PRELUDE

By naaadns

418K 19.7K 2.6K

" love you like crazy! " Aku tidak menganggap diriku gila sebelum mengenalmu. Aku normal... sangat normal Ka... More

Prolog
Pencarian part 1
Pencarian part 2
pencarian part 3
Rahasia -bagian 1-
Rahasia -bagian 2-
Rahasia -bagian 3-
Mr and Mrs Scandal -1-
Mr and Mrs Scandal -2-
Mr and Mrs Scandal -3-
Trouble Maker -1-
Trouble Maker -2-
Trouble Maker -3-
Just wild and young -1-
Insert (promotion) suami simpanan
Just wild and young -2-
Just wild and young -3-
You changed my world -1-
You changed my world -2-
You changed my world -3-
Criminal of Love -1-
Criminal of Love -2-
Criminal Of love -3-
Punishment and Loyalty -1-
Prelude...introduce part of characters
Punishment and loyalty -2-
Punishment and loyalty (part 2 complete)
Punishment and loyalty -3-
Please...remember me.. -1-
please ...remember me -2-
Please...remember me -3-
The choice -1-
The Choice -2-
Eternity -1-
Eternity -2-
Eternity -3-
Romeo and Juliet -1-
Romeo and juliet -2-
Romeo and Juliet -3-
lose
Almaqhvira (pengampunan)
it's you...
the last....(final) -1-
The last (final) -2-
Prelude season 1 -end-
ekstra and ....
prelude - iridescent and redemption part 1
prelude -iridescent and redemption part 2
prelude- iridescent and redemption part 3
prelude - iridescent and redemption part 4
prelude - iridescent and redemption part 5
prelude -iridescent and redemption part 5 / continue
Prelude - iridescent and redemption / part 6-
PRELUDE - iridescent and redemption part 7
PRELUDE - iridescent and redemption/ part 8
prelude-iridescent and redemption part 9

The Choice -3-

7.1K 401 63
By naaadns

"Serahkan dia padaku...."

Menyerahkan vanilla pada ayahku yang sudah beristri?!

Orang waras mana yang setuju?!!

***PRELUDE***

Javier Pov

Bentang waktu diantara kami terlalu besar, jarak yang tumbuh membedakan berapa lama kami hidup di dunia inipun cukup besar.

Tetapi itu tak menjadi ukuran untuk seorang william, dia sangat matang...terlalu matang, tidak menua seperti pria dewasa lainnya.

Aneh tapi itu nyata.

Siapapun di buat merinding dengan fisiknya yang masih segar bugar, tampan, memesona dan penuh kharismatik, berwibawa dan terlalu menggoda untuk dilihat.

Hidupnya penuh mistery, jalan pemikirannya sulit ditebak. Dan aku sebagai anaknya mengagumi dari ujung kepala sampai keujung kaki, dari luar penampilannya sampai ke dalam mata batinnya.

Namun...

Rasa itu..

Sepertinya tidak lagi menggelayut dibenakku, seperti memudar.

Aku salut bagaimana ayahku menumbangkan banyak wanita tanpa usaha, hanya karena melihatnya para wanita akan bertekuk lutut dan meremas jari mereka dengan gelisah, tentu saja memuja dan menginginkan william.
tidak perlu kerja keras bagi ayahku menyentuh hati seorang wanita.

Anak kecil pun akan tersenyum jika ia tersenyum..berbeda denganku, banyak yang mengatakan...hidupku selama ini seperti bayang-bayang william.

Aku mengikuti jejaknya begitu persis sampai mereka menjuluki kami berdua kembar beda generasi.

Entah mengapa Tuhan memberikan kami wajah yang sekilas nyaris sama, bentuk tubuh yang sama-sama besar, sama-sama berbentuk, dan kami sama-sama tinggi...orang bilang sama-sama tampan dan panas!

Perbedaannya hanya terletak pada bola mata william yang hitam pekat, sementara aku memiliki warna mata cokelat muda namun sama-sama tajam saat melihat siapapun.

Kulitku lebih putih dibandingkan ayahku, condong berjenis albino.
jelas...karena aku bukan anak kandungnya. Sedikit mirip saja sudah ajaib buatku, hingga tak banyak orang curiga...jika javier sebenarnya sudah tiada.

Putra william sudah meninggal...dan aku menggantikannya.

William menyayangiku melebihi putra kandungnya sendiri, rasa sayangnya padaku membuatku jauh merasa lengkap.

Didampingi sang istri mariana yang tak surut mencurahkan perhatian tulusnya padaku, keduanya menjadi kombinasi paket lengkap sebagai orang tua sempurna dari Tuhan menggantikan mereka orang tua kandungku yang tak ada untukku.

Akan tetapi...

Semua yang kulihat kini...yang ku duga, tak seperti bayanganku selama ini.

Seperti kamuflase!

Bagaikan menonton sebuah drama, aku hanya menjadi penonton yang tertipu mentah-mentah oleh para pemain di sekelilingku.

Dimulai ayahku yang diam-diam memiliki affair dengan gadis lain dan ibuku yang entah mengapa menjadi wanita malang dalam hidupnya.

Lalu aku...dihadapkan tiga wanita sekaligus yang sukses mengacaukan perasaanku.

Jeanita...dia cinta pertamaku..tapi sepertinya bukan cinta terakhirku.

Jujur...aku masih sangat menyayanginya meski cintaku padanya tak terbalas oleh kebahagiaan di dunia nyata.

Kami berpisah demi seorang wanita sialan yang muncul kekehidupanku.. wanita dengan kecantikkan mengerikan yang baru pertama kali ku temui.

Cateluna...wanita penuh obsesi yang berani merebut posisi jean, hingga cinta pertamaku berlabuh dipelaminan orang lain.

Bukan pelaminan kami...tetapi james..temanku.

Bersama cateluna aku diajarkan caranya membangkitkan emosiku, memelihara mulutku untuk tak jujur, menahan mati-matian hatiku untuk tak jatuh kepelukkannya.

Siapapun menginginkan cateluna...bahkan ayahku...terkecuali diriku...ya. aku tidak menginginkannya sama sekali!

Setiap melihatnya hanya ada kebencian yang lama kelamaan tumbuh tak terkendali.

Mengapa aku membencinya.. disaat semua orang menyukainya?!

Sungguh...awalnya aku mengira ada yang salah dengan otakku..mengapa aku bisa tak menyukai wanita seperti cateluna? Dia cantik, pintar, sexy, semua pria menggilainya.

Tapi entah mengapa hatiku tak pernah terjamah sedikitpun...

Dan saat cateluna berhasil membuatku tergoda...saat aku merasa tidak waras karena menelan pendirianku..jika hatiku mulai tersentuh olehnya.

Tuhan menjawab kebimbanganku... dihadapanku...bukan cateluna sesungguhnya.

Bukan wanita yang kutanamkan kebencian.

