PRELUDE

By naaadns

418K 19.7K 2.6K

" love you like crazy! " Aku tidak menganggap diriku gila sebelum mengenalmu. Aku normal... sangat normal Ka... More

Prolog
Pencarian part 1
Pencarian part 2
pencarian part 3
Rahasia -bagian 1-
Rahasia -bagian 2-
Rahasia -bagian 3-
Mr and Mrs Scandal -1-
Mr and Mrs Scandal -2-
Mr and Mrs Scandal -3-
Trouble Maker -1-
Trouble Maker -2-
Trouble Maker -3-
Just wild and young -1-
Insert (promotion) suami simpanan
Just wild and young -2-
Just wild and young -3-
You changed my world -1-
You changed my world -2-
You changed my world -3-
Criminal of Love -1-
Criminal of Love -2-
Criminal Of love -3-
Punishment and Loyalty -1-
Prelude...introduce part of characters
Punishment and loyalty -2-
Punishment and loyalty (part 2 complete)
Punishment and loyalty -3-
Please...remember me.. -1-
please ...remember me -2-
Please...remember me -3-
The Choice -2-
The Choice -3-
Eternity -1-
Eternity -2-
Eternity -3-
Romeo and Juliet -1-
Romeo and juliet -2-
Romeo and Juliet -3-
lose
Almaqhvira (pengampunan)
it's you...
the last....(final) -1-
The last (final) -2-
Prelude season 1 -end-
ekstra and ....
prelude - iridescent and redemption part 1
prelude -iridescent and redemption part 2
prelude- iridescent and redemption part 3
prelude - iridescent and redemption part 4
prelude - iridescent and redemption part 5
prelude -iridescent and redemption part 5 / continue
Prelude - iridescent and redemption / part 6-
PRELUDE - iridescent and redemption part 7
PRELUDE - iridescent and redemption/ part 8
prelude-iridescent and redemption part 9

The choice -1-

8.2K 411 88
By naaadns


Vanilla pov

Walau pada kenyataannya Dunia luas..semua tahu sebenarnya Dunia itu sempit!

.....prelude.

Jika aku menoleh kebelakang...ada rasa yang tak pernah terjawab dihatiku untuk pria yang tak pernah ku tahu siapa dia... jika aku melihat kedepan mengikuti debaran di dadaku saat ini... ada lubang luka yang semakin membesar dan mempertahan rasa suka ku padanya..sama saja membunuhnya hidup-hidup.

Jadi apa yang harus kupilih?

Hatiku di masa lalu atau... pria yang menulis sesuatu ditanganku?

****

Aku terbelalak membacanya, kata-kata yang ditulisnya memicu mataku membulat melihatnya dengan heran.

Kepala pria yang menunduk dibawah tudung putih, yang sebagian wajahnya tersiram mentari pagi hingga menyulitkanku melihat bagaimana ekpresinya.

"please...remember me..." aku membaca lagi kalimat ditanganku sambil menatapnya dalam-dalam, aku berusaha mencermati apa maksud dari tulisan ini ..walau aku bingung apa yang perlu kuingat tentang javier? Dan mengapa dia memintaku untuk mengingatnya..?

"Apa maksudnya ini...? Untuk apa kau menulis ini javier ...?"tanyaku heran sedikit menahan nafas, mataku berpindah dari tulisan di tanganku ke sosok dihadapanku secara bergantian, terus menerus.

Sampai beberapa detik berlalu tanpa ada jawaban, rasa penasaranku belum juga terjawab. pria di depanku menghela nafas pelan lalu menarik pinggangku hingga wajah yang tadinya tidak terlihat begitu jelas kini terlihat amat sangat jelas.

Mengapa kau senang membuat fikiranku kacau javier hanya dengan menyentuh bagian tubuhku?!

Dari jarak sedekat ini aku tahu dia tampan...tatapannya tajam...aroma nafas dan tubuhnya memikat...pria yang selalu membuat jantungku berdetak sangat cepat...

tapi...

Meksipun mirip

dia bukan javier.

Bukan pria di hatiku..bukan pria yang membuat pagiku terasa manis melebihi manisnya permen.

Dia pria lain yang berani menyentuh tubuhku.

"A..anda...."

"hallo...." ucapnya halus, menyerupai bisikkan angin.

"....vanilla" sambungnya melengkapi sapaannya menyebutkan namaku.

ujung mulutku berkedut menatap nyalang lawan bicaraku yang meredupkan pandangannya, sepasang mata tajam yang luluh oleh kesedihan.

"...ke..kenapa anda..."

"aku...aku merindukanmu vanilla "

"apa?!"

"Aku sangat merindukanmu..."

Merindukanku? Dia..?!

"Tu..tunggu..ke..ke..kenapa...kenapa anda berbicara seperti itu..ng..a..aku..aku.."

"Kedaikopi tempat kita pertama kali bertemu...Hujan yang datang tiba-tiba dan sangat deras...Topi dan Payung yang kau hargai seratus rupiah.. mawar putih yang kau terima tujuh tahun silam di surabaya....apa kau tidak mengingatnya? Apa kau sudah melupakan pria vanilla?"

