Tanpa tahu pasti ini sudah pagi atau masih malam, Mark terbangun. Tidak ada jam dinding di kamar ini, tapi saat bermaksud bergerak mencari jam tangan atau handphone untuk mengecek waktu, ia sadar seseorang dengan sweater rajutan warna khaki memeluknya dari samping...
"Magu?" gumaman suara serak bangun tidur terredam di dada Mark.
"Eh?"
"Mau kemana?" tanya orang itu sambil mengeratkan pelukannya. "Jangan pergi."
Mark mengerjapkan matanya berulang kali, memastikan dia tidak salah lihat. Dengan gemetar ia perlahan menyentuh bagian belakang kepala dengan rambut lurus sebahu yang menempel di dadanya, lalu mengarahkan supaya wajahnya menghadap ke atas.
Tangan satunya lagi menyingkirkan helaian rambut yang berantakan di wajah itu.
"Hng?"
Hampir saja Mark berteriak histeris saat sepenuhnya melihat wajah yang ia kenal ㅡAlice Kim, menatapnya heran dengan mata masih setengah terpejam.
Sejak kapan??
Dan kenapa???
"A-alice," gagap Mark tidak jelas.
"Hm?" wajah mengantuk itu tersenyum tipis.
"Anuㅡ akuㅡ kitaㅡ"
"Kita kenapa?"
"Ki- kita ㅡkita?"
"Apa sih?"
"Ke-kenapa ki-kitaㅡ"
cup
"Hehe."
Mark membeku, dengan mata membulat menatap Alice yang terkekeh malu-malu setelah menciumnya. Ini sih gila.
"Kenapa sih? Kamu ngelindur ya? Hm?" tanya Alice mencubit hidung Mark lembut tanpa mengendurkan pelukannya sedikitpun.
Kepala Mark terasa kaku, bahkan untuk menggeleng.
"Aku kenapa bisa ada disini?" tanya Mark saat akhirnya sedikit tenang.
"Kamu lupa?"
"I-iya..."
"Uhhh cute hehehe."
CUTE ???
Alice pasti sudah gila, pikir Mark. Atau jangan-jangan anak itu keracunan lalu jadi gila.
Dengan gemetaran tangan Mark menghentikan cubitan-cubitan Alice di pipinya.
"Jawab dulu."
"Kemarin malam kan hujan badai," jawab Alice santai. "Ya udah, kamu tidur disini."
Tidur disini.
Tidur disini bergaung puluhan kali di dalam kepala Mark.
"Kita nggak ngapa-ngapain kan? Selain itu?" tanya Mark sembari menelan ludah.
Alice mengerucutkan bibirnya.
"Ngapa-ngapain ngapain?"
Mark berteriak dalam hati ㅡbisa tidak sih Alice tidak memasang ekspresi begitu?
Kemungkinan selain gila atau keracunan, Alice mabuk.
"Ya... Aku nggak berbuat yang aneh-aneh kan?" Mark berusaha tetap berpikir jernih.
"Misalnya?"
"Misalnya..." gagap Mark. "Sesuatu yang nggak sepantasnya terjadiㅡ maksudnya sesuatu yang anuㅡ ah, pokoknyaㅡ"
"Kalau itu yang dimaksud sih, jawabannya iya," potong Alice.
"WHAT? SERIOUSLY?" seru Mark sambil menjambak rambutnya sendiri.
Alice menatapnya serius, tapi lama-lama ekspresinya berubah menjadi tertawa geli. Mark cengo, ia bingung.
"Oh, my bundle of joy," Alice menangkup wajah Mark gemas dengan kedua tangan. "You are deadly cute."
"Jawab yang bener dong," Mark menyingkirkan kedua tangan itu dengan gugup.
"Kidding, honey. Lagian aku nggak ngerti kamu ngomong apa ehehe."
Ho-honey?
"Kamu nggak kesurupan kan?" Mark meraba jidat Alice.
Selain gila, keracunan, atau mabuk, kemungkinan selanjutnya adalah kesurupan.
Gadis itu bergumam sambil menggelengkan kepalanya yakin. Sekarang Mark yang meragukan kewarasannya.
"Alice... kitaㅡ"
"I love you~"
Mark merasa sekujur tubuhnya memanas.
"Hah?"
"Ih," gerutu Alice. "Masa diulangin kan malu."
I love you, katanya???
Ini berkah atau cobaan?
Mata Mark terpaku pada wajah Alice yang hanya tinggal beberapa senti di hadapannya ㅡtersenyum manja seperti anak kecil. Kenapa semuanya tiba-tiba jadi begini sih?
Tapi toh dalam keadaan seperti ini akal sehat Mark kalah. Mana bisa ia menolak , kan?
Dengan mata terpejam, perlahan ia mempersempit jarak dengan Alice...
cup
mendarat mulus.
"Ngh."
Mark merasakan jidatnya didorong pelan.
"Hyung?"
Hah? Hyung?
Mark membuka mata perlahan, kepalanya agak pusing. Hal yang pertama yang ia lihat adalah kulit manusia. Lebih tepatnya, leher Na Jaemin.
"Heh gila!" Jaemin, masih setengah sadar, mendorong kepala Mark menjauh dari lehernya.
"Ih!" pekik Mark kaget, ia melepas pelukannya di pinggang Jaemin lalu berguling menjauh.
"Yaiks, basah," Jaemin meraba lehernya dengan jijik.
Mark berbaring telentang sambil melihat ke sekeliling kamar Jaemin dengan bingung. Dia baru ingat, tadi malam setelah mengantar Alice pulang ia pergi ke rumah Jaemin untuk menjernihkan pikiran ㅡdan akhirnya menginap.
"Sorry, nggak sengaja," ujar Mark sambil menghela nafas.
"Parah deh," Jaemin cemberut. "Jangan-jangan lo homo?"
"Weh enggak lah," kilah Mark.
"Gini-gini gue masih normal, hyung," ujar Jaemin.
"Iya-iya, udah nggak usah dibahas!"
"Kok mukanya merah sih?" Jaemin beringsut mendekat. "Wah habis mimpi jorok ya?"
"Mimpi jorok apa? Mainan tai ayam?" Mark berguling memunggungi Jaemin.
"Alah pura-pura nggak tau," cibir Jaemin.
Mark tidak menanggapi Jaemin, ia sibuk memarahi diri sendiri mengingat mimpi sialan tadi. Iya, tidak mungkin seorang Alice bersikap manja dan clingy seperti itu di kenyataan.
Bodoh, walaupun cuma mimpi rasanya ia berdosa.
"Hayo, sama siapa?"
Tiba-tiba Jaemin dengan jahil memeluk Mark dari belakang, membuatnya terperanjat kaget.
"Jaemin ih, awasㅡ jangan macem-macem!"
"Siapa sih? Koeun? Herin? Arin? Miyabi?"
"Bukan siapa-siapa ah," Mark mengelak.
"Eh jangan gitu," Jaemin menopangkan dagunya di pundak Mark. "Kasih tau dong."
"Nggak."
"Kasih tau."
"Nggak."
cup
"EW!" Mark berteriak jijik sambil memegang pipinya. "NA JAEMIN!"
Tapi Jaemin sudah berlari menjauh sambil tertawa puas.
"Satu sama! Dikira nggak jijik apa bangun tidur dicium homo?"
WKWKWKKWKW KACAU JIWA MARKMINKU KUMAT XD
BTW GAES
LOOK WHO IS COMING ?!!?!?!
YEOKSHII UCAPAN ADALAH DOA!!!
*crying like a proud mom
next chapter now, yes or no?
mumpung aqu lagi seneng nih h3h3