Tetapi seorang wanita polos yang tanpa disangka meleburkan egoku.

Vanilla...

Ya, vanilla..

Dia semanis namanya, caranya menatapku berbeda dengan cara cateluna atau wanita lain menatapku.

Bukan malu-malu kucing atau..malu-malu tapi menghanyutkan...bukan pula menatap karena ingin memiliki. Bukan...melainkan karena..

Wanita ini tak berani melihatku terlalu lama, aku tahu itu. dia tak pernah berani melihat pria manapun dengan waktu yang sangat lama, aku sudah meneliti baik sikapnya pada lawan jenis disekitarnya.

cukup unik...lain dari yang lain..dia menarik, tubuhnya pun lebih padat dari cateluna, jalan pemikirannya spontan, perasaannya lugas..dan aku menyukai tipikal wanita seperti itu.

Dan satu hal yang membuatku tak bisa berpaling darinya...dia sangat sabar.

Sabar menghadapiku yang berbuat seenaknya, sabar menungguku untuk meraih tangannya yang selalu berusaha menggapaiku dan dia terlalu sabar untuk berada didekatku meksi aku berkali-kali melukainya, nyaris menghancurkan hidupnya di tangan para bajingan tengik dan nyaris membuatnya mati hidup-hidup didepanku.

kesabarannya terbukti karena dia tidak pernah berniat meninggalkanku...dia selalu ada untukku, menopang tubuh besarku dengan tubuh mungilnya.

Menghapus air mataku disaat aku tak sanggup menghapus air mataku sendiri, memainkan banyak kekonyolan demi mewarnai tawaku.

Vanilla...sebentuk rasa yang melumpuhkan egoku..rasa benciku..dan sifat pendendamku, namun...seberapa besar aku menyukainya dia bukan milikku seutuhnya.

Sebuah rahasia kejam menyudutkanku pada kenyataan...vanilla bukan milikku.

Vanilla adalah vanilla...dia bukan hasil kloningan cateluna yang bisa kumiliki. Dia memiliki hidupnya sendiri..dia hanya peran pengganti yang kini memperjuangkan hidupnya sendiri.

Dan...

Entah bagaimana jalan ceritanya ayahku datang bersama para bodyguardnya memintaku menyerahkan vanilla.

Aku ingin tertawa dibalik keherananku.

Seorang william mengunjungi kediaman anaknya demi mempermasalahkan wanita...?
dia bahkan yang jarang menggunakan jasa para bodyguard kecuali benar-benar membutuhkannya sampai memboyong mereka kemari.

William...

Dia selalu berspekulasi dengan kata-kata agar lawan bicaranya tumbang.

Tapi kali ini...dengan tatapan diplomatis, rahang keras diwajahnya.

Menunjukkan william tak lagi william biasanya.

Yang makin membuatku tertawa dalam hati...

Bahkan dengan musuh besar sekalipun dia tak akan merepotkan para awak besar itu untuk ikut campur. Mereka hanya akan dibiarkan mengekor seperti anjing hutan, mengikuti majikkannya sebagai penunjuk jalan. Bukan pelindung..!

Menjadikan mereka bayangannya..tapi sekarang..dia bersama bayangannya seolah menyatu di ambang pintu.

Memaksaku...untuk menyerah.

"Kau tidak dengar...serahkan vanilla padaku atau kau hancur..."ulangnya dengan wajah yang setengah enggan menatap.

Matanya sesekali mencuri pandang seseorang disampingku.
Tapi..

Bagaimana bisa hanya denganku dia bersikap lain, seperti kuda melawan seekor kelinci, seperti itukah william berani menunjukkan kekuasaannya?!

Dia memperlakukanku khusus diantara para musuhnya, entah karena aku adalah putranya sehingga william tak mau repot berdebat hati atau baku hantam denganku.

Atau...

Dia sengaja mempamerkan kuasa lebih besar untuk menumbangkan putranya tanpa perlu menghapus darahku ditangannya nanti?!

Putranya yang berhasil dikelabui oleh rahasianya selama ini?!

Melihat ayahku diam tak bergeming, aku tertawa kecil sambil mengeratkan peganganku. Tak perduli tangan wanita disampingku kesakitan, berharap ia mengerti. Aku seperti ini karena tak ingin kehilangannya.

Aku memperjuangkannya

Berbuat sejauh ini...hanya untuknya, bukan karena apapun.

Meski ayahku tak suka dengan tawa yang ku tunjukkan tadi, aku dengan rasa cemas yang tinggi berusaha menetralkan suasana.

Sebenarnya takut...takut jika kesabaranku habis dan bertindak gila pada orang tua sendiri.

"Untuk apa aku menyerahkannya padamu? Dia calon menantumu..dia wanitaku...calon istriku ayah...aku bisa menjaganya jadi kau tidak perlu repot-repot membawa mereka hanya untuk melindungi apa yang sudah menjadi tanggung jawabku...."keluarlah kata-kata dari mulutku yang tidak bisa ditahan lagi akal sehatku.

Hilang sudah kesopanan...tak ada lagi javier yang selalu menundukkan kepala padanya.

"Dia milikku..."ujar william mengutarakan tanpa malu, membunyikan genderang.

Memancing desis dimulutku terendus berat, dengan tarikan nafas berkecamuk aku membuka mulutku untuk mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Untuk bernafas dengan baik..lalu ku tutup mulutku.
aku tidak boleh lemah dihadapan yang merasa lebih kuat.

Dengan segenap keyakinan...aku menyambut genderang yang sudah dibunyikan.

"Tidak, dia bukan milikmu...dia milikku ..milik anakmu"imbuhku menekan setiap bagian kata 'siapa milik siapa' menahan setiap alur getar emosional yang membeludak dari fikiran ke dadaku.

Panas...hanya dari tatap menatap dingin semuanya memanas.

Semakin panas melihat ayahku bersi kukuh pada ucapannya.

"Aku bisa menghancurkanmu javier...jadi serahkan dia padaku sebelum aku berdosa karena melukai putraku sendiri"timpal william dengan nada pelan, dingin, khas dirinya.

Seakan lupa...mencintai wanita yang tidak patut dicintainya adalah dosa.

Vanilla melirik cemas kearahku, tubuhnya bereaksi panik sampai timbul getar kuat dari tangannya ke genggamanku.

Aku menelan liurku sekali, dan kedua kalinya ketika ku lihat mereka para pria gagah dengan tampang ramah tenaga preman, beberapa melipat tangannya dibawah dada dan beberapa tersenyum menantang saat aku hanya mampu diam.

Memikirkan bagaimana caranya lolos dari william tanpa ada drama diantara kami..

Tanpa ada yang terluka atau melukai..

Aku tak ingin ayahku melebihi jalurnya...aku ingin dengan cara lunak membawa vanilla pergi.

Tapi...disaat aku sedang berfikir...william tak sabar menunggu dan memajukan langkahnya.

