Agatha sudah sampai di sekolah pagi ini dengan wajah yang amat sumringah, ia mendapat banyak pujian karena keberhasilannya di acara ulang tahun sekolah kemarin banyak yang terkesan dengan semua acaranya.
"Tha sore ke mal yuk beli baju!" ajak Riska.
"Minggu kemarin emang kalian gak jadi?" tanya Agatha saat sudah sampai di kelas.
"Kalau formasi kita gak lengkap gue malas." Ucap Febri yang di setujui oleh Riska.
"Sweet banget sih kalian, tapi gue mesti minta maaf karna hari ini gue masih harus jagain Kak Alvin." Agatha terus membaca deretan rumus matematika.
"Kak Alvin lagi? Please deh dia tuh udah gede gak perlu lo jagain." Riska menahan kesal karena setiap kali ia ingin berkumpul dengan kedua sahabatnya Agatha selalu menolak dengan alasan ia ingin menjaga Alvin.
"Inget loh Tha, Kak Alvin memang impian lo tapi, dia bukan segalanya." Ucap Febri sedang memakan permen karetnya.
"Iya gue juga ngerti, tapi untuk sekarang gue minta pengertian kalian kalau Eza sakit gue rasa lo akan ngelakuin hal yang sama kan?" Agatha menatap Febri.
"Kok lo malah bahas Eza, out of the topic." ucap Febri kesal lalu meninggalkan kelas.
"Gue kecewa sama lo Tha." Riska pun menyusul Febri, Agatha bingung apa perkataannya salah namun ini memang sebuah kenyataan.
*******
Agatha sedang berjalan menuju ruang musik karena ingin mengambil beberapa berkas untuk di berikan kepada Bu Ina namun ketika ia sampai di depan itu ada sesuatu yang mengganjal, disana Kak Alvin dan Mila sedang berlatih gitar bersama tertawa bersama seperti hal yang dulu ia lakukan namun kali ini Mila yang memainkan peran itu, hati Agatha tersayat pisau tajam yang berkarat sangat perih. Ia merasa di bohongi saat tadi pagi Alvin berkata bahwa hari ini tidak akan masuk sekolah dan Agatha seperti biasa mempercayai itu tapi kenyataannya sungguh diluar perkiraan.
Tak sanggup lagi di pungkiri kenyataan ini menghantam hati Agatha yang baru saja dilambungkan setinggi langit dan sekarang sudah jatuh berkeping, niatnya ia urungkan untuk memasuki ruang musik karna tak sanggup melihat adegan mesra mereka jadi ia memutuskan untuk berjalan menuju gedung belakang sekolah untuk menenangkan diri.
*******
"Gile bos ku tak sangka punya bakat jadi aktor!" ucap Rangga saat geng Aldo telah berkumpul di markas mereka tepat di gudang belakang sekolah.
"Lebay lo kayak alay!" ucap Aldo membuat satu ruangan dipenuhi canda tawa.
"Oh Romeo kau tampan sekali, aku ingin mengecup mesra dirimu." Tiru Okky layaknya Juliet.
"Kampret lo nyosor gue, gue bilangin Riska nih!" seru Rangga membuat gelak tawa kembali terdengar.
"Men bagi rokok dong, belum sempat beli." Aldo yang merasa mulutnya sudah gatal.
"Yah rokok gue abis, dikuras sama tuh dua kunyuk!" menunjuk ke arah Rangga dan Okky sedangkan yang ditunjuk malah nyengir.
"Yauda gue keluar beli dulu, duluan aja kalau mau balik ke kelas" Aldo ijin pamit membeli ke warung di belakang sekolah.
"Siap bos!" serentak suara geng Aldo bergema.
Suara tangisan kecil menghentikan langkah Aldo, dengan ragu ia mendekati asal suara itu dalam hati ia berdoa keputusannya tidak salah pasalnya sudah banyak rumor bahwa sekolahannya angker, dulunya rumah sakit, atau bangunan sekolah didirikan di atas tanah kuburan.
"Mudah-mudahan bukan kuntilanak." Harap Aldo.
Setelah mengintip Aldo menemukan siapa yang berada di tembok belakang gedung sekolah adalah seorang gadis berambut panjang sedang menangis, tak terlalu kencang namun mampu mengusik batin seorang Aldo. Ia sudah tahu siapa wanita itu dan ia bersyukur karena itu bukan kuntilanak, ia mencoba diam dan memperhatikan gadis itu sampai ia tidak tahan karena gadis itu tidak berhenti menangis jadi ia menghampirinya.
"Gue punya tempat sepi, dan lo bisa nangis sepuasnya." Ucap Aldo menyender di tembok di samping Agatha dan yang diajak bicara hanya diam masih tersisa sakit hati seusai melihat perlakuan Alvin.
"Ikut gue." ucap Aldo sambil melangkah menuju arah yang berlawanan dengan sekolah.
