PRELUDE

By naaadns

418K 19.7K 2.6K

" love you like crazy! " Aku tidak menganggap diriku gila sebelum mengenalmu. Aku normal... sangat normal Ka... More

Prolog
Pencarian part 1
Pencarian part 2
pencarian part 3
Rahasia -bagian 1-
Rahasia -bagian 2-
Rahasia -bagian 3-
Mr and Mrs Scandal -1-
Mr and Mrs Scandal -2-
Mr and Mrs Scandal -3-
Trouble Maker -1-
Trouble Maker -2-
Trouble Maker -3-
Just wild and young -1-
Insert (promotion) suami simpanan
Just wild and young -2-
Just wild and young -3-
You changed my world -1-
You changed my world -2-
You changed my world -3-
Criminal of Love -1-
Criminal of Love -2-
Criminal Of love -3-
Punishment and Loyalty -1-
Prelude...introduce part of characters
Punishment and loyalty -2-
Punishment and loyalty (part 2 complete)
Punishment and loyalty -3-
Please...remember me.. -1-
please ...remember me -2-
Please...remember me -3-
The choice -1-
The Choice -3-
Eternity -1-
Eternity -2-
Eternity -3-
Romeo and Juliet -1-
Romeo and juliet -2-
Romeo and Juliet -3-
lose
Almaqhvira (pengampunan)
it's you...
the last....(final) -1-
The last (final) -2-
Prelude season 1 -end-
ekstra and ....
prelude - iridescent and redemption part 1
prelude -iridescent and redemption part 2
prelude- iridescent and redemption part 3
prelude - iridescent and redemption part 4
prelude - iridescent and redemption part 5
prelude -iridescent and redemption part 5 / continue
Prelude - iridescent and redemption / part 6-
PRELUDE - iridescent and redemption part 7
PRELUDE - iridescent and redemption/ part 8
prelude-iridescent and redemption part 9

The Choice -2-

6.7K 366 40
By naaadns

Kecuali kau benar...

Kejarlah dia tanpa ragu...!
Rebut kembali dariku!

Tapi jika sebaliknya...atas nama Tuhan menjauhlah untuknya.

Dunia tidak akan benar-benar hancur meskipun hatimu terbelah menjadi tiga sekalipun.

Kau tahu itu...!

***PRELUDE***

Javier pov

Terbangun tanpa dirinya disampingku...bagaikan mimpi buruk!

Aku melihat kesekeliling, rasa panik bagaikan dejavu saat vanilla menghilang, dan kejadian seperti itu terulang kembali.
Aku tidak melihatnya.. tidak ada jejak vanilla sama sekali bahkan aroma tubuhnya pudar dari hidungku yang beberapa hari ini sudah menguasai ragaku.

Dia menghilang lagi? Atau...sesuatu terjadi padanya?!

Ku perhatikan borgol yang masih terikat kuat ditanganku, sedikit heran dan tak percaya borgol yang seharusnya mengikat vanilla bisa terbuka, melepaskan tawananku yang entah hilang kemana.

Kemana vanilla...kemana lagi dia?!

Sengaja ku buang kuncinya agar aku dan vanilla terikat lebih lama tapi sialnya kejadian pagi ini mengatakan lain, jika ku cerna lebih jauh..ada yang tidak beres, aku tahu seperti apa batas tenaga wanita umumnya, dan sekuat apapun tenaga pria mereka tidak akan sanggup membuka borgol tanpa keahlian tertentu, dan vanilla pun sama, meski dia wanita kuat sekalipun dia tak akan sanggup membukanya...karena aku menggunakan borgol khusus untuk menahannya.

Memasang borgol yang sulit dilepas demi menahannya agar tetap disampingku, agar aku bisa menjaganya, agar dia tak pergi lagi...aku menghukumnya demi untuk melindunginya.

Tapi takdir berkata lain...tidak sejalan dengan pemikiranku.

Ku hembuskan nafas lelah dari rasa frustasiku yang kian menjadi, memandangi atap kamar yang cukup ku kenali.

Ini kamarku...ya dilihat seperti apapun ini adalah kamarku. tapi...bagaimana bisa aku berada disini?
Vanilla dengan tubuh selemah itu mana mungkin membawaku kesini! Impossible!
Membuka borgol dengan usahanya sendiri jelas tidak masuk akal.

Kecuali dia memiliki keahlian khusus seperti dugaanku sebelumnya..tapi dia tidak memilikinya! Lalu siapa yang melakukan pekerjaan kurang kerjaan seperti ini?!

Repot-repotnya menggotongku ke kamarku, ke rumahku yang tidak banyak orang tahu kecuali....

Kecuali ...

Aku terdiam mencermati sekitar ruangan lagi, sungguh tak ada jejak sedikitpun yang tertinggal..atau benda-benda aneh terpasang dikamarku, semuanya sama seperti aku meninggalkan tempat ini sebelumnya..bentuknya sangat natural, tidak menimbulkan kecurigaan sama sekali. Seolah olah aku pulang seorang diri dan meninggalkan vanilla..yah itu masuk akal..tapi sayangnya menjadi tidak masuk akal karena aku tidak merasakan tubuhku bergerak atas kesadaranku, luka dikepalaku dan pelipis cukup membuatku sulit menegapkan kepala...apalagi berjalan.

Semuanya tidak masuk akal dan..

.......hanya satu orang yang sanggup melakukannya!

Aku terkekeh geli membayangkan semua dugaan dikepalaku mengarah pada satu sosok yang sanggup melakukan apapun.

Sosok yang sangat ku hormati...ku sayangi...sangat ku kagumi..ku anggap paling berharga dalam hidupku, hanya dia yang sanggup melakukannya.

Tidak lain...

Ayahku... William G. Margot!

Seseorang yang begitu mirip denganku
dan mengerikannya kami terlibat masalah yang seharusnya tidak pernah terjadi!

Cinta rumit sialan yang penuh mistery!

Aku berjalan lunglai mendekati muka jendela, memperhatikan dari jauh rumah vanilla yang letaknya tepat di seberang jalan.

Mataku membulat menemukan vanilla ada diluar sana..syukurlah dia tidak menghilang seperti yang sudah-sudah, akan tetapi berlari mendekati seseorang di area taman dan menghampiri seseorang yang tidak begitu terlihat olehku membuat alisku menjengit bingung. Buru-buru aku berlari mencari teropong andalanku di meja kerjaku, berusaha melihat apa yang terjadi.

Aku mencoba tenang...aku butuh konsentrasi untuk mengatur zoom, memperjelas wajah vanilla yang tersenyum lebar dengan tangan menyentuh buket mawar putih dan kertas.

Siapa yang memberikan benda-benda sarat romantisme itu padanya?!

Dengan segenap jiwa terbalur rasa penasaran, ku perhatikan baik-baik apa yang dilakukan vanilla pada seseorang yang masih sulit ku tangkap wajahnya.