Mempersempit jaraknya dengan vanilla hingga reflek aku mengiring langkah vanilla mundur.

Vanilla dengan sendirinya menyembunyikan sebagian tubuhnya dibelakangku, kepalanya setengah menunduk dari sosok william.

Dari sikap vanilla yang enggan berurusan dengannya saja seharusnya ayahku sadar betapa wanita ini takut padanya.

Seperti menutup mata.. ayahku cuek bebek saat vanilla meringkuk dibelakangku, aku tahu pria didepanku sedih saat wanita yang disukainya tak mau melihatnya.

Tetapi dasar william...jika dia sudah melangkah tidak ada kata mundur, justru kata-kata berbentuk duri itu dilayangkannya tanpa penyelasan.

"....jangan bodoh, kau tahu tanpa mereka pun aku bisa melukaimu...kau bukan lawanku nak..bukan"

bagiku bukan william jika dia sampai berkata seperti itu.

Bukan ayah yang ku kenal...yang selama ini menyapaku dengan kelembutan, merangkulku dengan kasih sayang..bukan!

Sedih melihat ayahku berubah hanya karena memperebutkan wanita. Mengabaikan statusnya sebagai pria bersuami..oh william kau melangkah terlalu jauh.

"Sepertinya kau tersesat terlalu jauh ayah...apa kau tidak malu merebut calon menantumu sendiri hah?" Sanggahku datar, perduli setan kata-kataku akan menebalkan emosinya.

William menyipitkan pandangannya lalu kembali melangkah maju, aku tetap berdiri ditempatku sementara vanilla makin bergeser ke belakang punggungku.

ku rasakan nada cemas terdengar dari caranya menarik nafas..dalam dan berat...resah dan panik.

Dia tak baik-baik saja meski berdiri di belakangku, takut karena akan ada perkelahian nantinya atau ia ribut dengan perasaannya sendiri. Entahlah...!

Tugasku adalah menjadi perisai vanilla sampai ayahku mundur.

"sejak dulu aku memang sudah tersesat javier...sejak aku menikahi ibumu, sejak saat itu aku bukan lagi diriku, bukan william...!"

Mendengarnya hatiku seakan disayat-sayat, sebuah pengakuan terpedih sepanjang aku mengenalnya.

Hidup tidak menggunakan kakinya sendiri, siapa yang tahan?!

Jika aku diposisinya tentunya aku jauh lebih membenci diriku, muak tentunya.

Tetapi william...dengan topeng dingin, ia berhasil menciptakan keharmonisan walau belaka, yang kini berujung boomerang bagi dirinya sendiri.

"Aku merasa paling bodoh disini...aku seperti korban dilempar batu sembunyi tangan..ayahku yang mengambilku...menyayangiku..menjadikanku pria kuat...selalu mendorongku untuk maju, namun sekarang memintaku untuk menyerah? Untuk apa? Mengapa aku harus menyerahkannya padamu ayah? Dia siapa hah?...lihat dia...lihat wanita ini.."aku menggeser tubuhku dan menarik vanilla untuk tampil didepan william.

Menunjukkan pokok dari keributan kami.

"Dia wanitaku....! Sadarlah ayah dia kekasihku...! dia akan menjadi istriku.. calon ibu dari anak-anakku kelak...! lihat dia ayah! Lihat dia baik-baik..lihatlah dia!!! Buka matamu...dimana akal sehatmu ?mengapa aku harus menyerahkannya padamu? Untuk apa?..meski aku tidak bisa menjaganya...meski aku lumpuh sekalipun..ayah tidak berhak memintaku menyerahkannya..dia bukan barang...bukan harta yang bisa ku limpahkan..dia menjadi tanggung jawabku ayah" aku berusaha membuatnya mengerti lewat kata-kataku.

Membiarkan ayahku sejenak mencerna setiap kata-kataku dan berfikir panjang.. mengapa aku berkata egois seperti itu, semua demi dirinya..agar dia sadar.

Cintanya mengerikan!

Wanita disampingku mengarahkan pandangan sedih melihat kedua mata william memerah, urat-urat tegang seketika menonjol dipelipis keduanya.

Mereka bagai terhubung pada perasaan satu sama lain.. yang membuatku memejamkan mata.

aku kalah...!

Seberapa besar aku meyakinkan ayahku...berusaha menyadarkannya..jika cinta maha kekal yang umumnya tak masuk akal itu menjebak keduanya dalam aksi pandang yang memilukan.

Siapa yang bisa melawan yang sudah digariskan Tuhan?

"Vanilla..."ku sebut perlahan namanya, mencoba menyadarkannya. Salahku karena menampilkan vanilla...tapi aku bisa apalagi jika Tuhan berkehendak lain.

Bahkan disaat raut dingin william memudar..menjadi kehangatan diantara emosinya yang ditahan, menghantarkan pandangan terlembut pada vanilla..pada wanitaku yang sepertinya terlalu enggan menyadari suaraku.

Dia membalas sama seperti apa yang william lakukan.

Walau sedih ada harapan ingin terlabuh dihatinya...ingin menyampaikan perasaannya.

Aku membeku melihat kerinduan terpaut dikeduanya, kerinduan tanpa kata-kata. Kerinduan yang tersirat melalui mata antar mata.

Kau kalah javier...walau berat ku akui kekalahanku.

Karena perasaan mereka tersampaikan meski aku berkoar panjang lebar, mencari tempatku sendiri yang nyatanya...tidak ada tempatku menyusup dikeduanya.

"Vanilla...."aku memanggilnya sekali lagi, berharap ia mendengarku.

"Vanilla..."suaraku sengaja meninggi namun tak kunjung menyadarkannya...ia terjebak terlalu dalam bersama kerinduan william.

rindu yang begitu besar dan menyesakku ragaku.

Memanggilnya berkali-kali seperti anak kecil meminta dibelikan mainan.

Aku malu...malu karena disini hanya aku yang menjadi pemarah, menjadi paling terluka tapi nyatanya...yang kuperjuangkan tak sefaham denganku.

Hatinya sudah tersentuh...

Dan aku tak tahu harus bagaimana selain diam, harapanku terakhir hanyalah terus menggenggam tangannya. Memainkan ruas jemarinya...untuk sadar.

Untuk sadar...aku menginginkanmu vanilla.

Aku memohon padamu...jangan melihatnya.

Jangan.

Jangan siksa aku dengan cara seperti ini...dengan mengabaikanku seolah-olah aku tidak diharapkan itu menyakitkan vanilla.

Terbuang dua kali...menyakitkan.

Maka ku tundukkan kepalaku, membiarkan vanilla memilih..memilih mendengar suaraku yang hilang bersama angin berganti pengharapan. Atau...memilih rindunya akan william.

"Apa kau tahu javier...dunia tidak pernah adil"

Aku mengangkat kepalaku dari suara vanilla yang tiba-tiba membuka mulutnya.

