Untold Feelings

By loozeey

35.6K 3.8K 524

Bagi Daryl, Adel selalu tampak cantik dengan kemeja kotak-kotak kebesaran yang ia kenakan, rambut dicepol yan... More

Prolog & Author's Note
1. Pertemuan Pertama
2. Ibu Daryl Makhluk Planet
3. Mama Pelit
5. Pengusik Kesendirian Adel
6. Tidak Cinta Bukan Berarti Benci
7. Berkelahi
8. Nama Daryl Bukan Nama Asing
9. Dikelilingi Orang-Orang Kutu Buku
10. Mengantar Adel dengan Motor
11. Undangan dari Orang Masa Lalu
12. Masak dan Makan Bersama Daryl
13. Keputusan Bella Sudah Bulat
14. Diantar Pulang Reno
15. Pembelaan untuk Ivan
16. Fans Terberat Queen
17. Kehadiran Buku-Buku Sumbangan
18. Kedatangan Tamu tak Diundang
19. Makan Bersama
20. Keluhan dan Cerita Reno
21. Makan Ditemani Adel, Lele, dan Kerang
22. Konsekuensi dari Segala Perbuatan
23. Kejadian yang Sebenarnya
24. Diam-Diaman sama Daryl
25. Kekecewaan Terbesar di Hidup Daryl
26. Datang dan Pergi
27. Saran dari Adel
28. Menikmati Nyanyian Pengamen
29. Bagaimana Kabar Winda?
30. Peningkat Mood Jelek Adel
31. Takut Akan Risiko
32: Pertemuan Pertama Adel dan Bella
33. Dua Cowok yang Berbeda Kepribadian
The Sword Princess
34. Sebentar Lagi Ulang Tahun Reno
35. Pergerakan Daryl yang Lambat
36. Sama-Sama Hancur
37. Fakta Mengejutkan Lainnya
38. Hati-Hati, Pengkhianat Ada Di Mana-Mana
39. Bertemu dengan Sumber Kebahagiaannya
40. Adikku, Pahlawanku
41. Aku Bisa Menjadi Tamengmu
42. Bertemu dengan Orang yang Tidak Diinginkan
43. Pertolongan dari Daryl
44. Terima Kasih, Daryl!
45. Lembaran Baru untuk Daryl dan Adel

4. Salah Tingkah

1K 126 2
By loozeey

"Papa berangkat, ya." Papa sudah siap dengan kemeja dan dasinya. Ia mengulurkan tangannya untuk disalim. Adel, Rafa—adiknya Adel—dan Mama salim tangan Papa. Papa memang selalu berangkat lebih pagi dari mereka karena jarak kantornya yang cukup jauh.

            Kini tinggal Mama, Adel, dan Rafa. Tentu saja Mama sudah siap dengan baju kerjanya dan Rafa dengan seragam SMA-nya. Sementara Adel masih memakai baju tidur ia semalam.

            "Kamu hari ini gak ngajar?" tanya Mama. Rafa hanya melirik sedikit ke Adel.

            Adel menggeleng. "Aku kan cuma ngajar dari Senin sampe Kamis."

            Mama mengangguk. "Kamu digaji berapa di situ?"

            "Gak ada gaji, Ma. Namanya juga sumbangan."

            "Yah, coba aja kalo ada gaji. Kan lumayan, Mama gak usah kasih uang jajan ke kamu."

            Adel terkekeh. "Dasar pelit."

            "Kenapa kamu gak cari kerjaan yang bisa dapet gaji, sih? Walaupun kecil kan lumayan. Misalnya jadi kasir di toko buku, kek, kan lumayan buat uang jajan kamu. Apalagi kamu kan seneng sama buku."

            Seketika Adel teringat cowok berlesung pipi di Booktopia.

            "Iya, gak kepikiran. Tapi Adel seneng kok ngajar di sini. Anaknya lucu-lucu. Yang penting Adel dapet pengalaman baru, Ma."

            Mama mengangguk setuju. "Bener. Pengalaman gak bisa dibeli dengan apapun."

            Adel tersenyum. Mama jarang setuju dengan ucapan anak-anaknya.

            "Ma, ayo berangkat. Aku belum nyalin PR, nih," ujar Rafa santai dengan wajah datar menyebalkannya itu.

            "Dasar pemales. Liat tuh, karena kamu males, dampaknya jadi ke Mama. Coba kalo kamu rajin, kan Mama gak perlu buru-buru."

            "Iya, Ma." Iya iya aja biar cepet, pikir Rafa.