Dia mendekati lawan bicaranya, berbicara dengan senyum menghiasi wajahnya yang bersinar oleh terik mentari pagi, ku telan ludahku dalam-dalam saat seorang pria bertubuh tinggi itu meraih tangannya, mengambil alih bunga dan kertas yang diletakkan dimeja lalu menulis sesuatu ditangan vanilla, membuat dadaku spontan jumpalitan melihat mereka terlihat mesra.

Entah apa yang ditulisnya...saat vanilla membaca ekpresinya langsung berubah, raut wajahnya membeku sedingin bongkahan es, dikejutkan hal yang entah mengerikan atau sebaliknya.

"Apa yang dia baca?!" Tanyaku meracau sendiri, dililit rasa penasaran. Keningku terasa penat kala perban dikepalaku masih melilit dan berantakan tanpa bentuk.

Mataku kian membesar begitu vanilla membuka tudung pria didepannya, sosok wajah yang sangat ku kenali, wajah yang membenuhi benak dikepalaku.

Jemariku bergetar memutar zoom, memperjelas siapa sosok dibalik tudung putih.

Mengudarkan desah nafas berat dari hidungku, Dengan beraninya orang itu menarik tubuh vanilla, melingkarkan tangannya dipinggul wanita yang sekarang ini membuat jantungku bernyanyi panik.

Ku geser arah teropong, memperbesar lagi objek dihadapan vanilla...memastikan apa yang kulihat baik-baik.
...

Ya Tuhan... kerongkonganku mengering seketika.

Mataku mendelik berikut mendecak heran melihat ayahku adalah lawan bicara vanilla, dia berbicara dengan sangat serius, mengatakan banyak hal hingga vanilla tak berdaya dan lemah dalam rengkuhannya, william mendekatkan kepalanya dilekuk belikat wanita yang meneteskan air mata, petinggi margot itu bahkan meneteskan air mata dan rela bersujud.

Astaga! Aku pasti bermimpi konyol!! Mana mungkin ini terjadi.

Seorang william menangis dan bersujud di hadapan vanilla...?!

Dia..?!
Yang tak pernah menundukkan kepalanya pada siapapun...?!

Apa itu ayahku?!
Apa dia... William gerald margot?!

Otak dan mataku pasti sudah rusak, hingga aku berhalusinasi berlebihan.
Tapi berkali kali aku menyangkalnya...keadaan tetaplah seperti itu. Yang ku lihat tetaplah sama...tidak berubah!

Vanilla...apa yang kau lakukan padanya?!

Dia tak pernah melakukan hal itu pada ibuku...dia tak pernah melakukannya!dan jika dia sampai melakukannya...sudah pasti dia mempunyai cerita lain yang belum pernah ku ketahui.

Cerita yang membangkitkan emosiku, menarik urat-urat tegang keluar dari tubuhku, membuat kepalaku rasanya mau meledak. Hingga kutarik paksa perbanku dan melempar serta teropong kesembarang tempat.

Tidak ada waktu lagi! Menjadi penonton sama saja memanaskan api membara ditubuhku.

Secepatnya aku berlari kencang keluar dari rumah, satu tujuanku adalah menghentikan semuanya, aku tak ingin melihat vanilla jatuh lebih dalam. Aku tak ingin membiarkan hatinya dicuri pria lain..apalagi ayahku sendiri!

Demi Tuhan...aku mengerut kala dilema melandaku, melihat ayahku bersujud dan menemukan sepasang mata vanilla terkejut kearahku.
Aku tak tahu apa yang harus ku lakukan...mendengar pengakuannya pada vanilla, hatiku terkoyak pedih.

Seperti ada benda tajam di tekan di dadaku, aku hanya bisa melihat dan merasakan betapa mirisnya cerita william.

Cerita singkat itu cukup menjelaskan mengapa dia sampai bersujud, aku bergetar sejadi-jadinya, nafasku beralun letih akibat berlari-lari seperti kesetanan dan semakin dekat langkahku, seolah dipaksa melenan kenyataan.

Fakta bahwa selama ini dia mencintai wanita lain..bukan mariana. Bukan ibuku yang malang...

Tetapi vanilla...wanita yang juga menarik perhatianku, dan sulit ku jelaskan bagaimana perasaanku padanya.

Aku baru mengerti sikap angkuh william pudar hanya untuk vanilla, melihat tindak tanduk kami selama ini mungkin dia menahan semuanya dan ketika dia tak tahan lagi, ayahku mengungkapkan segalanya pada vanilla...agar wanita itu tak pernah meninggalkannya...agar wanita itu tak menjadi milikku.

Takbir william terungkap dan tak pelak memilukan mata batinku, aku selalu berharap dia bahagia..sosok yang sudah melengkapi kehidupanku itu harus ku bahagiakan kelak.

Tapi jika kebahagiaannya adalah vanilla...

Jika hanya vanilla yang diinginkannya..

Apa aku sanggup melepaskan vanilla? Untuk ayahku? dan membiarkan dia melukai ibuku?!

Apa aku sanggup melakukannya?!

Dilema benar-benar membunuhku, aku tidak tahu mana yang harus ku pilih.

Mengabaikan sepasang mata yang melihatku dengan pendar kesedihan, atau mengusik jalan kebahagian ayahku? Atau melukai ibuku yang sudah pasti akan terluka jika tahu semuanya.

Apa yang harus ku lakukan Tuhan?

Apa yang harus kulakukan agar vanilla tak menangis lagi? Tetapi melihat punggung ayahku yang bergetar...memohon-mohon pada vanilla, membuang harga dirinya demi wanita itu, bagai mencekik leherku. Sesak....dadaku terasa sesak dan sulit bernafas.

Entah apa kesinambungan cerita antara dia, cateluna dan vanilla, aku tidak tahu bagaimana jalan ceritanya.
Bagaimana mereka memulainya..

Yang kutahu..aku harus menjauh dari tempat ini, aku belum siap memilih...aku belum siap menentukan tindakan pas untuk situasi ini.

Dengan berat hati, dirundung emosi yang kutahan sejak membuka mata. Aku berbalik arah, memutar tubuhku menjauhi keduanya. Tanpa tersadari william,aku pergi menjauh untuknya, namun setiap langkahku justru terbayang wajah vanilla begitu jelas dan semua yang terjadi padanya...semua yang kujanjikan padanya...semua itu menusuk nusuk kepalaku...merajai fikiranku.

Semakin aku melangkah menjauh..semakin aku sulit bernafas...seperti kehilangan oksigen disekitarku, rasanya pengap dan sakit.
Selintas mataku beralih pada sebuah bunyi mesin mobil yang menderu kencang, datang dari sudut jalan raya kemudian berhenti tak jauh dari pintu utama. Mobil yang familiar..dan hanya ibuku yang menggunakannya, mendapati mariana keluar dari mobil.

Jantungku kembali berdetak ribut.

***

Ini gawat!

Ibuku tak boleh melihatnya!

Sebelum dia melihatku dari jarak dekat...aku bergerak cepat memutar langkahku, kembali berbalik arah. Aku tak ingin ibuku sampai melihat mereka..jangan sampai dia melihatnya.