William mengerutkan alisnya, nafasnya yang teralun jeda pelan sedang pelan sedang fokus mendengarkan.

"Benar yang kau katakan...kau memang korban disini, kau harus menerima semua keegoisan orang-orang disekitarmu..dan kau harus terluka karena pria ini, ayahmu....atau....masa laluku"

Vanilla membuang nafasnya sesaat, bibirnya terus bergetar mengatakan sesuatu mengejutkanku.

"Masa lalumu?"tanyaku meyatukan alis, semakin bingung.

"Ya..."dia menjawab lirih. Selirih dia mempersiapkan diri melanjutkan ceritanya.

"Ceritakan padaku vanilla....jika dia adalah masa lalumu..ceritakan agar aku tidak terus menyalahkannya..agar aku tidak bersikap kurang ajar pada ayahku sendiri...agar aku melihatnya sebagai manusia.." terbendung air mata di pelupuk mataku.

Tak perduli terlihat sebagai pria cengeng didepan semua orang.

Mereka tidak merasakannya!

mereka tidak tahu apa yang sedang kurasakan...
TIDAK!

Perasaanku bagai bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Perasaan kecewa, takut, bingung dan terluka...TIDAK semua bisa merasakannya.

Jika mereka sampai merasakannya, mereka akan tertekan...sama sepertiku, bersiap menangis..itu lumrah!
Batu pun akan bolong jika air terus menetesinya...apalagi perasaan manusia.

Yang tidak perlu dihancurkan fisik...jiwanya pun bisa hancur oleh kata-kata.

Vanilla mengangkat wajahnya demi menatap dalam william...dia memandang objek ceritanya dengan mata berkaca-kaca, penuh rasa kasihan.

Dia tahu..melihat william seperti melawan ketakutannya.

Takut jika hatinya goyah, ku eratkan jemariku agar vanilla merasa tenang.

"Dia...datang tiba-tiba seperti hujan, dia meredakan kesedihanku dengan benda yang tak bisa ku hargai..dia menolongku disaat aku benar-benar diabaikan...aku tidak tahu siapa dia...siapa pria yang selain seperti hujan dan terkadang seperti seperti angin...dia dingin...berlalu cepat dari mataku...namun entah mengapa sejak saat itu aku selalu mengingatnya, aku tak berhenti memikirkannya... membayangkan pertemuan kami...dan berharap Tuhan mempertemukan kami sekali lagi. Segala usaha kulakulan untuk mencarinya...mencari pria yang tidak ku tahu bagaimana rupanya. Aku ingin sekali menemuinya...sampai setiap malam aku berdoa untuknya.."

Ku lihat kedua mata william memerah...dia membendungkan air mata. Mendengar baik pengakuan vanilla..

"Agar kami bertemu..."vanilla menyeka air matanya yang tumpah, disusl air mata william yang jatuh.

"Sumpah aku tidak tahu siapa dia..dimana aku harus mencarinya..aku hampir menyerah. dengan benda yang diberikannya padaku...aku mencoba mencarinya lagi, aku begitu senang saat tahu dia akan menemuiku...aku seperti orang gila saat tahu kami akan dipertemukan...aku menunggunya..terus menunggunya...dan sebuah bunga dan permintaan maaf datang padaku, aku kecewa..sedih...namun aku tetap menunggu, siapa tahu dia berubah fikiran..dia akan mendatangiku..tapi selama apapum aku menunggunya...dia tidak pernah hadir..dia tidak pernah menemuiku! Dia...." vanilla menangis dengan wajah basahnya menoleh kearahku.

"Dia ayahmu...pria yang membuatku terlihat bodoh karena aku selalu menunggunya....seseorang yang tak bisa ku ceritakan padamu javier...william....dia cinta pertamaku"

Terlinang air mata dari pelupuk mataku..pengakuan vanilla menamparku dan william.

Jika ayahku lebih dulu mengenalnya...ayahku membuat wanita ini jatuh cinta..dan ia pun mencintainya.

Mereka saling mencintai.

Mencintai...

Cinta yang tak bisa ku lawan jika sudah berbicara.

***Prelude***

Vanilla pov

Bukan keinginanku menceritakan semuanya padamu javier...aku tak ingin membaginya jika itu nantinya melukaimu.

Aku memang meragukan hatiku padamu dan william...bingung harus bagaimana.

Aku sadar posisiku tidak baik untuk semuanya...cintaku pada william salah, mencintai pria yang sudah beristri...melukai ibumu yang sudah begitu baik padaku.

Mengkhianatinya...! Tapi aku tak pernah tahu...aku tulus mencintai william tanpa tahu siapa dirinya.

Aku hanya mengingat hembusan nafasnya...suaranya...pertolongannya..sentuhannya...bunga dan permintaan maafnya.

Sesederhana itu william membuatku jatuh cinta.

Dan padamu...aku memperdalam luka yang diberikan kakakku, maafkan aku...bahkan saat ini, keadilan tak memihakmu.

Cerita masalalu ku membawa kepedihan untukmu...luka diatas lukamu.

Jika aku menceritakannya...apa kau mau memaafkanmu....apa kau tidak membenciku...karena akulah..yang merubah ayahmu.

Menghancurkan rumah tangga kedua orang tuamu.

Bukan kakakku...tetapi aku.

Wanita yang kau lindungi.

Javier terdiam dengan air mata menetes diwajahnya, dia menangis...

lagi?!

Ya Tuhan......

Mengapa selalu aku yang membuatnya menitihkan air mata?!

Dia pasti membenciku....dia membenciku...ya...dia akan membenciku.

Aku tahu dari caranya merenggangkan genggamannya yang kuat namun perlahan melemah...

"Javier..." aku memanggilnya lembut,

"javier..."mengulang memanggilnya.

Jangan lepaskan javier.....dalam batin aku memohon.

"Javier..."ulangku berbalik memanggilnya lagi dan lagi.

Melakukan bagaimana dia terus memanggilku lagi dan lagi, seperti yang dilakukannya tadi.

"Vanilla...."

Bibir javier terkatup rapat, terlalu rapat hingga aku menoleh ke arah suara yang memanggilku.

"Kemarilah...."william mengulurkan tangannya. Memintaku mendekat walau jarak kami terlalu dekat.

Aku menoleh gusar melihat javier tak bergeming sama sekali.

Kembali memperhatikan tangan william dan sorot mata javier yang melemah.

....Tuhan....apa yang harus kupilih?

Cinta pertamaku yang salah....atau pria bermasalah yang tak mencintaiku?

"Javier ...."aku berkata lembut agar dia mendengar....suaraku tak ubah bisikkan.

Bisikkan lemah.

Ketakutanku terwujud, apa yang didengarnya membuat javier semakin membenciku.

"Apa kau masih mencintainya...?"tanya javier tiba-tiba..menjawab panggilanku dengan pertanyaan berat.

