Untold Feelings

Par loozeey

35.6K 3.8K 524

Bagi Daryl, Adel selalu tampak cantik dengan kemeja kotak-kotak kebesaran yang ia kenakan, rambut dicepol yan... Plus

Prolog & Author's Note
1. Pertemuan Pertama
2. Ibu Daryl Makhluk Planet
4. Salah Tingkah
5. Pengusik Kesendirian Adel
6. Tidak Cinta Bukan Berarti Benci
7. Berkelahi
8. Nama Daryl Bukan Nama Asing
9. Dikelilingi Orang-Orang Kutu Buku
10. Mengantar Adel dengan Motor
11. Undangan dari Orang Masa Lalu
12. Masak dan Makan Bersama Daryl
13. Keputusan Bella Sudah Bulat
14. Diantar Pulang Reno
15. Pembelaan untuk Ivan
16. Fans Terberat Queen
17. Kehadiran Buku-Buku Sumbangan
18. Kedatangan Tamu tak Diundang
19. Makan Bersama
20. Keluhan dan Cerita Reno
21. Makan Ditemani Adel, Lele, dan Kerang
22. Konsekuensi dari Segala Perbuatan
23. Kejadian yang Sebenarnya
24. Diam-Diaman sama Daryl
25. Kekecewaan Terbesar di Hidup Daryl
26. Datang dan Pergi
27. Saran dari Adel
28. Menikmati Nyanyian Pengamen
29. Bagaimana Kabar Winda?
30. Peningkat Mood Jelek Adel
31. Takut Akan Risiko
32: Pertemuan Pertama Adel dan Bella
33. Dua Cowok yang Berbeda Kepribadian
The Sword Princess
34. Sebentar Lagi Ulang Tahun Reno
35. Pergerakan Daryl yang Lambat
36. Sama-Sama Hancur
37. Fakta Mengejutkan Lainnya
38. Hati-Hati, Pengkhianat Ada Di Mana-Mana
39. Bertemu dengan Sumber Kebahagiaannya
40. Adikku, Pahlawanku
41. Aku Bisa Menjadi Tamengmu
42. Bertemu dengan Orang yang Tidak Diinginkan
43. Pertolongan dari Daryl
44. Terima Kasih, Daryl!
45. Lembaran Baru untuk Daryl dan Adel

3. Mama Pelit

1K 114 9
Par loozeey

Adel akhirnya berhasil mengajak Deno ke toilet walaupun harus berbohong. Sebenarnya Adel tidak tega harus berbohong sama Deno. Tapi, mau gimana lagi?

Adel perlahan membuka celana sekaligus dalaman Deno. Tentu saja wajah Adel kini sudah kusam dan kusut. Deno diam saja. Sepertinya dia ingin bertanya di mana Ibunya, tapi ia malu dan takut untuk bersuara. Deno merasa tidak enak pada kakak satu ini.

"Deno bisa cebok sendiri, gak?" tanya Adel.

Deno mengangguk dan Adel bernapas lega. Kini beban yang harus ia pikirkan adalah, bagaimana cara menggantikan celana Deno yang sudah kotor? Tidak mungkin Deno memakai dalaman yang sama kalau kotor seperti ini. Adel menyesal ia tidak terlalu siap untuk mengajar anak-anak. Seharusnya ia memiliki pikiran sampai sejauh ini—membawa celana dalam cadangan untuk anak-anak. Adel mendengus, ia merasa payah.

"Deno?!" suara khas Emak-Emak memasuki telinga Adel.

Deno akhirnya tersenyum. "Ibu."

Adel bernapas selega-leganya dengan kehadiran Ibunya Deno, ditambah lagi Ibu itu membawakan celana untuk Deno. Memang, setiap Ibu manapun merupakan malaikat penolong.

"Aduh Deno, kok bisa BAB di celana, sih? Bikin malu aja," ujar Ibunya sambil sibuk membersihkan bagian kotor Deno. Ibunya Deno menoleh pada Adel, lalu Adel melemparkan senyum ramahnya. "Duh, maaf ya, Neng, jadi ngerepotin. Tadi saya denger dari Pak Rahmat kalo anak saya BAB di celana, jadi saya langsung ke sini. Sekali lagi, maaf ya, Neng."