Tapi sialnya nasi sudah menjadi bubur, air yang mengalir mengikuti arus tak bisa berbalik arah!
aku menarik paksa jemari vanilla, membuat ayahku tersungkur ditanah.

Namun terlanjur basah, ibuku sudah melihat semuanya...langkahnya mendahui apa yang kucoba sembunyikan, timing yang tidak tepat menghancurkan segalanya.

Dia melihatku...namun karena tak sanggup melihat wajahnya aku pun hanya bisa mengabaikannya, membawa vanilla menjauh dari mereka.

sebelum kedua orang tuaku menabuhkan perang besar dikeluarga margot dan menyeret vanilla ke dalamnya.

Maafkan aku ibu....

Aku tak benar-benar bisa menjadi malaikatmu...atau menjadi dewa penolong dalam mahligai pernikahan kalian, sesempurna apapun bayanganmu padaku, aku menyesal karena tak bisa menjaga hatimu, maafkan aku yang tak bisa menjaga ayah untukmu.

Karena menjaga hatiku pun aku tak bisa...anakmu tak kuasa akan hal itu bu, dan ayahku juga....kami sama-sama menyerah jika itu masalah hati.

Karena hati tak bisa dikendalikan...

Semua orang tahu itu..

***PRELUDE***


Vanilla yang kutarik dari tempat kejadian hanya terdiam membisu, tak ada kata-kata keluar dari mulutnya. Hanya air mata berderai diwajahnya yang tak bisa berhenti.
Mendengar sesengguknya tak kunjung reda, membuat rasa penasaran dan amarahku meluap.

Tepat ditengah jalan raya aku menarik tubuhnya hingga berputar kehadapanku, melihat jelas mata pias itu.

Vanilla dengan wajah basah nan memerah menghembuskan nafas berantakan, terus menangisi moment dimana dia dan ayahku bersama.

"Kenapa....kenapa kau menangis vanilla?!"tanyaku menahan banyak pertanyaan dilidah yang rasanya kelu.

Masih belum bisa bersuara wanita didepanku melemparkan tatapan kebingungan...dia bahkan memundurkan langkahnya sambil menggeleng pelan.

Aku memajukan langkahku mengikuti kemana langkahnya hingga ia tersudut dimuka pagar, tubuhnya tak bisa lagi menghindar, dan saat vanilla mencoba memutar langkahnya ke kiri, aku menahan dengan tangan kiriku, lalu ia berputar lagi kearah sebaliknya dan aku kembali menahan langkahnya hingga ia berada di tengah kedua lenganku.

Kepalanya tertunduk, tak berani menatapku. Getar ditubuhnya yang bernyanyi irama takut mengundang jemariku menyentuh ujung dagunya. Perlahan ku angkat wajahnya agar mendongak lurus ke wajahku.

Namun mata itu terus menghindar, seakan membuat kesalahan besar. Dia tak berani menatapku seperti sebelumnya.

Namun semakin vanilla membungkam mulutnya,semakin aku tertantang mengupas rahasia yang disimpannya.

"Lihat aku vanilla..." ucapku pelan, seakan berbisik. Vanilla tak bergeming dan tetap mengacuhkanku.

"Jika kau terus diam aku akan melukaimu" himbauku menelaah kedalam manik matanya. Sialnya dia tetap pada pendiriannya untuk diam.

"Kau mau aku melakukannya...?"tanyaku mengerutkan kening. Memperhatikan lekuk bibir vanilla yang selalu membuat rasa penasaranku tumbuh.

Tak ada jawaban keluar dari mulutnya...wajahku pun bergerak miring mendekati bibir kecil dan gemetar miliknya.

Aku tidak akan benar-benar melukainya, namun sebaliknya
Menciumnya adalah caraku memarahinya..caraku meluapkan emosiku.

Ketika jarak bibir kami hanya setengah centi, dan deburan nafasnya beradu nafasku. Kegelisahan vanilla kian memuncak hingga matanya dipaksa terpejam dan meneteskan lagi bulir air mata.

Membuatku habis kesabaran dan tak jadi menciumnya, "Arghhh!!!!!"teriakku lantang memukul keras tiang pagar diantara kepala vanilla.

Membuat wanita dihadapanku meringis ngeri, berusaha menahan tangisnya dengan sisa tenaga yang dimilikinya.

"APA YANG TERJADI DIANTARA KALIAN?! KATAKAN PADAKU?!"teriakku lantang, memukul mukul keras tiang pagar sampai tanganku tergores dan ujung lekuk jemariku mengeluarkan memar merah berikut guratan darah.

Aku tak perduli..! Tanganku yang sudah terluka semakin hancur sekalipun Aku tak perduli !

"KATAKAN PADAKU VANILLA! BERITAHU SEMUANYA AGAR AKU TIDAK TERLIHAT SEPERTI ORANG BODOH DISINI...!!!"

Aku benci meneriaki orang yang kusayangi...aku tak ingin melakukannya.

Namun kediamanmu memancing amarahku vanilla, kau hanya merintih dibalik wajah ketakutanmu. Tak memerdulikan ucapanku.

"Kenapa kau tetap tidak bicara?"tanyaku geram menahan getar dimulutku dan gemuruh kesal didadaku, mengeratkan peganganku dikedua tiang. Mengurung vanilla yang perlahan mengangkat wajahnya "jawab aku vanilla.. apa yang ayahku inginkan darimu?ada hubungan apa diantara kalian?.... Siapa kau sebenarnya? Apa tujuanmu datang kesini hah?"tanyaku bertubi-tubi.

Mataku yang memerah berangsur-angsur melunak, membalas tatapan pilu vanilla, meratapi bulir keringat membanjiri keningnya.
ia terlihat tertekan dengan pertanyaanku...tapi jika ia tak menjawabnya, mau sampai kapan masalah ini di buat menggantung.

"Vanilla...aku tahu kau terluka...tapi... semuanya juga terluka vanilla..bukan hanya dirimu...bukan hanya dirimu yang terluka di sini" terucap kata yang keluar begitu saja dari mulutku.

Vanilla yang mulanya hanya mengangkat wajah namun tak berani menatapku kini perlahan melesatkan arah matanya menelisik mataku, ia mengulum liurnya berkali-kali. Menyeka air matanya sendiri yang jatuh entah sudah berapa banyak.

Tetap tak ada kata-kata muncul dari bibirnya, seolah tangisnya adalah sebentuk penjelasan bahwa keterkejutannya akan pengakuan ayahku belum mampu diatasinya.

Tapi bukan itu yang kuminta..aku ingin pengungkapan, aku ingin tahu cerita yang terjadi diantara mereka.

Apa yang tidak ku ketahui.

"Apa aku harus bersujud untuk memintanya vanilla? Hah? Apa aku harus berlutut didepanmu seperti ayahku?!" Ujarku tak tahu harus berkata lagi, rasanya darahku mendidih ketika vanilla terdiam orang bisu namun malah menyentuh wajahku dengan anak-anak jemarinya.

Menyentuh pelipis dikepalaku dengan lembut sambil menggelengkan kepalanya.