Apa....?!

Aku memang terkejut saat rahasiaku dan nama asliku terbongkar william..akan tetapi...

dari mana william tahu cerita itu? Cerita yang tak semua orang tahu...rahasiaku yang selalu kusembunyikan dari siapapun...tapi bagaimana dia mengetahui cerita di masa laluku..?!

jika william membayar pesuruhnya untuk memataiku, mengorek informasi tentang keluargaku...dan sehebat apapun mereka mencari tahu.

Tidak mungkin sampai mengetahui cerita yang tidak pernah kuceritakan pada siapapun...

Terkecuali dia bagian dari masa laluku...dia pria itu!

Oh william....

siapa sebenarnya dirimu..?!

"...aku...seseorang yang tidak pernah berani menemuimu vanilla..sipengecut yang terlanjur jatuh hati padamu"

Ya Tuhan....! Seperti ada petir menyambar ke dalam jantungku.

Mulutku terbuka lebar dengan sorot mata mendelik tajam, tanpa basa basi melepas tudung kepalanya demi membuktikan pendengaranku salah.

Jemariku menutup sebagian mulutku begitu melihat jelas rupa pria yang mengatakan banyak hal tentang diriku, seulas wajah tak asing itu..wajah dingin yang membuatku bertanya-tanya dan menegaskan kebingunganku.

Wajah William margot, ayah javier sekaligus pria yang membuat bumiku seakan berhenti bergerak dari porosnya kini menatapku sedih dengan mata memerah, alisnya berkerut membalas lebih dalam tatapanku.

"ja..jadi..Kau..."

"Ya...aku pria itu vanilla..."

"hah... Bagaimana bisa kau..."

"..semua bisa saja terjadi vanilla..."

"Ta..tapi...tapi.."

"aku pria di masa lalumu... william ... pria pecundang yang berusaha mengenalmu...yang sangat menyukai seorang gadis bernama vanilla tujuh tahun silam lamanya...pertama kali menemuimu di surabaya, apa kau masih tak mengingatku sama sekali...pria yang tak bisa datang menemuimu dikedai kopi saat itu....pria yang membuatmu menunggu hampir sepanjang hari sampai kau tertidur"

Boommm!!!! bunyi ledakan keras menggema dikepalaku...!

Aku menganga makin lebar mendengar ucapannya.

Oh Tuhan....

nyaris aku terjatuh dari posisiku berdiri jika tangan william tak berusaha menyangga tubuhku dengan baik. dia sangat khawatir melihat kondisiku yang tegang namun pria itu tetap melanjutkan ucapannya, menahan tubuhku untuk tetap berada dipandangannya...agar aku mendengar pengakuannya yang lain.

"..aku bantu kau mengingatku sekali lagi vanilla...aku william...seratus rupiah yang mengabaikan perasaanmu selama ini...pemberi mawar putih yang meminta maaf karena tak berani menemuimu... tidak pernah berhenti mengharapkanmu vanilla... selalu memikirkanmu meski aku bersama wanita manapun...aku tak pernah mengganti posisimu dengan siapapun vanilla...sekalipun itu istriku" kurasakan tangan william bergetar kala mencengkram pinggulku, mendengarkan pengakuannya yang mengerikan...membuat tubuhku kian membeku seakan menghentikan aliran darahku, seolah tak ada udara mengisi ruang nafasku ketika dikejutkan cerita demi cerita yang tak pernah kusangka terkuak dari bibirnya.

Dunia pasti sudah gila..mana mungkin dia pria itu..!

Tidak...aku memang tidak pernah melihat wajahnya..tapi aku mengingat bagaimana suaranya..dan jika kuingat baik-baik suaranya sangatlah mirip.

menyerupai pria yang selama ini ku nanti dan lebih dulu mengisi hatiku....yang ku kira tak akan pernah ku temui...tapi siapa sangka selama ini dia justru berada didekatku...dia memperhatikanku...bahkan dari pengakuannya dia merasakan apa yang kurasakan.

William....apa kau benar pria itu?

"Aku pria bernama william yang tak pernah gagal dalam hal apapun...tapi gagal saat dipertemukan olehmu vanilla...selama ini aku tak pernah sanggup melupakanmu..aku tidak pernah bisa" ucapnya lagi, wajah tampan itu makin memerah, menumpahkan linangan air mata. Terisak pedih melihatku menggeleng pelan, terlalu terkejutnya kepalaku rasanya berat dan reflek bergerak mundur menengadah langit...menatap hamparan putih kebiruan tergurat sinar matahari keemasan , aku tak berani melihat wajah william setelah tahu semuanya..sengaja menghindari tatapannya sambil mencerna apa yang terjadi, namun aku tak berdaya akan fikiranku sendiri dan mentalku yang didera shock berat membuatku melayang bagai kertas ditangannya seakan aku tak memiliki tulang.

"Vanilla..." ia menjaga tubuhku untuk tetap berdiri tegap, jika ia tidak terus menahannya sudah pasti tubuhku terjatuh ke tanah..tersungkur lemah menelan pukulan keras dibenakku.