Apakah aku masih mencintainya?

"Vanilla..."william sekali lagi memanggilku, ia tak lagi menunggu dan malah menyentuh lenganku.

Pilihan yang tak bisa kupilih terjawab.

Namun disaat itu...brakkk!!!

Javier menjatuhkan kedua tumitnya, ia berlutut didepan william dengan tangan masih menggantung ditanganku.

Perlahan-lahan mengangkat kepalanya, mendongak kearah william dengan tatapan tak berdaya..seakan tak memiliki pilihan, aku dan william sama-sama melotot lebar. Tak menyangka javier merendahkan dirinya sendiri.

Astaga...

Untuk apa kau lakukan itu javier?
Untuk apa dia membuang harga dirinya didepan william?

Bukan kah seharunya dia membenciku.

Dia marah padaku! Bukan kah harusnya seperti itu?

Untuk apa dia merendahkan dirinya...

Javier....

"Aku tidak mengerti apa itu cinta...seberapa besar pengaruh cinta...cinta yang ku kenal...begitu rumit...melukai...dan egois..tapi....

Demi Tuhan...jangan membawanya dariku. Jangan ayah...aku tak bisa tanpanya....aku tak bisa melawanmu...sampai kapanpun kau tahu aku tidak bisa..karena dari dulu aku mengemis cinta darimu...bagaimana bisa aku melukai orang yang mencintaiku"

Javier.....

Pengakuannya tulus..bercucuran air mata dengan nafas terputus-putus...

Dia bukan tidak sanggup melawan...dia hanya tak mau melawan seseorang yang memberinya kasih sayang.

"Jangan ambil dia dariku...ku mohon...aku tidak ingin menjadi anak kurang ajar..ku mohon ayah...dengarkan permintaanku kali ini...kali ini saja"

Kupandangi lemah javier, melepaskan pegangan tangan william, meraih bahu javier dan memeluknya erat.

Pria yang menginginkanku...pria yang membuang harga dirinya didepan semua orang...untukku.

Ku dekatkan kepalanya di leherku, merapatkan wajahnya didadaku, mencium puncak kepalanya.

Mengusap rambutnya berkali-kali..membisikkan kata-kata penyesalan ditelinganya.

"Maafkan aku...maafkan aku...." permintaan maafku karena meragukannya.

Memeluk javier....adalah pilihan terbaik dalam hidupku.

Pilihanku sudah benar...bersamanya adalah pilihanku.

Yah...pilihanku.

Meski william hancur menyaksikan pemandangan ini...aku tak bisa menghibur lukanya, aku hanya mampu menatap sedih cinta pertamaku dengan tatapan...

Maafkan aku...relakan aku...mengertilah.

Siapa yang tak sakit hati ketika penantianmu selama ini berakhir mengenaskan.

Cintamu dihapus oleh rasa iba yang melemahkanmu...

Kau harus merelakan...dia yang memohonmu...

vanilla....

Vanilla....bagaimana aku mengertimu...jika tidak ada yang mau mengertiku

William pov

Tidak adil...

Dunia ini tidak pernah adil padaku.

Tidak ada yang pernah adil padaku!

Keduanya berpelukkan didepanku, mereka memohon padaku...memintaku untuk melepaskan kedunya.

Hei...aku bukan Tuhan yang memiliki kuasa besar melibihi dari apapun...aku bukan robot yang tidak bisa menangis atau patung yang tak memiliki hati.

Aku sama seperti kalian...jantungku berdetak, hatiku berharap...dan jiwaku pun bisa rapuh kapan saja.

Aku lemah...hanya tidak pernah ku tunjukkan kelemahanku.

Tapi bukan berarti aku dengan baik hati dan berjiwa besar membiarkan semua orang melukaiku.

Tidak....!

Bersujud didepanku...astaga...apa aku monster berhati dingin? Seharusnya kau melawanku...! Bukan melemahkan hatiku dengan bersujud..aku tidak pantas mendapatkannya javier. Tidak pantas!

sebesarkah itu kau menginginkan apa yang ku inginkan?!
....sampai membuang harga dirimu?

Kau bodoh javier! Kau sama sepertiku..sama-sama bodoh karena cinta.

Cinta?!

Yah...terkadang cinta melelahkan jiwa dan ragamu, mereka memainkan perasaanmu semaunya..melukaimu tanpa perduli bagaimana sakitnya.

Itulah cinta..yang kukenalkan padamu.

Cinta yang kau sebut egois, rumit dan melukai.

Aku pergi meninggalkan vanilla bukan berarti aku menyerah...aku tak akan pernah menyerah dengan apapun yang sudah kumulai.

Bagiku...kalah diawal bukab berarti aku tak berkesempatan menang, aku memang kecewa.

Mengapa vanilla melihatku seperti itu? Seolah rasaku adalah dosa.

Ku tundukkan kepalaku didepan pintu kamar, lelah bermain hati seharian ini.

Semuanya akan rumit...rumit!

Ku hela nafas panjang, membalikkan tubuhku didasar pintu, mendongak menatap langit-langit dengan tatapan jenuh.

Dalam tarikan nafasku yang melemah..aku berfikir cukup lama, Membayangkan wajah vanilla..."apa yang sudah ku lakukan?"tanyaku terasa sesak, jantungku bagai dipukul-pukul mengingat kejadian hari ini.

Terus menerus mencari tahu vanilla...sulit membuatku bernafas dengan baik.

Saat kemunculannya menggantikan cateluna...saat itulah hidupku dipacu emosi, cemburu dan seperti psikopat aku haus akan gerak geriknya.

Ku gigit bawah bibirku kuat-kuat, sampai darah segar keluar dari lapisannya.. aku kembali bersuara "ku lakukan semuanya demi dirimu vanilla...hanya untukmu aku begini..andai kau tahu itu...aku tulus padamu"pengungkapanku terjawab heningnya senja...sudah berjam-jam aku berdiri diambang pintu.

Hingga tubuhku merosot kebawah, menenggelamkan kepala dikedua lenganku.

Mendongak dengan sebelah tangan menutupi wajahku.

"Aku mencintaimu....aku mencintaimu....aku sangat mencintaimu..."

...vanilla.

***

Mariana pov

"BRENGSEK!!!!" Teriakku histerys, kesal karena dia tak mati meski aku menyundut abu panas tubuhnya, dia bahkan meludahiku.

Membenturkan kepalaku dengan kepalanya dengan sangat keras, hingga hidungku mengeluarkan darah.

Orang gila ini benar-benar sudah gila!!! Dia berani melawanku tanpa takut aku dan pram sanggup menghabisi nyawanya!

"Aku tidak akan diam...Tidak akan!!!"teriaknya lantang.

PLAKKK!!!

Mataku melebar ketika pram maju dan menampar wajah cateluna, mewakili apa yang seharusnya kulakukan.