"Kau tidak perlu melakukannya javier...aku hanya butuh waktu untuk menceritakannya...aku belum siap javier ...aku tidak ingin kau membenciku"ucapnya kembali terisak, menangis semakin kencang.

"Tidak ada waktu lagi vanilla...jawab sekarang atau semuanya akan menjadi rumit"kilahku dingin, yah memang tidak ada waktu lagi...ibuku tidak akan tinggal diam. Ayahku juga sama...dia akan bertahan pada pendiriannya jika hitam sudah menjadi hitam.

Hanya saja...bagaimana meyakinkan wanita didepanku untuk berbicara?

Memberitahuku segalanya.

***

Semilir angin kencang berhembus dingin, mengayun-ayunkan rambut vanilla menerpa wajahku.

Aku tahu tubuh mungilnya tak sanggup lagi berdiri, fajar yang berlalu berganti terik siang hari yang tak membuatnya bertenaga. Dia lemah...dan aku sengaja menekannya.

Bukan untuk melihatnya menderita..aku hanya ingin menyelesaikan masalah diantara kami. Masalah yang bagaikan benang kusut!..dan sulit untuk diluruskan.

"Kalau kau tidak mau menceritakan padaku...aku akan memaksamu bicara vanilla...jangan kau kira aku tak mampu melakukannya"himbauku yang kesekian kalinya.

Manik mata vanilla menyatu ragu, ia menggeleng lagi dengan tangan menelungkup di wajahku.

"Jav...."

Kuhela nafas lelah,memotong ucapan vanilla dengan gerakan kedua tanganku yang menempel dilehernya, mencengkram batang tenggorokkan vanilla.

Aku tahu dia tak akan berbicara...dia sangat egois...dia hanya takut jika aku membencinya. Dia tak memikirkan dirinya sendiri jika ibuku atau ayahku bertindak sesuatu padanya.

"Jawab...atau aku akan mencekikmu sampai mati vanilla ...!"

Ku eratkan jemariku hingga mata vanilla mendelik kaget, dia tak menyangka jika aku akan serius dengan ucapanku, jika aku sanggup berbuat jahat padanya.

"Jawab vanilla...apa kau tidak takut? Kau bisa mati di tanganku...aku serius..aku akan melukai siapa saja yang merusak keluargaku vanilla"kataku menekan tiap kata di nada suaraku, berusaha menggertaknya walau memakai cara kotor seperti itu bukanlah gayaku.

Menakut-nakuti vanilla juga bukan caraku menegurnya, tapi mau tak mau aku harus melakukannya..aku hanya ingin tahu sampai sebatas mana dia melindungi ketakutannya.

Melindungi kenyataan yang mungkin membuatku membencinya

Merasakan jemariku semakin kencang di lehernya hingga ia sulit bernafas, vanilla rupanya tak gentar. Dia bertahan meski urat-urat tegang menonjol dikulitnya, meski bulir keringat semakin berjatuhan dikeningnya.

Dia tetap menutup mulut meskipun matanya memerah basah dan tubuhnya meronta kesakitan. Vanilla tetap tak menyerah, ia mendongak ke langit dengan memejamkan mata, menangis hingga tetesannya jatuh ketanganku.

"Kenapa kau begitu keras kepala?"tanyaku pelan, mendekati wajahnya. Dengan tangan masih mencekik lehernya aku mencium bibir wanita dihadapanku.

Memagut lembut bibir tipisnya, meresapi tekstur bibir kecil vanilla yang kedua tangannya jatuh terkulai lemas diantara pinggulnya.

Vanilla sama sekali tak membalas ciumanku, bibirnya tak terpancing gerakan bibir atau lidahku yang terus berusaha mengait lidahnya. namun ke pasifannya bukan berarti aku menghentikan aksi ciuman ini, darah yang terpompa ditubuhku melonjak menjadi nafsu yang terkendalikan.

Aku menciumnya berlebihan karena marah..sangat marah...!

Alasanku marah..karena dia tidak percaya padaku, dia tak ingin berbagi apapun yang sebenarnya akan membahayakan dirinya sendiri.

Tetapi wanita yang kucium tak mengerti perasaanku, dia tetap pada pendiriannya.

Tanganku bergerak perlahan dari posisi mencekik berpindah menyentuh wajahnya, sementara tangan lainnya mendekap erat pinggul vanilla.

Vanilla memang bersih kukuh tak berbicara, tapi saat aku mencoba mengambil nafas dan kembali mendalami ciumanku.

Bibirnya mulai tak tahan dan pada akhirnya, walau pelan dia menyambut bibirku.

Mengikuti ritme gerakan ciuman seorang pria yang sedang menahan amarah.

Setidaknya...ada bagian tubuhnya yang tak bisa menolakku.

***

Kami berciuman sangat lama..tak perduli banyak mata memperhatikan atau orang-orang membicarakan, aku terus menciumnya sampai vanilla mendorong tubuhku, aku sempat terkejut tapi tak lama wanita menyedihkan ini memajukan langkahnya lalu meletakkan kedua tangannya diatas bahuku.

Merangkul bahuku untuk merendah setara tubuhnya, dan dia memberiku ciuman singkat yang begitu manis.

"Aku tak ingin kau membenciku javier...ku mohon...jangan memaksaku"ucapnya lirih, memintaku untuk mengerti.

Sayangnya hatiku sudah dibakar cemburu..amarahku bukan hanya karena kecewa akan keluargaku melainkan tak bisa membayangkan jika vanilla memiliki hati dengan pria lain.

Walau hatiku masih meraba tentang perasaanku padanya...aku tak ingin kehilangan vanilla.

"Aku tak ingin memaksamu...tapi jika sesuatu terjadi padamu atau orang tuaku ..aku tidak bisa tinggal diam vanilla..." ku ungkapkan apa yang ku takuti.

"Bukankah tadi kau ingin membunuhku...? Lalu untuk apa memperdulikanku?"

Kedua matanya bergerak mengikuti gerakan mataku, vanilla mendekatkan lagi bibirnya dan sekali lagi menyapu lembut bibirku dengan manis.

"Karena aku ingin kau bicara...tapi ternyata sulit meyakinkanmu...aku khawatir padamu vanilla"kataku bimbang, mengungkapkan kekhawatiranku.

"Terima kasih..."ucapnya seraya mengusap punggung leherku, menelaah lebih dalam pandangannya padaku.

Lalu perlahan-lahan menuntun kepalaku untuk merunduk, menempelkan keningnya ke dasar kuningku.

"Sekarang apa yang harus ku lakukan vanilla..semuanya sudah berubah..kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini..jadi katakan padaku apa yang harus kulakukan untukmu, aku hanya ingin melindungimu..dan kedua orang tuaku...itu saja"selorohku bingung.

Tangan vanilla yang satu lagi tiba-tiba bergerak meraba wajahku, "aku tahu..kau sangat mencintai kedua orang tuamu...karena itulah javier..jangan bertanya disaat aku belum bisa menjawabnya...hanya fikirkan mereka..mereka yang terpenting"

"Baiklah aku tidak akan bertanya...tapi aku menuntut tiga permintaanku yang belum kau kabulkan..kau pasti ingat itu vanilla.."