"Vanilla..." pria ini terus menyebut namaku..mencoba menyadarkanku namun aku tetap tak bergeming, aku membisu tanpa tahu harus berkata apa...bahkan hembusan angin terasa seperti potongan silet menyayat kulitku...terasa sakit, sentuhan william di pinggangku bagai pagar kokoh yang kusandari...aman namun menyakitkan.

William memandang pilu wajah ku, ia terdiam beberapa detik menatap leherku yang jenjang..lalu perlahan mendekatkan wajahnya hingga hembusan nafasnya begitu terasa dikulitku, saat ujung hidungnya sedikit lagi menempel..mataku terpejam, sialnya bagian tubuhku yang lain bereaksi, tulang belikatku tak ayal tercekat tegang menyerap nafasnya, william tak menciumnya...hanya menghembuskan nafasnya, meresapi aroma tubuhku....namun mengacaukan seluruh organ tubuhku.

Dia mengangkat kepalanya perlahan...memandang lagi wajahku yang bertahan untuk tak mengeluarkan bentuk ekpresi apapun, "vanilla..."sekali lagi dia memanggilku dengan suara lirih...kemudian tubuhnya perlahan merendah, mendekatkan lagi kepalanya dan merayap turun dengan kening menempel diperut lalu berhenti di pahaku, ia bersujud dihadapanku, Diantara dinginnya angin..dia merengkuh sebagian tubuhku kuat-kuat, kepalanya mendongak demi melihat wajahku yang tak sanggup menatapnya sama sekali.

"vanilla ku mohon dengarkan aku...kau boleh marah padaku tapi..perasaan ini selalu untukmu vanilla...sungguh aku tidak tahu cara menghapusnya....dan aku tidak akan pernah ingin menghapusnya...aku mohon bicaralah vanilla...jangan membenci perasaan ini...perasaanku tulus untukmu..vanilla...sungguh aku tidak pernah meminta perasaan ini datang padaku..aku tidak ingin melukai siapapun dengan apa yang ku rasakan padamu... tapi..asal kau tahu..cukup dengan perasaan ini... setidaknya aku berubah lebih baik...aku bisa merasakan apa itu cinta vanilla...bagaimana mencintai seseorang...bagaimana merelakanmu yang tidak mungkin bisa kudapatkan...aku sadar...kau pasti membenciku...tapi vanilla...aku bisa hidup dengan baik hanya dengan memikirkanmu saja, membayangkan wajahmu disaat aku ingin merasakan apa itu kasih sayang..sekalipun kau tak pernah tahu tentang perasaan ini..aku bergantung atas perasaan ini selamanya vanilla dan akan selalu menjaganya..karena kau adalah penggerak nafasku....kau hadiah terindah dari Tuhan untukku yang tidak pernah ku dapatkan sebelumnya..."

Penggerak nafasnya? Hadiah terindah dari Tuhan.... Aku pasti bermimpi! Ya aku pasti bermimpi.

Semua ini mimpi...!

".. aku hanya manusia biasa vanilla..aku memang bisa mengendalikan semua apa yang kumiliki...tapi tidak hatiku...tidak dengan perasaanku...dia bebas memilih sekalipun itu salah... dan aku tidak pernah menyalahkan perasaanku padamu" dia meneteskan air matanya..seperti javier, dia yang tak pernah menunjukkan kelemahannya..berubah karena sebuah pengakuan, mengucapkan kata demi kata berujung menyedihkan..sentuhannya pun meningkat menjadi getaran paling lembut tapi menyiksa batin, william mencurahkan kerinduannya yang membuat bulu kudukku merinding.

Andai dia tahu....kata-katanya membuatku seakan mati rasa.

Air mataku tak pelak menetes saat william meremas jari jemariku, pria yang dulu selalu ku nanti pagi siang dan malam...pria yang membuatku tak pernah melihat pria lain...dia datang dihadapanku..dia bersimpuh meminta maaf atas perasaannya padaku.

Menghantarkan sebuah pengakuan yang tidak pernah kusangka-sangka keluar dari bibir seorang william, calon mertua kakakku dan...si pemerhati yang menahan perasaannya selama ini...ayah dari pria yang kini ku cintai.

Oh Tuhan....aku bisa gila!

Aku bisa gila...!

Mana mungkin aku mencintai dua pria yang saling terkait. Antara masa lalu...dan detik ini...

Javier... apa yang harus kulakukan?

Mengapa harus dia...mengapa harus ayahmu..mengapa pria itu harus william....?

Teringat saat beberapa waktu lalu dia memelukku didalam mobil...membuatku mengerti mengapa saat itu jantungku berdetak keras. Bukan karena dia ayah javier...bukan karena dia lawan jenisku...bukan juga karena calon mertua kakakku atau rahasianya mencintai kakakku terbongkar tapi karena dia pemilik hatiku sebelumnya...dia telah datang memberiku jawaban yang selalu ku tunggu.... selalu ku minta dalam doa dan harapanku.

Kau memang benar william... rasa tak pernah salah...

Rasa terbentuk dari ketulusan..bebas untuk memilih

Akan tetapi...