"JAGA MULUTMU!!! JIKA KAU MASIH MAU HIDUP JALANG!!!!"seru pram melotot tajam, dia meringis geram, mendesis layaknya ular, menahan sejumput kemarahan di mulutnya.

"Pram..." mataku mengerjap sekilas memandangnya.

"Anda baik-baik saja nyonya...?"tanya pram berusaha mengusap darah dihidungku, namun dengan cepat kualihkan wajahku.

Menoleh pada wanita yang menudukkan kepalanya...wanita itu mendecak jengah, dia meremas seluruh jemarinya lalu tertawa terpingkal-pingkal.

"KAU DAN AKU BERBEDA.....KAU LEMAH! LEMAH!!!! Aku berdiri dengan kakiku sendiri mariana....aku berdiri melawan semuanya seorang sendiri....aku tidak lemah sepertimu...aku rela kau hancurkan berapa kalipun atau..atau kau bunuh...aku tidak takut! semuanya demi adikku...demi vanilla...demi dia...aku RELA hahaha...aku relaa....aku rela melepaskan kebahagianku untuknya!"

PLAKKK!!!

Kali ini aku yang menamparnya...sakit memukul rahangnya hingga dia berdarah. Entah seperti apa wujudnya..yang jelas dia tidak lagi cantik.

Dia mengerikan...

Dia masih tertawa...selalu tertawa.

"Kau pukul aku berapa kalipun...semuanya tidak berubah mariana! Tidak...tidak akan ada yang berubah!"jeritnya kembali tertawa.

"Dasar ORANG GILA!!!"tekanku memundurkan langkah.

Cateluna meringis tak perduli meski aku memakinya, mengatainya...menghujatnya.

"Lemah...terlalu lemah mariana! Kau lemah...kau..tidak sepertiku! Kau...lembek seperti..emh...seperti...kotoran HA HA HA...kotoran ya kotoran haha...dasar kotoran haha.." dia meracau seperti orang mabuk.

Bagaimana bisa semua orang tertipu sikap datarnya selama ini yang membuat banyak mata memperhatikannya..?! Bahkan suamiku membiarkannya berlalu lalang di sekitarku tanpa pengawasan..membiarkan orang gila ini masuk kekehidupan kami?!

Pram menggertakkan rahangnya, tak terima mulut kotor cateluna bernyayi menghinaku, ku tambatkan tanganku didadanya. Menahannya untuk tetap diposisinya berdiri.

"Nyonya lebih baik anda membunuhnya....!"seru pram panas, nafasnya menderu penuh amarah.

"Belum saatnya..."
Kuhembuskan nafas berat di dadaku, memutar telapak tanganku.

Kedua alis pram meninggi bersamaan, tak mengerti maksud gerakan tanganku.

"Kunci...berikan kuncinya padaku"kataku geram mengeratkan gigiku. Pram terkejut kemudian menggeleng "tidak nyonya!! Tidak...dia liar!! Dia bisa..."

"AKU TIDAK LEMBEK SEPERTI KOTORAN PRAM!!! JANGAN MEREMEHKANKU!!! CEPAT BERIKAN KUNCINYA PADAKU!!"

kurasa aku sudah gila...gila karena mengakui betapa banyak orang menganggapku lemah.

"Tidak nyonya...maaf"ujar pram kemudian memundurkan langkahnya. Dia menghilang dibalik pintu berjeruji besi, membiarkan cateluna menertawaiku.

"KEMBALI PRAM....!!! BERIKAN KUNCINYA PADAKU!!!"teriakku namun tak digubrisnya.

Cateluna terus tertawa terbahak-bahak, hingga habis kesabaranku dan menamparnya berkali-kali. Memukulnya tanpa henti hingga tanganku kesakitan.

"AKU TIDAK LEMAH!!! AKU TIDAK LEMAH SIALAN!!!!"bentakku kesal, meledakkan emosiku.

Menampar wajah bengis itu, wajah yang bersimbah darah. Terluka parah olehku...

"Aku tidak lemah....kau yang membuat hidupku hancur!! Kau yang membuatku kehilangannya!!!"teriakanku bukan lagi teriakkan, aku menangis sekencang-kencangnya.

Hingga tubuhku tergolek lemah...seperti cateluna yang tak sadarkan diri...aku tersungkur dengan bercak darah ditanganku.

Menangis meraung-raung, menatap gelapnya atap...mencium aroma darah segar dan lembabnya udara.

Aku sudah berbuat kriminal....karenamu William.

Karenamu!

"Mariana..."

"Ya...ada apa?"

"Tidak....aku hanya ingin mengatakan kau terlalu cantik dengan gaun ini..."

"Tentu saja...aku harus cantik untuk menjadi istrimu tuan william...."

"Saat aku bersumpah dihadapan Tuhan....saat aku mengikrarkan kalimat suci itu...kau akan menjadi milikku...karena itu....jadilah istri yang baik...selalu bersamaku...mendukungku...dan menyayangiku selamanya..jangan biarkan aku direbut orang lain mariana...jangan...berjanjilah..."

"Ya..."

"Ya apa...? Kau tidak mau berjanji? Kau akan membiarkan suamimu direbut orang lain?"

"Ya aku berjanji...tapi jika sebaliknya...jika kau direbut orang lain...apa yang harus kulakukan?"

"Hancurkan dia...atau bunuhlah aku..ku izinkan kau melakukan semua itu padaku mariana....ini janjiku padamu"

"Menakutkan...."

"Karena itu...buat aku tak pernah berpaling dari siapapun...karena jika aku sampai melakukannya...aku akan mati ditanganmu"

Apa kau mengingat semua itu william....jika aku tidak melukai siapapun yang merebutmu...

Aku harus membunuhmu...

Itu janjiku...dan aku tak akan pernah bisa melakukannya.

Membunuhmu...sama saja membunuhku!

***PRELUDE****

William pov

Deras air shower mendinginkan jalan fikiranku yang kacau..!

Sudah satu jam lebih aku terjebak ditempat ini, mencoba menyegarkan diriku dari rasa penat yang cukup membuat kepalaku sakit.

Air yang menetes di tulang belikatku turun mengikuti bentuk otot perut ditubuhku, aroma bunga mawar putih yang menyelinap masuk dikamar mandi membuatku teringat.

Hari ini ulang tahun mariana...aku tak memberinya pelukkan...ciuman atau perayaan seperti biasanya.

Aku justru melukainya...

Reaski buruk yang semula mewarnai fikiranku mental entah kemana, mariana tidak berteriak...tidak menamparku meski marah tak bisa ditutupinya.

Lebih baik jika dia memukulku atau menghinaku, tetapi dia tak pernah melakukannya. Kebiasaan buruk mariana yang tak bisa mengekspresikan amarahnya...menjadikan kepribadiannya sulit kutebak.

Aku tak pernah tahu apa isi hatinya..yang ku tahu..dia lembut..dia wanita lemah yang berjuang terlihat kuat.