Ujung matanya selintas berkedut, dia ingat aku masih memiliki tiga permintaan untuk mengupas segalanya.

Jika dari mulut vanilla tidak keluar apa yang ku mau, maka aku akan mencari cara lain untuk mencari jawabannya.

"Tapi javier jangan menggunakan tiga permohonan itu untuk memaksaku menjawabnya..."pungkas vanilla mengerutkan alis lebih dulu mengingatkan apa yang dijaganya, meski ada rasa takut tersirat jelas diwajahnya.

Melihatnya aku tersenyum tipis, membalas belaian sayang vanilla.

"Tidak vanilla..aku tidak akan memaksamu lagi, dengar...permintaan pertamaku..jangan pernah melarangku melakukan apapun jika itu untukmu..kedua...terus genggam tanganku dan jangan pernah melepaskannya meski keadaan semakin buruk ...terakhir...percayalah padaku....sebagai lelaki dan sebagai seorang anak..aku tak ingin pihak manapun terluka, jadi...kabulkan permintaanku, itu saja yang ku mau..."pintaku menjabarkan tiga permintaan melengkapi tujuh permintaan yang pernah kami janjikan sebelumnya.

Vanilla nampak menimang-nimang ucapanku kemudian menganggukkan kepalanya perlahan.

"Apa yang kuminta darimu?"tanyaku mengulang, berharap wanita ini faham.

"Tidak melarangmu...terus menggenggam tanganmu dan percaya padamu...itu yang kau inginkan bukan?"rupanya dia memahami apa yang ku maksudkan, aku pun menggangguk senang sambil merengkuh jemarinya ke sela jemariku.

"Bagus...kalau begitu pegang ucapanmu..."kataku kemudian menarik tangannya mengikuti langkah besarku.

"Mau kemana javier?"tanya vanilla bingung, aku tak menoleh dan mempercepat langkahku "mencari jawaban yang tak bisa kau jawab!"

"Apa..?!"

***PRELUDE***

Vanilla pov

"Javier...apa yang kau lakukan?! javier..!" aku memanggilnya berkali-kali tapi tak digubrisnya. Pria yang menarik tanganku menyeretku memasuki kamar kak luna. Entah apa yang dicarinya, dia membuka satu persatu laci, lemari baju, deretan buku-buku dan semua benda yang ditemukannya dibuka dan dilempar ketika yang dicarinya tak kunjung ketemu.

"Javier..hei...apa yang kau cari...javier...sebenarnya apa yang kau cari hah?" Dia hanya terdiam sambil sibuk mencari-cari, walau begitu sesuai ucapannya pria ini tetap menggenggam sebelah tanganku.

"Javier ini kamar kakakku... walau dia tak ada di sini jangan sembarangan membuka benda-benda miliknya! "seruku kesal, geram melihatnya bertindak semaunya.

"Aku tunangannya..dan aku yang membelikan semua benda-benda ini!"ujarnya tak perduli, mengungkit statusnya sebagai tunangan kakakku yang sekilas miris dihatiku.

Satu fakta yang tak bisa diubah...dia masih tunangan kakakku, meskipun statusku dengan javier tidak jelas seperti apa.

"sekalipun kau tunangannya itu tidak sopan!"seruku geram, javier terdiam mendangak kelangit-langit, lalu berpaling lagi kearahku.

"Kalau begitu...beritahu aku dimana keberadaan cateluna!"serunya membuat alisku menjengit heran.

"Apa?! Kau bilang apa?! ....Aku datang kesini karena mencarinya...dan kau menanyakan keberadaannya padaku?! Kau bercanda?!" Tak habis fikir dengan pola fikir javier. Bagaimana bisa dia menanyakan pertanyaan konyol seperti itu.

"Lalu untuk apa kau datang mencarinya?"tanyanya tiba-tiba dibungkus ekpresi serius.

"Karena...ya..karena....orang tuaku merindukannya..dia..sudah lama tidak pulang jadi.."

"Bohong! Kau datang disaat kakakmu menghilang..siapapun akan curiga"selorohnya cepat mengambil kesimpulan mengenai menghilangnya kak luna bertepatan disaat aku datang mencarinya.

"Apa maksudmu? Kenapa kau berfikir seperti itu?!"

Javier merendahkan kepalanya, menyipitkan matanya. Dia mendekatkan wajahnya lagi hingga ku tutup mataku rapat-rapat.

Semoga dia tidak menciumku lagi..aku tahu pria ini tidak berani bermain kasar, saat mencekikku pun memang sedikit sakit tapi dia tak menekannya. Aku masih bisa bernafas..kecuali saat dia menciumku. Itu baru hukuman...!

yang ku fikirkan tidak terjadi, javier malah menarik tanganku menghampiri jendela besar menyongsong kearah jalanan. Dia menyimak tanaman itu sesaat lalu Mengambil sesuatu dari balik bunga kaktus kemudian menggeser pot tanaman kaktus yang dibawahnya terdapat sebuah kotak penyangga.

Sebuah kotak penyangga yang hanya berbentuk kotak tebal dan sangat biasa, alisku menyatu memperhatikan baik-baik apa yang mengusik fikirannya. Dia meremas benda yang diambilnya tanpa terlihat olehku benda apa yang dihancurkan dengan genggamannya.

"Javier..."aku hendak bertanya, tapi dia menahan bibirku untuk tak berbicara. Dia mendongak keatas langit kamar, lalu arah matanya bergerak ke lampur kristal indah yang bertengger manis.

Kedua matanya menyipit melihat kesekeliling kemudian kembali mengarah ke letak lampu kristal, lalu tiba-tiba tangannya yang menggenggam tanganku dilepasnya berganti merengkuh kepalaku untuk menunduk dan menempel didadanya.

"Javier..."aku memanggilnya tanpa suara.

lewat sebelah mataku yang masih ada celah, ku lihat javier mengambil kotak penyangga tadi dan melempar ke atas...tepatnya ke lampu kristal hingga lampu mewah itu bergoyang kencang dan sebagian kristalnya yang pecah oleh kotak penyangga jatuh gemerincing membentur dasar lantai.

Prang!!!!!

Setiap anak kristal membentur keras mengenai berbagai benda, ricuh serta menggema kencang ke sudut ruangan.
Aku menganga heran dan akan mendongak jika javier tak menahan kepalaku sambil berbisik "sttt.....jangan bergerak..."bisiknya sekemudian melangkah dengan sebelah tangan melindungi puncak kepalaku dan tubuhku yang gemetar.

Aku tak tahu apa yang dilakukannya..mengapa ia menghancurkan lampu kristal dan..

Prang!!! BRAKKK!!!!

Javier menendang salah satu tiang kanopi hingga patah, mengambil tiang tersebut dan menyambit benda lainnya hingga bunyi pukulan demi pukulan ke benda-benda tumpul lainnya berisik ditelingaku.

Untuk apa dia menghancurkan kamar kak luna yang kini tak ubahnya medan perang, semua berantakan..hancur tanpa bentuk dan yang tersisa hanya pertanyaan dari mulutku berbisik ketelinganya.