Sepertinya salah jika rasa itu untukku...karena hanya akan ada luka-luka lain jika kau memberikannya padaku...

"Aku mencintaimu dengan segenap hatiku vanilla.."di luncurkannya kalimat cinta berhias air mata lalu mengecup lembut ujung jemariku, dia terisak dengan kesedihan mendalam, mengeratkan jemariku kewajahnya.

"Aku tahu pengakuanku akan sangat mengejutkanmu vanilla...tapi aku tak sanggup jika tak pernah mengatakannya...melihatmu didekatku...bersama putraku..terus melihatnya...aku tak sanggup lagi vanilla...aku tak ingin menjadi seorang pecundang lagi di depan wanita yang kucintai...aku tidak ingin menjadi orang lain hanya didepan dirimu.. aku tidak ingin vanilla..."

Wanita yang kau cintai...

Apa pantas cinta itu tumbuh untukku?!

Tubuhku memang tak bergerak...tapi hatiku....seperti dipukul-pukul saat william mengatakannya.

Tuhan....apa maksud dari semua ini ..mengapa? Mengapa ini terjadi padaku? Mengapa harus dia?

"Aku tidak meminta kau membalas perasaanku vanilla..aku hanya ingin kau tahu...aku adalah pria itu...william..."
Dia menundukkan kepalanya lalu mendongak lagi. "Vanilla...."

Ya...meski aku menyangkal ribuan kali atau jutaan kalipun..meski aku menutup telingaku rapat-rapat sampai tak mendengar apapun...dia tetaplah pria yang mengisi detak jantungku dimasa lalu, cinta pertamaku...

Dia datang disaat hatiku meragu

Aku harus bagaimana javier...

Di saat aku yakin jatuh cinta padamu, dia datang ...mengambil ruangnya.

Mengambil apa yang sudah pernah menjadi miliknya.

Ayahmu... william.

"Vanilla..bicarala...kumohon bicaralah vanilla...katakan sesuatu...vanilla..."

......apa yang harus kukatakan padamu william?!

kau juga pria yang kucintai...dan lebih dulu.

Apa yang harus ku katakan..

Kata-kata apa yang harus keluar dari mulutku william?

"Vanilla..."william tak hentinya memanggil namaku.

Membangkitkan keraguan didalam hatiku.. apakah aku harus merengkuh tubuh pria ini kedalam pelukkanku karena selama ini juga aku merindukan sosoknya atau....membiarkannya.

Saat aku meluruskan kepalaku, sekelibat mataku melebar dua kali lipat lebih besar dari sebelumnya.

Aku pasti salah lihat...!

"Javier..." aku memanggil sosok yang kulihat dikejauhan tanpa suara, urat dileherku seakan sudah tak bisa berkerja sama dengan pita suaraku.

Aku tertegun dihadapkan sosoknya yang tak pudar dari pandanganku...menyatakan dia benar ada disana.

Keberadaan javier yang tiba-tiba muncul di ambang pintu pagar taman, berdiri tak jauh dari kami menatap tanpa berkedip.

Pria itu memperhatikanku setajam ayahnya memandang lalu perlahan matanya turun menatap sosok yang sangat dikenalinya.

Raut pucat diwajah javier terlihat miris.. tangan yang masih tergantung setengah borgol terkulai lemas, kemudian mengepal penuh amarah dengan semburan nafas benci, ia mematung ditempatnya, hanya melihat kami tanpa melakukan apapun.

Tidak.....aku pasti salah lihat! Tidak mungkin! Tidak ada yang pernah kebetulan!

Semoga...semoga saja itu hanya bayanganku...karena sejak tadi aku terlalu memikirkannya...semoga hanya halusinasiku semata. Aku tak sanggup membayangkan jika itu benar dia..membiarkannya melihat william sujud didepanku, memeluk setengah tubuhku.

Dia pasti sama terkejutnya.

"Javier..."aku menyebut lirih namanya..terlalu lemah, bayangan itu kian terasa nyata dan sangat nyata saat dia memutar arah tubuhnya..dia memundurkan langkahnya...matanya memerah dengan bibir setengah terbuka, javier meninggalkanku yang tak sanggup berkutik sama sekali, tertahan tangan william yang tak hentinya memanggil namaku.

Jangan..jangan pergi javier....!dalam hati aku berteriak memohon pada pria yang tak mungkin mendengarku, aku tak rela bayangan itu berlalu, walau aku tak bisa memastikan yang kulihat benar atau tidaknya javier...nyata atau tidaknya..aku tak ingin dia pergi walaupun itu hanya bayangannya.

Jangan pergi! Ku mohon....javier tetap disana...!

TETAP DISANA!!! teriakku menjerit dalam batin.

Namun dia tetap melangkahkan kakinya...menjauhiku...dia meninggalkanku...

Javier....!

***prelude***

Kau yang mengajariku caranya mencintai...dan kau juga yang mengajariku caranya melukai..!

Mariana Pov

"Nyonya... "
Sapa carl, supir setia keluarga margot yang sedari tadi memandangku dengan raut gelisah, dia selalu menatapku dengan tatapan merana diantara rahangnya yang mengeras.