"Aduh nggak apa-apa kok, Bu. Namanya juga anak kecil. Lagian saya yang harusnya minta maaf, soalnya gak siap sedia sama keadaan-keadaan kayak gini. Untung Ibu datang."

Ibu itu tersenyum. "Nggak apa-apa. Kamu mau ngajarin anak saya secara cuma-cuma saja, sudah bikin saya bersyukur." Adel tersenyum kecil. "Kamu kembali gih ke pekerjaan kamu, biar Deno saya yang urus aja."

Adel mengangguk. "Makasih, Bu." Adel pun pergi meninggalkan mereka, menatap mereka sejenak, dan tersenyum lebar setelah itu.

--

Adel mendaratkan tubuhnya di kasur setelah selesai mandi. Tak lupa, ia mengambil dua novel yang ia beli waktu itu ke kasurnya. Ia menimbang-nimbang, mana duluan ya, yang aku baca?

Yang satu buku Indonesia, yang satu buku terjemahan berhalaman tebal. Sepertinya buku Indonesia yang setebal sekitar tiga ratus halaman akan menjadi pilihan Adel untuk disantap pertama. Namun ia juga penasaran dengan novel fantasi berjudul King's Cage ini. Alhasil, ia membuka Google untuk mencari tahu mengenai buku trilogi itu.

Namun setelah mendapatkan sebuah informasi, rahangnya jatuh. Ternyata buku seri pertamanya berjudul Red Queen. King's Cage adalah buku ketiga dari trilogi itu. Aduh! Aku salah beli, dong?

Kini, ia berdoa agar Mamanya mau berbaik hati membelikan buku yang ia inginkan itu.

Adel pun berjalan menghampiri Mamanya. Mama sedang membaca buku berjudul Bunga Rampai. Itu bukan novel, karena Mama tidak suka membaca novel. Itu buku yang membahas mengenai pekerjaannya, yaitu pengacara. Berbeda dengan Adel yang tidak akan membiarkan novelnya lecak, Mama tidak peduli dengan kerapihan bukunya. Yang penting, selama bisa dibaca, bukan merupakan sebuah masalah besar bagi Mama.

"Ma," akhirnya Adel bersuara. Adel tidak melihat secangkir teh atau kopi di dekat Mama, yang biasanya selalu menjadi teman Mama saat sedang membaca. Hal ini bisa dijadikan Adel sebagai celah masuknya ia untuk meminta uang.

"Ya?" tanya Mama dengan matanya yang masih terpaku pada tulisan-tulisan di buku itu.

"Tumben Mama gak minum teh. Mau aku buatin?"

Alis sebelah Mama terangkat. "Gak perlu."

"Atau kopi? Biar seger lagi, gitu."

"Kalo minum kopi, nanti Mama gak bisa tidur, dong," balas Mama seraya membalikan kertas selanjutnya.

"Hmm, atau mau—"

"Kamu mau apa?" akhirnya Mama mendongak menatap Adel. Tentu saja dengan mudah Mama menebak gerak-gerik Adel, karena biasanya gadis itu tidak begitu peduli jika Mamanya tidak minum teh atau kopi. Selama belum disuruh, Adel tidak akan seinisiatif itu untuk bergerak.

Adel cengengesan lalu gadis itu duduk di kursi di hadapan Mamanya. "Gini Ma, hmm...." Adel paling gelagapan kalau sudah harus minta uang sama Mamanya, apalagi minta uang mengenai urusan yang tidak penting, seperti urusan yang seperti sekarang misalnya. Bukannya Mama Adel tidak memiliki uang, tapi ia sangat mendidik anak-anaknya bahwa mendapat uang tidak semudah kita berkedip.

"Apa, Adel?" Mama menatap Adel dengan tatapan dan nada tegasnya itu. Seakan-akan berkata, 'jangan kelamaan bicara, kamu itu sudah membuang-buang waktu Mama'. Adel sudah biasa akan itu.

"Jadi, gini, kan kemaren aku belin novel tuh Ma. Tapi ternyata novel itu trilogi. Dan aku salah beli, aku malah beli buku ketiganya, bukan buku yang pertama," jelas Adel, diakhiri dengan cengiran.