            "Ya udah, yuk." Mama beranjak dari kursi makannya, tak lupa mengelap bibirnya dengan tisu. Mama mencebik melihat Rafa malah asyik dengan ponselnya. "Tuh kan, malah hapean. Lama, Mama tinggal." Mama langsung berjalan keluar rumah dengan suara high heels-nya yang semakin menjauh seiring Mama berjalan. Rafa mencebik, padahal ia sedang menggunakan Wi-Fi rumah sebelum detik-detik ia berpisah dengan Wi-Fi.

            Adel tersenyum lebar. Ia paling suka di rumah sendirian. Tapi, sebelum menikmati kesendiriannya di rumah, Adel harus ke toko buku. Ia harus membeli buku dongeng anak-anak sesuai dengan ide Putri, dan juga, membeli novel kebutuhannya. Ah, Adel tidak sabar memeluk novel itu!

--

Akhirnya, Adel sampai juga di Booktopia tepat pukul sepuluh—jam toko itu buka. Ia membuka pintu toko dan bibirnya tersenyum lebar melihat buku-buku menyambut kedatangannya. Ia memang selalu tersenyum lebar setiap kali memasuki toko buku.

            Asyik berjalan dengan toko yang masih sepi, Adel sampai tidak sengaja bertubrukan dengan seseorang yang tengah membawa tumpukan buku di tangannya. Adel menganga lebar, dan segera membantu membereskan buku-buku berserakan yang masih dibungkus plastik.

            "Duh, maaf ya, Mas," ucap Adel lalu memberikan tiga buku yang ia dapat di lantai kepada si pelayan toko buku itu. Namun tubuh Adel terasa membeku setelah itu, setelah melihat Daryl ada di hadapannya.

            Daryl tersenyum. Jujur saja, ia belum siap bertemu dengan wajah manis milik Adel. Ketidaksiapannya itu membuat jantungnya bekerja tidak normal. Tapi Daryl tetap harus profesional di depan Adel.

            "Nggak apa-apa, kak. Taro sini aja bukunya." Daryl menyodorkan tumpukan buku di tangannya, lalu Adel meletakan buku-buku yang ia pegang di atas tumpukan buku itu.

            "Sekali lagi, maaf ya," ujar Adel kikuk.

            "Nggak apa-apa. Seharusnya saya yang minta maaf. Kamu nggak apa-apa?"

            Duh kenapa pake ditanyain, sih. Udah tau aku orangnya baperan. "Nggak, saya nggak apa-apa."

            Daryl mengangguk. "Sekali lagi maaf ya, kak, udah mengganggu kenyamanannya."

            Adel tersenyum dan mengangguk, lalu ia langsung melipir ke tempat lain. Daryl menoleh ke arah Adel melangkah, sampai gadis itu benar-benar tidak terlihat dari pandangannya.

            Adel menghela napas panjang dengan lega. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dari Daryl dengan buku-buku yang ada di hadapannya. Ia mengambil buku Red Queen terlebih dahulu. Entah, ia takut kehabisan.

            Ia pun pergi ke buku bacaan untuk anak-anak. Ia mengambil tiga buku berjudul Cerita Anak Pemberani, Kura-Kura, dan Dongeng Kancil dan Sahabat Rimba. Adel tersenyum melihat buku-buku itu. Semoga anak-anak pada suka, deh.

            Adel rasa sudah cukup buku yang harus ia beli. Ia pun berjalan menuju kasir, namun ia berhenti di bagian buku non-fiksi begitu melihat buku Siapkah Saya Menjadi Guru SD Revolusioner? Ia tersenyum, dan tertarik pada buku tersebut. Ia pun memutuskan membeli buku itu dengan uang jajannya yang benar-benar sudah menipis. Ah, nanti minta Mama ganti, deh. Kan buku ini penting. Batin Adel.

            Adel merasa kerepotan dengan tumpukan buku yang ia beli. Ia lupa mengambil tas belanja karena sehabis bertubrukan dengan Daryl. Tapi untungnya begitu ia memutarbalikan badan, ia mendapatkan Daryl dengan tas belanjaan yang sudah cowok itu buka.

            "Masukin sini aja," ujar Daryl. Adel tersenyum lalu memasukan buku-bukunya ke dalam tas belanja yang Daryl pegang.

            "Makasih banyak, ya. Kayaknya dari kemaren saya repotin kamu terus." Adel terkekeh. Gadis itu tidak menyangka ia bisa berbicara cukup panjang seperti itu. Biasanya pada pelayan sebuah toko, ia hanya mengucapkan sebatas terima kasih. Apalagi kalau dilayani sama cowok tampan seperti Daryl, bicaranya akan jauh semaki irit karena salah tingkah.