Ku matikan aliran shower...mengangkat kepalaku dan menyapu wajahku, meraih handuk dan menutupi sebagian pinggangku.

Aku berjalan melewari taburan bunga dan lilin-lilin yang sudah disiapkan para pelayan demi menghidupkan suasana bertabur romantis.

Sayangnya...semuanya sia-sia!

Hatiku hancur...moodku rusak dan tak ada wanitaku tak ada disini, mungkin...dia pergi menyendiri. Entahlah aku tak yakin...teman nyata yang menghiburku hanya sebotol wine.

Ujung mataku menyatu menatap secangkir wine...teman terbaikku disaat aku benar-benar merindukan vanilla atau merasa hancur seperti saat ini.

Seperti sekarang...

kuraih gelas wine dan mulai meminumnya, entah sudah ke berapa kalinya jose mengantarkan botol wine berakohol ini hingga kesadaranku setengah menghilang.

Aku peminum handal....dan sulit dibuat mabuk, saat aku benar-benar mabuk...itu berarti sudah puluhan botol wine kuhabiskan.

Ku angkat kepalaku dengan berat ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka, bukan jose...bukan pelayanku.

Tetapi vanilla.

VANILLA?!

mengapa dia menemuiku...?!

Bukankah dia bersama anakku?! Pilihannya?!

Tunggu...aku pasti terlalu mabuk, maka ku usap mataku.

Tetapi tetap saja itu bayangan vanilla.

Dia berjalan mendekatiku dengan air mata diwajahnya...dia berdiri dihadapanku.

Aku yang duduk ditepi ranjang masih dengan handuk dipinggangku, mendongak, menatapnya bingung.

"Kau...."

Vanilla meraba tepi wajahku...dia mengusapkan jemarinya dimataku dan aku terpejam mencium sesuatu dari tangannya.

"Aku mencintaimu william....aku sangat mencintaimu"ujat vanilla. Seperti menembak kepalaku dengan pengakuannya.

Pengakuan yang tidak pernah ku duga...

"Kau...kau mencintaiku? Bukan nya kau..."

"Aku selalu mencintaimu willian...selamanya...aku akan mencintaimu"potongnya mengucapkan kata-kata mengejutkan yang membuatku tersenyum lebar...senyum tak percaya.

"Benarkah...benarkah kau mencintaiku? Ulang...katakan sekali lagi...."

"Aku sangat mencintaimu william"tekan vanilla merangkup wajahku dan menciumnya...begitu dalam...dia memainkan bibirku seperti pencium handal.

Memagut pangkal lidahku seakan-akan makanan favoritnya. Ciuman yang merangsangku..dan membuatku melupakan segalanya.

Tak perduli pada kebingunganku... aku menarik pinggul vanilla jatuh dipangkuanku, bersama-sama menarik, memainkan dan mengigit bibirnya yang selama ini ingin kusentuh.

Ingin kumakan...! Dan seperti orang rakus...aku tak perduli meski ia mengerang saat bibirnya terluka oleh gigitanku.

Aku mencabik-cabik lehernya dengan bibirku, meremas-remas puncak kepalanya dengan tanganku.

Kembali menciuminya seakan tak ada hari esok, aku tak ingin membuang kesempatanku memilikinya.

Aku ingin menjadikannya milikku seutuhnya...seutuhnya.

Vanila mengangkat tubuhnya dariku, dia berusaha melepas pakaiannya satu persatu, memancingku terbangun dari tepi ranjang dan membantunya melepaskan satu demi satu pakaian ditubuhnya.

Aku tak membukanya secara wajar, aku melucutinya semua pakaiannya seperti orang kesetanan.

Sambil berciuman kubuka lapisan terakhir ditubuhnya, dan dengan nakal gadis ini melepas handuk yang melilit dipinggulku.

Aku mengangkat tubuhnya, menyatukan milikku dengan milikknya, memompa naik turun yang kami sebut cinta bersandarkan dinding.

Dia mengerang kesakitan menerima perlakuanku yang tidak lembut dalam bercinta, aku tak pernah kasar dalam bercinta...tapi alkohol dan seks membuat tenagaku terangsang dua kali lipat.

Vanilla merintih ketika aku menindihnya diranjang, kepalanya mendongak dengan hentakan nafas berat dan panjang begitu lidahku bermain dari pusaran payudaranya turun kebagian intimnya.

Aku seperti anjing kelaparan menemukan seonggok daging, aku menggitnya, menjulutkan lidahku dan menghisap bagian itu hingga vanilla menjeritkan namaku "arghhhhh william...." kedua kakinya menjepit bahuku. Mengurungku disana.. dan dengan senang hatin aku mengantarnya melayang mencapai titik kepuasan.

"Vanilla..."dadaku naik turun menyebut namanya..nafasku berantakkan saat vanilla melakukan apa yang ku lakukan. Aku pernah menduga gadis polos bisa menyamai permainan pria berpengalaman sepertiku.

Sungguh diluar dugaanku.

"Vanilla.." aku mendesahkan namanya, menariknya keatas tubuhku. Dia sempat terdiam ketika aku memanggil namanya...menatapku sebentar dengan mata membulat.

"Kenapa?"tanyaku bingung saat vanilla tiba-tiba menangis, "kenapa menangis vanilla?"tanyaku heran. Aku mencoba mendudukkan tubuhku.

Meraba wajahnya..

" apa aku terlalu menyakitimu...?"tanyaku melihat air matanya basah.

Dia menggeleng namun tetap menangis..entah karena apa..apa karena aku merenggut keperawanannya atau...aku melihat bercak darah menempel di dasar sprei. Bahkan tubuhku...

Terlalu banyak darah..

"Aku lupa kalau kau masih perawan...maafkan aku jika menyakitimu....aku..."

"Tidak william...aku justru senang...belum pernah aku merasakan permainan cinta sehebat ini...."dia menyeka air matanya, menambatkan bibirnya singkat kebibirku.

"Aku bisa lebih dari ini...karenamu vanilla...karena aku memakai hatiku..bukan hanya nafsuku"aku berujar lembut ditelinganya. Menginggit daun telinga vanilla yang seketika membuatku diam saat ia menarik wajahku dan kembali menciumnya dengan liar. Terlalu liar sampai aku sulit bernafas...

"Kau tidak lapar...?"tanya vanilla tiba-tiba, pertanyaan aneh disela-sela adegan ranjang yang belum mencapai klimaksnya.

"Tidak...."jawabku malas, mengecup lembut payudaranya "yang ku inginkan ini.."kataku sekemudian melahap putingnya. Menghisap kuat-kuat hingga vanila menarik kepalaku.

"Argggh william sakit...."

"Aku hanya ingin dirimu vanilla..."kataku menggigit ujung dagunya.

"Dirimu yang ingin kumakan...bukan yang lain"

Vanilla mendengus..tubuhnya bergetar, dia mengusap rambutku..dan mencium keningku.