"A..ap..apa yang kau lakukan javier?!"tekanku heran dengan suara gelagapan, aku yakin ada alasan dibalik aksi brutalnya tadi.

Javier mendengus jengah, nafasnya terhembus letih setelah memukuli banyak benda hingga pria ini lama menjawab. Aku mengulang pertanyaanku, "ja..ja..vier...a..ada apa?"tanyaku masih gelagapan

"Diam...Jangan bersuara...seseorang memperhatikan kita vanilla..."bisiknya sambil terus memperhatikan kesekeliling, seolah-olah masih ada benda yang belum dihancurkannya.

Sesuai perintahnya aku tak menjawab, hanya kebingungan dengan ucapannya. Siapa yang memperhatikan kami jika dikamar ini hanya ada aku dan dia...kecuali..

Sekelibat tangan besar itu mendorong ku ke sofa, javier melompat ke atas nakas disampingku dan memukul benda kecil berwarna hitam tepat diatas AC yang menyala.

Tanpa melepaskan tanganku, dan ketika benda itu jatuh tak jauh dari kakiku, mataku menciut memperhatikan benda asing berbentuk amat kecil.

"Ben..benda..apa itu?"tanyaku melirik javier yang melompat turun, mengambil benda kecil dihadapanku. Kedua matanya mengamati tajam "kamera...ini kamera pengintai.. ada lima kamera dikamar ini vanilla"ujarnya dengan kepala menoleh keseluruh ruangan yang hancur olehnya.

"Ta..tapi..bagaimana kau tahu...? siapa yang melakukannya javier? untuk apa dia memasangnya...?" Rasa panik menggeliat diragaku, bingung, takut dan cemas semuanya campur aduk, takut seseorang berencana melukai kakakku.

"aku selalu memasang kamera pengintai dirumahku jadi aku tahu benda ini...dan bodohnya ...selama ini aku baru menyadarinya ada benda ini dikamarnya...kau pasti tahu cateluna tidak menyukai tanaman kaktus...dan tanaman itu ada disamping jendelanya sudah pasti seseorang memasuki kamarnya. memasang kamera pengintai disetiap benda yang sulit dilihat"

"Bagaimana kau menyadarinya?

" saat aku ingin mencari beberapa petunjuk dimana keberadaan kakakmu dan ketika kau terdiam...suasana hening dan aku mendengarnya, saat itulah aku tahu ada yang tidak beres, ada banyak kamera kecil bersensor gerakan menghasilkan suara klik atau berdengung saat benda itu beroperasi..aku tidak tahu siapa pelakunya atau untuk apa dia memata-matai ruangan ini .."seloroh javier menjelaskan benda kecil itu, benda yang membuatnya mau tak mau merusak seluruh kamar kak luna.

"Andai saja dia menggunakan kabel yang bukan nirkabel...mungkin akan memudahkanku untuk melacak"ujar javier membanting borgol ditangannya kelantai. "Aku yakin dia mengincar cateluna..itulah mengapa aku menanyakan cateluna padamu...aku ingin orang itu menyadari kau dan aku tidak tahu apa-apa...dengan begitu kau aman...tapi...sepertinya dia tidak sebodoh itu...jadi kuhancurkan saja semuanya"ujarnya membuatku terpaku, tak menyangka javier cepat tanggap dengan apa yang terjadi.

"Menurutmu.. siapa yang sanggup melakukannya javier?"tanyaku mengerutkan alis, tenggorokkanku terasa kering mendengar berbagai hal mengerikan menantiku.

"Entahlah...yang pasti dia bukan orang sembarangan..."jawab javier mencengkram lembut tanganku.

Aku termangu menatap tangannya yang kembali menuai luka gores namun tak mengeluh sama sekali...sikap tak perduli akan dirinya begitu menyayat hatiku. Sampai kapan dia akan terluka untukku?

Kediaman ku untuk tak menjawab pertanyaannya..selain ragu dengan perasaanku sendiri, aku tak ingin javier membenciku jika tahu bagaimana perasaanku pada william dimasa lalu dan sebaliknya perasaan william kepadaku adalah dalang dari semua masalahnya.

Dia akan merasa hancur...lepas dari jeanita wanita yang amat begitu dicintainya, masih terasa luka merobek hatinya yang belum sembuh, tapi malangnya pria ini harus tertimpa luka baru. Mengapa semua itu harus terjadi padamu javier? Mengapa..

"Kau terus melindungiku ...apa kau tidak takut jika sesuatu terjadi padamu javier?"tanyaku sedih, kedua mataku kembali basah oleh genangan air mata. Panas didada memompa nafasku menjadi rasa bersalah.

Tapi dia dengan senyum tipisnya mencoba menepis ketakutanku, dia membelai puncak kepalaku, lalu jemarinya merayap turun ditepi wajahku, leher dan berhenti didadaku.

"Yang kutakuti disini...aku takut jika hatimu terluka....itu yang sangat kutakutkan vanilla"gumamnya kembali tersenyum miris, berusaha menenangkan jalan fikiranku lewat kata-kata yang sungguh menyentuh hatiku.

Ting tong...!

duk duk!

Ting tong ...!

Duk duk....!

Sekelibat kami menoleh ke arah pintu, dikejutkan suara bel berikut ketukkannya, javier membimbingku berdiri dengan sebelah tangan merengkuh tubuhku yang reflek merengsek ke tubuhnya sementara tangan yang lain seperti biasa mengawasi.

Satu hal yang barus kusadari....javier selalu memegang ucapannya. Dia tidak benar-benar melepaskan tanganku, dia selalu menjagaku..melakukan segalanya untukku hingga tanpa kusadari memancing air mataku tumpah.

"Javier..."panggilku ketika dia nampak serius memperhatikan kondisi diluar pintu, setengah mengabaikanku yang terus memanggilnya.

"Javier..."aku tak berhenti sampai akhirnya dia menoleh dan hendak menjawab namun tertahan bibirku yang langsung mengecup pipinya, pria itu pun membeku, sorot tajam dimatanya tak pelak melemah...

"Van..."aku kembali memotong ucapannya dengan mencium lagi pipinya yang lain.

"Apapun yang terjadi....maafkan aku javier jika aku harus menyusahkanmu..."kataku dari lubuk hati terdalam.

Dia mengangguk pelan, menghela nafas kecil lalu menarik ujung daguku dan membalas dengan mengecupnya disana.

Kemudian bibir tipis kemerahan itu berpindah naik mengecup ujung hidungku dan terakhir di keningku. "Tidak masalah vanilla....ini pilihanku"katanya ringan, mengamit lenganku, setelah meyakinkanku lewat kelembutannya memandang dia menarik kenop pintu.
Keluar lebih dulu dari kamar kak luna menuju anak tangga.

Jantungku berdetak kencang mendengar bel yang terus berbunyi, ketukan demi ketukkan menyusul.

sejenak javier menarik nafas dan membukanya.

Dan ketika pintu terbuka lebar melihat william setengah membungkuk dengan nafas naik turun berdiri ditengah ambang pintu , pria yang kucinta dimasa lalu terkekeh geli.