            Daryl juga terkekeh. "Gak apa-apa. Kan tugas saya sebagai pekerja di sini melayani customer."

            Adel tersenyum, meraih tas belanja yang ada di tangan Daryl. Daryl melempar senyum pada Adel lalu pergi ke arah lain. Adel tak dapat menutupi senyumnya yang sangat lebar kali ini.

            Adel melepas kaca mata yang bertengger di wajahnya dan memasukannya ke dalam kotak kaca mata di dalam tas. Adel selalu mengenakan kaca mata saat membaca, walaupun hanya membaca sinopsis di setiap buku yang ia beli. Ia tidak mungkin membeli buku tanpa membaca sinopsisnya terlebih dulu.

            Gadis itu akhirnya sampai di depan kasir. Akhirnya, ia tiba di kasir pertama kali tanpa mengantre karena memang hanya ia pengunjung yang ada di toko itu. Namun Adel semakin bingung karena tidak ada siapapun yang menjaga kasir. Apa aku yang terlalu kepagian, ya?

            "Misi?" tanya Adel dan memang tidak ada siapapun di sana. Adel menatap sekeliling, mencara salah satu pelayan yang ada di dekatnya.

            Saat itu Daryl sedang berbincang dengan rekannya, Angga. Melihat Adel celingak-celinguk di kasir, Angga langsung mencolek Daryl. "Eh eh, kasir kosong tuh. Si Intan mana, deh?"

            Daryl menoleh. Matanya melebar melihat Adel menunggu. Kalau Pamannya tahu, pasti Pamannya marah. Tanpa berkata apa-apa, Daryl langsung yang mengganti posisi temannya.

            "Maaf, kak," ucap Daryl dengan napas tak beraturan. Daryl mengambil tas belanjaan Adel.

            "Iya, nggak apa-apa," jawab Adel lalu merogoh tasnya untuk mencari dompet. Daryl berhenti melihat dongeng anak-anak dan juga buku untuk mengajar. Daryl melirik ke arah Adel yang masih fokus dengan tasnya. Daryl pikir, selain membaca, Adel gemar memasak karena kemarin ia membeli buku-buku masak. Tapi sekarang ia bingung mengapa Adel membeli buku seperti ini.

            Oh, kayaknya buku ini disuruh Mamanya kali, ya? Kayaknya Mamanya cewek ini guru.

            Adel sudah tidak fokus pada tasnya, dan kini menatap Daryl. Cowok itu langsung membuyarkan pikirannya. Urusan Adel sama sekali bukan urusannya.

            "Dua ratus lima ribu, kak."

            Adel memberikan kartu debit miliknya. Ia sengaja tidak ingin menggunakan uang cash, supaya tidak teledor lagi.

            "Ini," ucap Daryl seraya memberikan kartu debit milik Adel, struk belanja, dan uang sebelas ribu. Dahi Adel berkerut melihat lembaran uang di sana.

            "Uang apa ini, Mas?" tanya Adel seraya menerima yang diberikan Daryl.

            Daryl terkekeh. "Kemaren kamu lupa ambil uang kembali, kan?"

            Adel tersenyum tiga jari. Hal ini setidaknya bisa membuat imejnya terlihat lebih baik di depan Mamanya. "I-Iya. Aduh, makasih banyak, ya."

            "Sama-sama. Lain kali jangan begitu. Di toko lain belum tentu mau kasih kembalian yang lupa kamu ambil."

            Adel berusaha menutupi senyumnya. Entah mengapa suara lembut Daryl membuat dirinya lebih tenang. "Iya, makasih ya."

            "Terima kasih kembali." Adel tersenyum lalu mengambil kantong belanjaannya. Daryl tersenyum melihat Adel sampai gadis itu tidak terlihat lagi dari pandangannya.

****

minta vommentnya ya! makasih banyak buat yang udah luangin baca cerita ini:) ehehhee

Continue Reading

You'll Also Like

594K 21.9K 31
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
5.4K 379 30
Lili dan Leo sama-sama kehilangan orang tercinta. Namun apakah pertemuan mereka murni takdir? Atau malah sebuah cerita rahasia yang tidak mereka keta...
3.8M 83.6K 52
"Kamu milikku tapi aku tidak ingin ada status terikat diantara kita berdua." Argio _______ Berawal dari menawarkan dirinya pada seorang pria kaya ray...
193K 17.6K 5
[hanya dipublish di http://wattpad.com/user/just-anny, jika menemukan cerita ini di situs lain artinya itu merupakan PLAGIAT/PENYEBARAN TANPA IZIN] D...