"Aku serius..Kau tidak mau sepotong cake?"

"Aku juga serius!"tekanku

"William...."

"Ok..tapi setelah ini..." aku mencium bibirnya, gemas karena dia berusaha menolakku. Kemana vanilla yang liar tadi? Yang sanggup menandingiku.

"Kau ingin cake apa? Cokelat? Caramel atau..."

Aku yang sibuk mencium lehernya menjawan singkat "vanilla..."

"Apa...!?"

"Aku ingin rasa vanilla"

"William aku serius....!"

Dia tiba-tiba marah, aroma alkohol yang menyembur wajahnya seketika dibalas lewat tamparan kecil ke wajahku.

"Aw...." aku menjengit ngilu, memandang vanilla yang makin sebal melihatku.

Alkoho dan sentuhan wanita menghanyutkan batas kesadaranku, aku tak lagi bisa mencerta kata-kata vanilla dan tindak tanduknya.

Hingga aku berteriak seperti anak kecil.

"Aku hanya mau makan cake rasa vanilla...roti vanilla...ice cream vanilla...biskuit vanilla...!! kalau perlu semua rasa vanilla...dan kalaupun ada bir rasa vanilla...buah rasa vanilla...ikan rasa vanilla...atau sayuran rasa vanilla...aku hanya ingin memakan semua rasa vanilla...semuanya....aku hanya ingin memakan rasa seperti namamu...aku hanya ingin memakan itu vanilla...aku tidak ingin yang lain"selorohku panjang lebar.

Dia mengerutkan alisnya...kembali menangis, rona merah diwajahnya...semerah wajahku.

"Aku hanya ingin dirimu vanilla...bukan yang lain...."kutarik pinggulnya..merapatkan tubuh kami, menciumnya yang tak berhenti terisak tangisan.

Aku tak perduli.

Mungkin tangisnya adalah tangis bahagia atas pengakuanku....dan malam itu...adalah malam pertamaku dengan vanilla.

Kami bercinta...dengan keras...sangat keras..sampai gadis itu tumbang oleh cintaku yang begitu besar.

Tidak kusangka...Tuhan...memberikan kesempatan apa itu rasa bahagia padaku.

Semalam aku telah membuktikan kemenanganku aku sudah memilikinya....maafkan aku javier...dan ketika pagi menyapaku, aku terbangun dengan kepala berat.

Sakit...sangat sakit.

Efek dari minuman yang kuminum terlalu banyak.

Aku meringis nyeri merasakan kepalaku bagai ditimpa balok besar, ku cengkram kepalaku kuat-kuat...argh aku butuh obat pereda nyeri atau penghilang mabuk, ku hempaskan tanganku keranjang menahan bobot tubuhku.

Sekelibat melihat ujung jemariku penuh dengan darah.

Darah?!

Darah siapa?! Bagaimana bisa ada banyak darah.

Ku putar ingatanku pada apa yang terjadi semalam...sebuah desahan....erangan...teriakkan puas dari kenikmatan.

.....dan darah.....ya...darah vanilla.

Darah keperawanannya.

Tapi sebanyak ini?! Apa aku bercinta dengan melukainya?!

OH TUHAN!!!

Benarkah semalam itu bukan mimpi?! Bagaimana bisa vanilla merubah pilihannya...apa yang terjadi dengan putraku?! Dan...dimana mariana? Atau jangan-jangan dia pergi melihatku dan vanilla yang sedang bercinta?! Argh... dia pasti terluka. Wanita manapun akan terluka melihat suaminya bermain dengan wanita lain!

Begitu juga dengan pria...sekarang apa yang harus kulakukan?

Aku melirik kearah pintu kamar mandi, bunyi air shower terdengar berikut bayangan samar vanilla dibalik kaca buram.

Dengan langkah terhuyung-huyung aku mendekati kamar mandi...menghampirinya, ku hembuskan nafas berat.

Aku membuka pintu kamar mandi perlahan tanpa permisi...harus membawanya pergi sebelum para pelayanku menemuinya..bisa gawat!

Dan ketika pintu setengah terbuka...mulutku yang hendak memanggil namanya berganti memanggil "mariana...?!"

Dia menoleh dengan raut segar diwajahnya...lalu tersenyum lebar, mengejutkanku, tangan terkulai lemas dari kenop pintu.

aku terkejut bukan main mendapat kenyataan...tidak ada vanilla disana
...bukan vanilla..tetapi istriku.

Berapa kali aku menyambungkan kebenaran tetap saja yang kulihat tak berubah wujud.

Dia mariana....

Wanita yang bercinta denganku semalam....adalah istriku.

"Pagi sayang...."sapanya lembut.

Aku tak menjawab dan menutup pintu kamar mandi.

Sebelum pintu benar-benar tertutup...aku melihat darah berceceran dilantai..darah itu muncul dari goresan ditangannya dan hidungnya yang memerah.

Bukan darah perawan vanilla...

Semalam yang kugilai..bukan wanita yang kucintai.

Bahkan disaat dia menangis saat aku menyebut namanya...bukanlah vanilla. Tetapi mariana yang menangis karena nama wanita lain terucap terus menerus dari bibirku.

Tapi mengapa dia tak menghentikanku? Apa karena aku tak menyentuhnya hampir beberapa bulan ini?!

Mengapa mariana membungkam mulutnya....demi aku menyentuhnya?!

Ya Tuhan... apa yang sudah kulakukan padanya?! Mengapa aku sekejam itu padanya.

Drtt drttt....

Ku alihkan kekesalanku pada dering ponsel diatas nakas.

Bukan ponselku....tetapi mariana.

Aku mengacuhkan bunyi itu dan berjalan menjauh...namun..bunyi itu terus menggangguku.

Mau tak mau aku berjalan ke arah nakas, mengangkat panggilan dengan Unknown number.

Baru ku geser...belum kujawab. Dia sudah berkata-kata lebih dulu.

"Selamat pagi nyonya..maafkan saya atas kejadian semalam...tolong....anda harus lebih berhati-hati...saya tidak ingin anda terluka menghadapi wanita gila seperti cateluna...saya mohon....bunuh dia...sebelum dia menjadi bangkai digudang"

Cateluna...?! Menjadi bangkai digudang.

Jadi mariana yang membuatnya hilang? Mengurungnya digudang? Dia ...?!

Bibirku bergetar mendengar kejutan lainnya, tak menyangka wanita yang kuanggap lemah. Tak selemah dugaanku...

"Hallo...nyonya.....hallo...anda mendengar saya?!"

"Aku mendengarnya...."jawabku meremas ponsel mariana kuat-kuat.

"I..ini...Si..siapa?!"

"Dimana kalian mengurungnya...? jawab aku...atau kau mati ditanganku!"

*to be continue.....



Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 55.6K 48
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
235K 16.6K 29
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
352K 31.5K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...
4.8M 177K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...