Carl tahu...aku tak pernah tersenyum disaat aku ingin tersenyum...aku tak pernah menangis disaat seharusnya aku menangis.

Aku tak ubahnya william...kami sama, menggunakan topeng untuk menutupi apa yang terjadi..apa yang kami rasakan.

Wajahku...wajah penuh senyum sumringah yang selalu terbingkai keceriaan namun sebenarnya merasa muak...muak akan diriku..muak dengan semuanya yang terkamuflase demi menjaga image ku sebagai istri penyayang dan wanita tegar!

"Antar aku ke suatu tempat carl..."pintaku berdiri dari tempat dudukku, melewati panjangnya meja makan keluarga margot dan sosok pria bertubuh kekar yang setia berdiri di ambang pintu.

Aku meninggalkan pesta dipagi hari yang sudah disiapkan para pelayan untuk merayakan hari besarku.

"Kemana saya harus mengantar anda nyonya...?" Tanya carl menolehkan setengah wajahnya.

Aku terdiam..meremas tali tas paper bag yang kucengkram erat dengan tangan gemetar, aku mencoba menarik ujung bibirku membentuk lengkungan.

Tersenyum ramah seperti biasanya.

"Hari ini ulang tahunku.. seperti biasa aku ingin mengunjungi putraku ..." kataku tersenyum patah, carl menghela nafas berat memperhatikan gimik aneh yang berusaha ku sembunyikan.

Namun ia tak bisa berkomentar kecuali menganggukkan kepala dan mengucapkan kalimat yang sejak tadi pagi semua orang mengucapkannya.

"baik nyonya... dan Selamat ulang tahun nyonya mariana margot...semoga Tuhan mendengar semua doamu " carl yang memiliki perbedaan keyakinan mengucapkan kalimat itu dengan tulus, aku mengangguk pelan menerima ucapannya.

Aku tersanjung mendengar ribuan selamat membanjiriku...namun di hari cerah..dihari yang seharusnya aku merasa sangat bahagia, aku malah menundukkan setengah kepalaku, sungguh aku sangat bahagia mengetahui semuanya perduli padaku...namun terasa sakit karena sampai detik ini.

William tak mengucapkannya.

Suamiku..

Dia menghilang sejak aku membuka mataku, melupakan tradisinya yang selalu memberiku selamat lebih dulu dibandingkan yang lain.

"terimakasih...Semoga Tuhan mendengarnya carl...ayo cepat antar aku...jika tidak bunga ini akan layu"kataku terenyuh memandang seikat bunga di dalam tas paper bag.

Bunga yang ingin kuberikan pada puteraku... dia akan sangat menyukainya.

Javier....tunggu ibu nak...kita akan merayakan bersama, seperti tahun-tahun sebelumnya. Berdua denganmu...hanya denganmu.

"Baik nyonya..."ujar carl menegapkan tubuhnya.

Tanpa banyak bicara carl mengekoriku sampai ke mobil, dia membukakan pintu untukku lalu berlari kecil memasuki kursi pemudi.

Beberapa mata menatapku diselipi banyak pertanyaan, membicarakan mood ku yang kurang baik sejak javier dan cateluna berulah.

dua pemuda yang sedang jatuh cinta...yang terikat sebuah masalah pelik.

Aku tahu...mereka tidak baik-baik saja.

Cinta...

Selalu cinta yang membuatnya runyam...

Namun karena cinta juga lah..aku lemah pada hidupku.

Pada pilihanku sendiri.

menjadi seorang wanita tegar..itu melelahkan.

Dalam sepi ku pandangi sepanjang jalan menuju gerbang utama, beberapa tanaman dan ornamen megah tersirat dimataku...tapi aku tak benar-benar melihatnya.

Tatapanku kosong...bahkan saat carl bertanya apakah dia perlu menyalakan musik violin favoritku didalam mobil, pertanyaan itu terjawab oleh kediamanku.

Aku merasa sendiri...tenggelam oleh lamunanku yang panjang.

Memikirkan bagaimana dunia mengajariku banyak hal...bahwasanya tidak ada madu didalam cangkirmu jika kau tak mengisinya sendiri. Kau bukan bunga yang sudah sedia rasa manis dan harum hingga semua menginginkanmu.

Kau berpijak pada dunia yang dimana kau harus menerima menang atau kalah.

Itu sudut pandangku...

Namun....sudut pandangku goyah, aku tak yakin apa yang ku percayai itu benar. Sejak melihatnya pertama kali...sejak dia mengganti gelas wine ditangan ku ... sejak itu aku tahu tidak semua orang harus menang atau kalah.

Kepribadianku yang kaku, tak berekspresif...hidupku hambar, hanya ada kata bagus, luar biasa, kau hebat untuk menggambarkan diriku.

Namun semuanya lebur kala william memasuki kehidupanku, terlahir sebagai putri tunggal memang menjadi sorotan utama dikeluargaku.