"Lama sekali... " ujarnya jengah.

Disusul tujuh body guard berbadan kekar muncul dari balik sisi pintu dan berjejer menantang dibelakang punggung william.

"Serahkan vanilla padaku....atau...kau hancur ditangan mereka..!"ujar william menyambung ucapannya. Titah mengerikan dari mulut william membuat javier menatap nyalang.

"Apa...?!"

"Serahkan dia..."

***prelude***

kesedihan...kebahagiaan...semuanya terikat atas nama cinta, jika diambil salah satu darinya...sederhana saja itu bukanlah cinta.


Mariana Pov

"mariana?!" Ujar william tak menyangka kedatanganku, dia yang berlutut demi vanilla segera berdiri saat tahu aku bukanlah wanita pujaannya.

Kedua matanya bergerak panik melihat amarah membenam diwajahku, emosiku memuncak bagai lahar yang tak terbendung dan tumpah ruah, panasnya siap membakar apapun.

"Kau..."kataku tak bisa berkata-kata, sedih melihat suamiku hanya terdiam tanpa mau menjelaskan apa yang sudah terjadi seolah-olah tak berbuat salah padaku.

ingin kuhela nafas berat yang mengendap didadaku dan membuangnya tapi sulit..terlalu sakit.

"Hari ini aku...."

"Aku tahu..."selanya memotong ucapanku namun tak berani menatapku, hidungku berubah kempas kempis dan memerahpun dia tak menggubrisnya, dia berkata datar "selamat ulang tahun..." sambil lalu merapikan debu dilututnya.

Ya Tuhan...

Sebegitu kah aku tak berarti lagi untukmu...sedalam itukah kau mencintai vanilla hingga kau lupa akan kesalahanmu.

"Te..terima kasih" ku usap dadaku perlahan, menjaga hatiku untuk lebih tenang...meski tak mendapat ciuman darinya, atau pelukkan yang biasanya kudapatkan dihari besarku.

Dan justru menemukan pemandangan memilukan suamiku dengan wanita lain

Tak mengapa...aku mencoba mengendalikan hatiku, mereguk lukaku sendiri walau dengan tubuh gemetar.

Aku berusaha mempertahankan rumah tangga kami meski dikatakan bodoh oleh suamiku atau siapapun aku tak perduli, mencoba buta dan tuli demi suami dan anakku. Namun...usahaku nihil jika dia menghancurkannya.

"Kau melihatnya..."ujar william tiba-tiba.

Ya...aku mendengarnya, dalam hati aku menjawab pedih, ingin berteriak memaki, ingin menampar suamiku yang berselingkuh dengan wanita lain di depan mataku.

Tapi..apadaya...aku terlalu mencintainya. Hingga seperti orang idiot aku mencoba tersenyum lebar.

"Ya...aku melihatmu..."kataku menahan..terus menahan.

"Kau tidak marah?"tanya william datar, tetapi nada suara beratnya mengandung rasa bersalah.

"Marah? Untuk apa...?"

Ya aku sangat marah! Aku menjawabnya lagi dalam hati.

Tapi lain jika dimulutku, aku tak bisa meluapkan amarahku...tidak bisa.

"Untuk semua yang kau lihat mariana ....aku yakin kau mengetahuinya"william menekan bagian terakhir dikalimatnya.

"Maaf...aku tidak mengerti ucapanmu.. aku hanya melihatmu william... kedatanganku kesinipun hanya untuk mengunjungi cateluna dan javier, tapi sepertinya mereka sudah pergi...kalau begitu aku permisi ...jangan lupa makan malam bersama ya sayang, aku ingin merayakan bersama kalian..."

Ku telan bulat-bulat nyeri dihatiku, melewati william yang sekelibat menahan lenganku.

"Jangan pura-pura tidak tahu mariana... kau melihat apa yang kulakukan padanya..."

"Pada siapa?"tanyaku gemetar, berusaha menahan gejolak didadaku.

Sorot mata tajam itu terarah dalam kemataku, matanya memerah saat melanjutkan kata-katanya.

"Aku mencintainya..."ungkap william...kata-kata itu lolos dari mulutnya tanpa takut akibatnya.

Meningkatkan ritme getar ditubuhku, rasa nyeri yang menguliti hatiku membuatku tak bisa membalas tatapannya.

Dan sangat menyakitkan ketika dia mengulangi pengakuan itu ketelingaku "aku mencintai wanita yang kau lihat...maafkan aku mariana...aku mencintai wanita lain"

..tubuhku melemah seketika.

Terjatuh ditanah jika william tak cepat menahannya, "mariana...." dia menatap mataku yang mengalirkan air mata.

Melihatku menangis dihadapannya bukan keinginanku...aku ingin terlihat tegar tapi..yang membuatku tegar justru menghancurkan ketegaranku.

"Hentikan william...hentikan! jangan mengulanginya...aku...aku tidak sanggup mendengarnya" ucapku lirih, sakit terkhianati menembus jiwa dan ragaku.

William menghela nafasnya perlahan, mencoba menegapkan tubuhku namun sulit bagiku untuk berdiri tegap.

"Maafkan aku mariana...maafkan aku...aku gagal...aku tak berhasil mencintaimu...mariana..aku tidak bisa"

Siapapun akan terluka saat mendengar yang kau cintai meminta maaf karena tak bisa mencintaimu.

Ya Tuhan
tak kusangka cinta sepihak yang kujalani selama ini berujung luka, mengiris-iris batas kesabaranku.

"Kau tidak gagal....kau tidak perlu meminta maaf...suamiku tidak akan pernah mengatakan itu padaku...jadi ku anggap tidak pernah mendengarnya...tidak pernah william..."kataku geram, melepas sekuat tenaga pegangan william, meninggalkan suamiku tanpa menoleh, aku melesat cepat kearah mobil dimana carl sudah membukakan pintu.

William tak menunjukkan tanda-tanda mengejarku...entah apa pandangannya padaku saat ini sungguh aku tak perduli, kucoba menahan amarahku akan perhatian mata carl yang terus menerus melirikku dari kaca spion, dia tahu betapa susah payahnya aku memendam apa yang kurasakan.

Aku tak ingin terlihat lemah dimata siapapun...tidak...! Siapapun !

"Nyonya..."sapa carl sesopan mungkin, ada nada cemas terselip disuaranya.

"Jalan carl....kita pulang saja"perintahku dengan suara bergetar, mengigit bawah bibirku kuat-kuar agar tak menangis.

Sesampai dirumah...carl yang hendak membukan kan pintu kalah cepat oleh gerakkan tanganku, "nyonya..."dia memanggilku, dan tanpa banyak bicara carl mengekoriku dari belakang, setia mengikutiku sampai ke arah garasi. aku menghampiri jejeran mobil dan memilih salah satu mobil, segera masuk sebelum carl bertanya, mengemudi dengan kecepatan kencang hingga carl mengerutkan alisnya..dia berdiri linglung memperhatikanku dari kejauhan.