"Terus?"

"Boleh minta uang lagi gak buat beli buku pertamanya? Adel janji—"

"Adel," sela Mama lalu menghela napas berat. "Pertama, kamu kemarin udah beli dua novel yang harganya ngelebih-lebihin buku Mama sendiri. Buku yang Mama butuhin itu gak ada apa-apanya harganya dibanding dua novel yang kamu beli. Kedua, kamu kemaren lupa ambil uang kembalian. Terus, sekarang kamu minta uang lagi sama Mama?"

"Ya ampun, cuma sebelas ribu, Ma."

"Sebelas ribu itu uang, Adel," balas Mamanya jauh lebih tegas. "Sekarang kalo Mama usir kamu dari rumah dan kamu harus cari uang sebanyak sebelas ribu tanpa Mama bekalin apapun, apa kamu bisa?" Adel terdiam. "Bisa. Tapi lama."

"Terus, Mama mau usir Adel?"

"Ya, enggaklah!" Mama memutar bola matanya. "Pokoknya, Mama gak mau beliin kamu novel. Tunggu bulan depan."

Adel mendengus. Mama pelit, pikirnya. Walaupun Adel sudah menginjak umur dua puluh tahun, sikap kekanakannya tak dapat lepas dari jiwa gadis itu.

"Ada apa, sih? Kok ribut-ribut aja kalian." Papa pun datang dan bergabung di kursi meja makan bersama mereka.

"Itu, biasa si Adel, minta beli uang buat beli novel. Padahal baru beberapa hari lalu aku beliin dia novel," jawab Mama seakan mengadu.

"Lho, kenapa minta lagi, Adel?" tentu saja ini terdengar aneh bagi Papa, karena Papa tahu persis Adel tidak semudah itu menghambur-hamburkan uang. Terima kasih kepada Mama untuk itu.

Adel pun menjelaskan persis yang ia jelaskan pada Mamanya tadi. Ia tahu, setelah ini Papanya akan memberikannya uang. Adel sebenarnya tidak enak kalau meminta uang pada Papa. Adel juga tidak tahu mengapa. Mungkin karena Papa terlalu baik pada Adel, selalu memberikan apapun yang Adel mau selama ia masih bisa memberikan. Beda sama Mamanya, yang segala-galanya diberi batasan.

"Oh, karena itu. Ya udah, emang berapa harga bukunya?"

"Sekitar tujuh puluh sampe delapan puluh gitu Pa, kayaknya."

"Tuh kan, mahal," celetuk Mama.

"Ya udah, nanti Papa kasih delapan puluh, ya." Papa menoleh ke Mama. "Kamu gitu aja kok pelit banget, sih."

"Bukan pelit, tapi ngedidik. Emangnya kamu, manjain anak terus."

"Nggak apa-apa. Lagian Adel kan jarang minta macem-macem. Sekali-sekali dia teledor, nggak apa-apa dong."

"Sekali? Adel udah keseringan teledor."

"Udah udah, ih." Adel menyudahi perdebatan tak berisi antar Ayah dan Ibunya, apalagi perdebatan ini membahas mengenai dirinya. "Ya udah kalo gitu, makasih ya Pa," tambah Adel diakhiri dengan cengengesan. Papa tersenyum sambil mengangguk. Sementara Mama mendelik ke arah Papa dengan kesal.


Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

Cigarette [TAMAT] Par Qomichi

Roman pour Adolescents

1.9K 349 51
Menurut Maggie, hidupnya sudah terlanjur rusak. Sama seperti rokok, Maggie sadar jika merundung, membolos, membentak guru, dan berkelahi adalah hal y...
1.1K 229 28
[Daftar Pendek Wattys 2022] Kelak bukan lagi milik seorang Clark Sasmoko. Pria yang akan kehilangan nyawanya sebelum sempat berucap I Love You pada b...
374K 2.6K 12
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
4.3K 929 41
🏅Best Branding WRPD RDiamond Publisher Competition 🏅Top 10 Naskah Terbaik 8th Ellunar Writing Festifal Rodentia Montreal, cewek pengerat yang tingk...