Mereka memperhatikan semua gerak gerikku, sekecil apapun, bahkan ironisnya terlalu perdulinya keluargaku mereka sampai mengatur berapa kali aku meminum vitamin atau berapa lama aku tidur...semuanya sudah dalam aturan dan ukuran waktu.

William bilang... kau sepertiku...terlihat sempurna tapi tidak sempurna...terlihat baik baik saja tapi sebaliknya...kau dan aku sama..inilah dunia kita.

Dia orang pertama yang memahami apa yang kurasakan, william gerald margot. Aku sudah mengenalnya sejak bangku sd..smp hingga mengecam pendidikan paling tertinggi, aku selalu melihatnya sebagai pemuda pintar, aktif dan pemilik senyum tipis namun paling menggoda yang meraih banyak prestasi gemilang diumurnya yang masih sangat muda, fikirannya yang mudah diterima banyak orang dan cara pandangnya yang selalu menuai banyak pujian.

Siapapun akan mengagumi sosok tampan dan terlihat sangat ramah seperti william namun sejatinya william tak semudah pria manapun...dia bukan daun yang mudah di petik, dia sulit untuk didekati.

Menjadi istrinya sungguh butuh perjuangan besar, aku harus menempa diriku untuk sepadan william.

Susah payah kulakukan hanya demi mendapatkan perhatian pria yang selalu menjadi sorotan banyak wanita itu, aku terus berusaha mengejarnya... dari mengikuti jejaknya untuk mencetak banyak prestasi dan sampai menyampingkan egoku demi membuat pencitraan diri kepada masyarakat. Selayaknya william...aku menciptakan diriku menjadi sorotan umum hingga tak sedikit para pengusaha datang merayuku dan menyodorkan cincin beserta lamaran.

Mereka memujiku...menyangjungku...
Dan bankan memujaku.

Tapi semuanya terabaikan...hanya ada william, hanya dia yang kumau.

"Tersenyumlah mariana..semua orang melihat ke arahmu..."ibuku berbisik sambil menepuk pelan bahuku, dia mengadakan pesta besar untuk merayakan keberhasilan keluarga kami dalam mereguk kesuksan besar antar perusahaan bonafit yang sudah bekerja sama dengan perusahaan kami selama ini.

Semua memandangku...mereka tersenyum, mengucapkan banyak selamat, bahkan tak sedikit berbasa basi untuk menunjukkan keinginan mereka menjalin kerjasama lainnya pada keluargaku.

Setiap langkahku menjadi bahan pembicaraan...apa yang kusentuh, ku lihat dan ku ucapkan tak lepas dari komentar mereka, aku tak perduli karena itu sering terjadi.

Berada didalam pesta hanya kulakukan karena dua hal...aku mempertahankan diriku untuk terlihat selalu baik dan aku mencari seseorang yang rupanya tak hadir meski ia dalam urutan tamu istimewa kami.

"Margot corporation....sepertinya mereka tidak datang..."ucapku kecewa, dengan gaun panjang putih berlist renda perak yang membentuk lekuk tubuhku, aku melangkah hampa melewati para pengusaha yang menatapku dalam-dalam seakan mau menerkamku, aku tersenyum untuk menjauh.

Mengumpat di sudut koridor yang tak terjamah tamu undangan setelah berjam jam terjebak oleh topik obrolan yang hanya membahas seputar dunia kerja, uang dan reputasi.

Lelah...

Ya aku sangat lelah! Mulutku pegal seharian dipaksakan untuk tersenyum, mengangguk-anggukkan kepala seakan-akan aku burung pelatuk.

Itu bukan keinginanku...bukan pula diriku yang sebenarnya, semua itu ku lakukan semata untuk keluargaku dan juga demi menjadi gadis menarik dimata semua pria, dimata para perempuan yang iri olehku dan bahkan mereka yang bermuka dua atau mereka yang mencari muka untuk memujiku, aku tak mengatakan semuanya sama...tidak.

Ada kalanya para wanita lainnya tulus mengagumiku..namun adakala sebaliknya, jika ku buat perbandingannya seperti satu persen dengan sepuluh persen.

Dan diantara satu persen...ada william yang memberikan ketulusan itu.

Ku hembuskan nafas jengah ke udara, menatap gemerlap lampu warna warni berkilau dipekatnya malam, dari lantai 45...semuanya terlihat mengecil, seperti lampu mainan menghiasi miniatur gedung tinggi dan bangunan pencakar langit lainnya, yang bermandikan keramaian kota, meruahnya para penduduk.

Yang semakin memojokkanku pada kenyataan, ditengah keramaian seorang mariana merasakan sepi mendalam, dikecewakan banyak hal.

Aku memang penyendiri, aku menyukai suasana sepi...dan rasanya ingin melebur bersama angin.

Melamunkan banyak hal adalah yang paling ibuku benci dari diriku, namun siapa sangka. Lamunanku justru membawa keburuntungan , aku menoleh saat seseorang mendeham dibalik mic dan memberi pidato, ku tatap dari kejauhan ibuku yang dengan bangga memberikan suaranya.

