ivan.

Daryl menatap Adel dan Ivan, yang sukses menarik bibirnya untuk tersenyum. Pemandangan sederhana ini dengan mudah menyentuh hati Daryl sampai ulu hatinya terasa geli. Daryl suka pemandangan ini. Andai saja ia bisa terus-terusan menatap Adel berpelukan dengan anak kecil seperti ini.

Adel dan Ivan melepas pelukan mereka. Adel tersenyum, lalu menghapus air mata Ivan. "Mau ketemu Ibu," ujar Ivan.

"Nanti Ivan bisa ketemu Ibu. Sekarang, Ivan gak boleh nangis. Walaupun mereka ngejek Ivan, Ivan gak boleh lemah atau sampe berhenti main biola." Adel memegang kedua tangan Ivan, menatap bola mata bocah itu lekat-lekat. "Ivan tunjukin ke mereka, kalo main biola itu adalah sesuatu yang hebat. Bikin mereka tepuk tangan setelah kamu selesai main biola. Bikin mereka jatuh cinta sama bakat kamu. Kamu pasti bisa, dan Ibu kamu bakal bangga sama kamu." Adel mengeratkan pegangannya di akhir kata.

Senyum Ivan terbit sedikit. Ia menunduk karena malu. "Makasih, kak."

Adel tersenyum, mengacak pelan rambut Ivan. "Ya udah, sana balik ke tenda lagi. Kalo ada apa-apa, kamu datengin Kak Putri aja, ya." Adel menoleh ke arah Daryl. "Kakak ada perlu sebentar sama Kak Daryl."

Ivan menoleh ke arah Daryl. "Makasih Kak Dadil." Ivan tersenyum dan berlari kecil ke arah tenda. Adel tertawa, begitu juga dengan Daryl, lalu mereka beranjak berdiri.

****

Continue Reading

You'll Also Like

Prelude By Lotary

General Fiction

119K 9K 49
[Paraseries Book #1] [Status: COMPLETED] [Rating: PG] Hidup Rosie Zoule tamat setelah ia dinyatakan tak lulus sekolah menengah. Gelarnya sebagai sisw...
7.7K 3K 30
[TAMAT] Hidup Nata hancur setelah tersangkut suatu kasus besar yang mencemarkan nama baiknya. Kehilangan pekerjaan dan nyaris jadi gelandangan, suatu...
5.4K 379 30
Lili dan Leo sama-sama kehilangan orang tercinta. Namun apakah pertemuan mereka murni takdir? Atau malah sebuah cerita rahasia yang tidak mereka keta...
636K 23.3K 32
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...