Supir kepercayaan william yang selalu memperhatikan gerak gerikku.....semoga dia mengerti mengapa aku begini...betapa tuan besarnya menyakitiku terlalu dalam.

Sesampai ditengah jalan tol, mobilku yang melaju cepat perlahan menurun kecepatannya lalu berhenti dipinggir jalan, aku menundukkan kepalaku di stir mobil dengan kepala pasrah.

Menangis sejadi-jadinya...meneriaki nama william hingga kerongkanganku terasa mengering.

Kado ulang tahun yang kuterima dari suamiku...adalah luka.

***

Jangan salahkan aku jika amarah bisa membangkitkan dendam dan kebencian, air mataku tak akan kubiarkan tumpah sia-sia.

William.. kau sudah mengibarkan bendera hitam padaku, jadi jangan salahkan aku...jika kuhancurkan semuanya.

Cuaca mendung sekilas menghias pekat diatas bangunan kosong ditengah pelosok, tempat dimana pram menyiksa wanita yang sudah seharusnya mati.

Aku melangkah menuruni anak tangga yang gelap, lembab dan basah dan sarat akan cahaya gelap.

Pram menyambutku dengan hormat, kemudian menunjukkan di mana dia menahan wanita brengsek itu.

Dia mengurungnya digudang bawah tanah yang kedap akan udara segar..pengap dan bau besi panas berbalur darah yang mengering.

Didepanku...wanita bernama cateluna tergolek lemah tak berdaya dengan kedua tangan terikat dan kaki terpasung.

Sangat menyedihkan...andai saja dia tak muncul kedalam keluargaku...dia tidak akan terdampar ditempat seperti ini.

Kuperhatikan wanita yang seolah-olah mengambang diudara, kedua kakinya terpasung namun lemah untuk berdiri tegap. Sedangkan kedua tangannya terikat kencang diatas kepalanya.

Menyadari seseorang memperhatikannya, dia bergeming...lalu mendecak benci begitu menghirup aroma parfum ditubuhku.

Ku pandangi setiap luka memar dan goresan demi goresan bekas pukulan cambuk pram pesuruh bayaranku menghiasi seluruh tubuhnya, rambutnya yang berantakan, kusam dan bau menutupi raut pucat wanita jalang yang ujung bibirnya mengeluarkan tetesan darah.

Aku tak meminta pram berlebihan menyiksanya...tapi perintahku bisa berubah lain jika wanita ini melawan, dan lihatlah betapa dia sangat menyeramkan.

Pendar kebencian tersirat dimanik matanya, jalang ini berusaha membuka matanya yang sebagian lebam, dan suara serak dari mulutnya pun terdengar lemah, meracau sebuah makian yang sulit untuk difahami.

"..akh..akhirnya...kau...kau muncul ju..juga.... " dia berkata lirih dengan nada terpatah-patah kemudian terkekeh geli, meluruskan pandangan bengisnya ke mataku.

"De..dengar.."dia meringis kesakitan, mengeram pilu akan luka di mulutnya, pram pasti menamparnya atau mungkin saja memukulnya.

"Kau tidak...akan...ti..tidak akan me.. menang...."ujarnya susah payah berbicara,
Menunjukkan ekpresi jijik bercampur kemarahan. Si jalang yang berhasil membuat keluargaku berantakkan...dan berhasil merubah william hingga berani mengatakan hal paling menyakitkan itu tak ada rasa takut sama sekali.

Pram bersiap memukulnya...tapi aku menahan pria berperawakan kekar itu untuk tetap ditempatnya.

"A..aku menang...."ucapnya lagi, berani menyulut emosiku tanpa takut jika kapan saja pram akan datang dan melukainya.

dia tertawa seperti orang gila...menertawakanku, ku lirik pram sekali lagi, ia menggelengkan kepalanya, begitu marah pada lawan bicaraku dan memintaku untuk lebih menjaga jarak.

Tawa membuncah dari mulut pasien skizofrenia yang kuculik beberapa pekan lalu ini membuat kedua tanganku gemetar, ingin sekali memukulnya.

Melampiaskan semuanya...!

Namun...jika kufikirkan lagi.
jiwanya sudah gila..raganya pun sudah ku buat hancur..jadi untuk apa aku mengotori tanganku?!

"Kau tidak akan pernah menang sialan....!"serunya lagi, dia berasumsi seenaknya.

"Diam..."kataku menekan.

"Suamimu.....dia..dia tidak men...mencintaimu! Kau tahu itu mariana! Hahaha....SELAMANYA DIA TIDAK AKAN PERNAH MENCINTAIMU...!!!"

"Diam!" Kedua tanganku bergetar, mengepal kuat mendengar komentar jalang sialan ini terus berkoar semaunya, jujur saja menahan kepingan-kepingan emosi bagai membakar dirimu sendiri . Tapi dasar jalang...semakin kubiarkan...dia semakin meracau melebihi batas.

"Kau...kau kalah..hahaha...kau kalah mariana!!!"teriaknya sambil melangkah maju namun tertahan kayu yang memasung kedua kakinya.

"KU BILANG DIAM BRENGSEK!!!!!"seruku tak tahan, menamparnya keras-keras, terlalu keras sampai tanganku kesakitan.

Sialannya....dia masih bisa bergerak, dengan sebalah mata tertutup dan darah segar keluar dari ujung bibirnya.

Wanita itu meringis, mengangkat wajahnya seakan pukulan bukan apa-apa.

"Tidak sakit....pu..pukulanmu lemah mariana...lemah....! Hahaha LEMAH!!!!"tandasnya balas berteriak.

Aku yang merasa kesal bukan main, berbalik arah, mengambil kotak dari saku jacket pram serta zippo.

Menyulut satu batang rokok dan menyesap dalam-dalam lalu meniupkan asap ke wajah cantik miliknya yang kini hancur dipenuhi luka.

"Aku tidak lemah....tidak!!! Karena suami bilang...jika aku lemah...aku tidak pantas menjadi istrinya...jadi aku..." suaraku berhenti saat dia mengabaikan kata-kataku dan tertawa lantang, lebih nyaring...meski terbatuk-batuk karena asap rokok mengenai wajahnya, dia tertawa renyah seakan akan ucapanku bukanlah apa-apa.

Membuatku naik pitam, mendekatinya dan menjambak rambutnya hingga ia mendongak kesakitan.

"Apa yang lucu?! HAH?! APA YANG LUCU ?!!!!!"teriakku murka.

Dia tak menjawab dan hanya tertawa sekencang-kencangnya. Membuatku habis kesabaran, menekan dada cateluna dengan rokok menyala ditanganku, abu panas kemerahan itu menembus lapisan tipis bajunya yang dihiasi bercak darah.

Dia menjerit kesakitan ketika aku menekannya dalam-dalam hingga abu panas membakar kulitnya.

"RASAKAN JALANG!!!!"

To be continue

*maaf aku telat up.. ada banyak kerjaan.

Selamat membaca 😊😊😊

Continue Reading

You'll Also Like

1M 13.8K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
2.4M 266K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
230K 16.3K 28
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
715K 139K 46
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...