Semuanya mendengar dengan baik, mereka pun memberikan tepukkan tangan, ku pandangi air muka ibuku merona begitu bahagia. Dan ayah yang kalah pamor hanya tersenyum dibelakang bahu ibuku, aku tahu dia merasa kalah sekaligus malu. Tapi bisa apa ayahku...ambisi istrinya terlalu besar. Dan disaat aku akan menjadi topik pembahasan ibuku selanjutnya, ku putuskan untuk melangkah maju...namun...langkahku terhenti ketika dia datang dengan langkah tegap memasuki padatnya undangan.

Dia melewatiku dan para tamu undangan lainnya diikuti bawahannya untuk menyapa beberapa tamu beruntung.

Mereka tahu siapa william..pria berpotensial dalam segala hal, yang kedatangannya menjelang akhir pesta justru menjadi puncak pesta.

Dia yang tak terduga, muncul dihadapanku tanpa melirik atau bahkan mengucapkan basa basi seperti yang lainnya.

Aku merasa kecil karena hanya william lah satu satunya pria yang tak termakan pesonaku, william seperti patung es nan dingin, hatinya beku, disisi lain gaya irit bicaranya namun menakjupkan banyak orang itu membuatku berfikir....apa aku pantas untuknya?

Ku tatap william dari atas sampai bawah seperti para tamu lainnya yang memperhatikan sosoknya, dia selalu berbicara sopan, gestur tubuhnya sederhana tapi menarik, senyum tipis tetapi melumerkan lawan bicaranya.

Dia terlalu sempurna untuk menjadi sorotan, tetapi...disaat semuanya kagum, disaat william menjadi bintangnya pesta dan di elu-elukan karena karismatiknya.

Ada siluete hampa dimatanya, cara pandangnya sama sepertiku. William mungkin bisa mengelabui mereka tapi tidak denganku.

Aku bisa merasakan dia sama muaknya saat berdiri ditengah-tengah mereka, berusaha tertawa lepas yang semakin membuatku kasihan.

Di antara gelak tawa membahana dan tepukkan tangan meriah ketika ibuku menyambut william...disaat semuanya sibuk menjabat tangan, william tiba-tiba menggeser pandangannya yang sekemudian tertuju padaku, walau hanya selintas, dia melihat bagaimana wajahku mematung saat menerima tatapannya.

Hanya beberapa detik, tidak lama setelah itu aku memundurkan langkahku, keinginan untuk mendekati william sirna karena aku tak ingin terlihat sama seperti yang lain dimatanya.

Aku ingin terlihat berbeda, dan acara pesta ini bukan takdirku untuk mengenal william, mungkin dilain waktu kesempatan.

Tapi manusia hanya bisa merencanakan karena Tuhan berkehendak lain.

Aku yang sengaja menjauh dari pesta dipanggil ibuku untuk mendekat, mulanya berat melangkahkan kakiku, apalagi saat mata tajam itu mengarah padaku. Aku tak perduli dengan mata-mata yang lain tapi lain hal jika itu william.

"Mariana...kemarilah sayang..."suara ibu terdengar bahagia sambil mengayunkan tangannya agar aku mendekat.

Ku hirup nafas panjang lalu membuangnya perlahan, sesampai dihadapan william. Pria itu memandangku dengan datar, sangat datar. Mungkin dimatanya aku sama seperti wanita lainnya namun hanya sedikit yang membuatku berbeda.

Para wanita akan tersenyum jika william melihat kearah mereka, tetapi aku...jangan kan tersenyum.

Bibirku terasa kaku, aku sering melihatnya tapi tak pernah sedekat ini, tak pernah secanggung ini. Layaknya bertemu idola...ingin menjerit tapi aku sadar tempat dan posisiku.

Alhasil aku hanya mampu menyapa "hai...." hanya itu selebihnya diam dan cuma mataku yang bergerak-gerak menyampaikan kata-kata bahwa aku mengaguminya.

Aku terpukau melihatnya...sampai terlihat bodoh saat ibuku dengan yang lain melempar banyak pujian tentangku didepan william yang tersenyum sambil menatapku lekat-lekat dan seakan sudah diatur...mereka sepakat meninggalkan kami berdua entah dengan tujuan apa.

Yang pasti...kami semakin menjadi pusat perhatian.

William membalas sapaanku dengan menghentikan seorang pelayan yang membawa nampan berisikan wine, dia mengambil satu gelas kemudian menyodorkan ke jemariku hingga jemari kami bersentuhan.

"Terimakasih..."kataku lirih, melirik ke cairan bening ditanganku.

"Sama-sama..."jawabnya singkat untuk yang pertama kali.

Rasanya duniaku hancur oleh nafasku sendiri, tubuhku mendadak gemetar dan darahku berdesir kala william tak membuka topik obrolan namun hanya senang memandangiku.

Ku telan air liurku sebelum mengeluarkan kata-kata lanjutan, aku harus berani bersuara jika ingin mengenalnya.

"Aku....aku mar.."

"mariana shinna victoria...lulusan dari universitas harvard, mengambil fakultas Kennedy School of Government dan sudah meraih banyak prestasi dalam masa mudanya...dipercaya sebagai direktur utama di victoria corp tahun depan...jika itu aku sudah tahu"ucapnya panjang lebar, tak kusangka dalam diam dia memperhatikanku atau...