Aldo dan Agatha telah sampai di sebuah lapangan yang ditumbuhi banyak rumput yang tidak terlalu besar disampingnya terdapat gedung yang dari bagian belakang seperti tidak dihuni.
"Lo bisa nangis sepuasnya disini." ucap Aldo lalu duduk di lapangan rumput itu dan menatap lurus ke depan, suasana teramat teduh karena ada sebuah pohon besar yang menaungi mereka. Agatha pun tak ragu duduk disamping Aldo menatap lurus kedepan melihat bagaimana kejadian detail ia melihat Alvin bersama Mila sangat romantis layaknya pasangan kekasih, saat mengingat hal itu ia kembali menangis kali ini dalam diam, dengan menggunakan kedua telapak tangan menutupi wajahnya tak terasa sudah setengah jam berlalu Agatha menangis sekarang ia merasa air matanya sudah terkuras habis, ia pun menatap Aldo yang masih setia disampingnya.
"Ternyata lo bisa nangis juga ya?" tanya Aldo dan tidak di balas Agatha, ia malah melihat ke jam tangan lalu menjadi gelisah.
"Bolos dua kali gak bikin lo bego kok." Ucap Aldo seperti dejavu.
"Gak bego cuman oon!" suara Agatha parau.
"Suara lo jelek kayak bebek kejepit."
"Hina terus aja!" Balas Agatha lagi sudah lama idak terjadi perdebatan diantara mereka dan Aldo hanya terkekeh.
"Gue bisa akting buktinya kemarin kita sukses." Aldo menyombongkan diri.
"Terserah." Ucap Agatha malas, ia ingin kembali ke kelas namun perasaannya belum lebih baik.
"Do." Panggil Agatha setelah tidak ada perbincangan diantara mereka.
"Hmm?"
"Kalau lo di suruh pilih bakal lebih milih sahabat atau gebetan?" tanya Agatha spontan sebab itulah yang ia rasakan saat ini, Aldo berfikir sejenak.
"Keduanya, karena sama-sama punya tempat penting buat gue."
"Tapi gebetan lo baru aja ngecewain lo?" tanya Agatha lagi.
"Kalau namanya jatuh cinta ya siap kecewa dan lebih parahnya patah hati." Ucap Aldo spontan membuat Agatha tertohok, ia pun diam. Aldo tahu siapa yang Agatha maksud, hanya ia ingin tidak ada luka yang lebih dahsyat di hatinya jadi ia memilih diam.
"Gue ke WC sebentar ya, lo disini dulu aja." Aldo sudah lama ingin memberikan ini, hanya saja menunggu saat yang tepat. Agatha mengangguk, udara disini jauh lebih baik.
Aldo berjalan cepat menuju toilet. "Bos emang siapa yang ulang tahun sih? Kok kita gak diajak?" Okky menyerahkan sebuah kotak berpita.
"Nanti gue kasih tau, sekarang dikelas lagi ada guru gak?" Tanya Aldo.
"Gak ada bos, kan Bu Puji dinas keluar." Jawab Rangga.
"Bagus, kalo ada guru kabarin gue ya." Aldo menepuk bahu kedua sahabatnya, setelah itu berlari cepat.
"Kayaknya bos lagi sama Agatha deh, dua-duanya bisa pas gitu gak ada di kelas.
*******
"Tha, gue punya sesuatu supaya lo gak sedih lagi." Aldo memberikan sebuah kotak berwarna coklat kepada Agatha.
"Apaan nih? Bom ya?" tanya Agatha dengan wajah yang kaget.
"Kalau ini bom kita meledak bareng? Lo mau mati bareng gue? Kayak Romeo sama Juliet?" tanya Aldo beruntun membuat Agatha jijik dengan itu semua.
"Ogah, mati kok ngajak-ngajak!" Agatha baru saja ingin membuka kotak itu.
"Nanti aja bukanya," tangan Aldo menahan.
"Gimana hubungan lo sama Alvin?" tanya Aldo spontan, inilah pertanyaan yang selalu berputar di kepala Aldo setiap malam.
"Baik" jawab Agatha singkat.
"Lo suka dia?" Aldo spontan, ia harap jawabannya tidak membuat hatinya tersayat.
"Cuman cewek bodoh yang gak suka sama Kak Alvin." Jawaban itu sudah cukup membuat hati Aldo seperti terkena ribuan pisau tajam .
"Lo bakal jadi kakak ipar gue dong? Harus baik lah sama adik ipar." Aldo tersenyum padahal dalam hati menjerit.
"Gue rasa lo ketuker di rumah sakit kakaknya good adiknya bad." Spontan perkataan itu membuat lagi-lagi Aldo teramat miris.
"Ya kita memang beda gak bisa disamakan, gue gak akan pernah jadi Alvin dan sebaliknya." terang Aldo setelah itu ia bangkit berdiri dan bersiap melangkah pergi sementara Agatha bingung apa perkataannya tadi melukai Aldo?