"Pasti ibuku yang mengatakannya"sambarku cepat, kecewa karena ibu lebih banyak bergerak mendahului usahaku mengenalnya. William mendengus, dia tersenyum miring membaca gimik campur aduk diwajahku, tegang, takut, kecewa dan sekaligus senang semuanya menyatu. Aku tak mampu menatapnya dan hanya menancapkan arah mataku ke dalam gelas wine yang meragukanku, ku minum atau kubiarkan.

"Ya..tapi seperti apa dirimu tidaklah buruk dimataku..setidaknya kau bahan promosi yang baik"celetuk william membuat alisku mengerut dan menatapannya heran.

"Kau bilang apa...?"tanyaku canggung, william menggeleng kecil lalu tersenyum tipis kemudian tertawa, membuatku ikut tertawa.

Dia benar...aku tak ubah bahan promosi.

Dari sanalah aku dan william banyak berbicara, kami membahas ini dan itu sampai tak sadar....satu persatu tamu undangan berkurang. Dan orang tuaku yang memperhatikan dari kejauhan setia menanti dibangku mereka sambil sesekali melempar pandangan. Penasaran mengapa aku dan william terlibat obrolan panjang.

Mereka tidak datang menganggu...cukup melihatku.

"Jujur...aku benci jika mereka memperhatikanku...dan kau...bagaimana denganmu?"tanyaku melemparkan satu persatu pertanyaan yang mengendap dikepalaku.

William melipat bibirnya kedalam...dia mengangkat kedua bahunya tinggi-tinggi "sama sepertimu...aku bagaikan artis tenar yang naik daun...padahal aku hanya seekor ulat yang mencari makan"celoteh william selalu jawabannya berujung candaan. Aku terkekeh dan hendak meneguk wine ditanganku jika saja william tak menahan gerakan tanganku.

"Tapi ulat akan menjadi kupu-kupu....dan terbang tinggi..menyerap madu yang banyak dengan keindahan tiada tara...aku layak mendapatkan semuanya bukan karena cuma-cuma...aku ingin berjalan dengan kakiku sendiri agar semua orang tahu..hidup keras karena mereka yang menciptakannya...jadi selama kau menjadi bahan perhatian, cukup nikmati....kau tidak perlu merasa tak nyaman karena itu dampak dari apa yang kau raih..." william menghentikan ucapannya saat seorang pelayan melewati kami. Dia bertanya pada pelayan sementara aku tertegun mencerna ucapannya.

Terus menerus ku pandanginya tanpa berkedip, hingga william kembali menatapku lalu mengganti gelas wine ditanganku dengan gelas lain.

"Bersulang untuk semua yang terjadi malam ini"ujar william tersenyum simpul...aku mendecak tawa dan mengangguk heran "ya...untuk semuanya"kataku lalu meneguk minuman yang kami angkat tinggi-tinggi.

Alisku menjengit merasakan sesuatu berbeda dilidahku...yang ku minum bukanlah wine, warnanya memang sama beningnya...tapi cairan ini mutlak terasa hambar.

Aku kembali terkekeh memperhatikan william meneguk sedikit wine milikku dan mengambil gelas ditanganku lalu meletakkannya diatas meja.

" kau curang...kau menukar minuman ku dengan air putih...!"sindirku mengangkat sebelah alis. "Sementara kau menikmati wineku tanpa berdosa...tuan william terhormat aku bukan gadis polos....umurku saat ini du..."

"Dua puluh tiga....umur yang tidak bisa dikatakan polos tapi kenyataannya kau masih sangat polos"potong william sekali lagi mengejutkanku karena banyak hal yang ia tahu akan diriku, bahkan sampai umurku dan mirisnya pria ini juga menilai kepolosanku.

"Lalu untuk apa kau menukarnya?"tanyaku penasaran, william memajukan wajahnya hingga aku mendelik dan reflek memundurkan wajahku.

"Aku tidak ingin menukarnya mariana...aku hanya tidak suka kau lebih menikmati minuman ini dibandingkan berbicara denganku..."ungkap william menyipitkan pandangannya.

Kata-kata rayuan itu jujur belum pernah kudengar dari mulut pria manapun, dan hanya william yang sanggup memainkan rona di wajahku.

"Tapi kau meminumnya....kalau aku juga tidak suka kau lebih menikmati minumanmu dibandingkan berbicara denganku bagaimana?"tanyaku balik. William mengerutkan alisnya, dia tahu aku wanita yang cukup pintar mengimbangi kata-katanya tapi dasar william. Dia lebih unggul dan lebih tahu cara melemahkan wanita walau hanya dari kata-kata.

"Maaf jika kau berfikir itu tidak adil untukmu..."tutur willim memajukan tubuhnya lebih dekat yang memorak porandakan detak jantungku "tapi mariana...Pria selalu ingin menang di hadapan wanita yang disukainya....dan aku melakukan ini pertama kalinya padamu"tegas william, ujung kata-katanya bukan lagi canda tawa...tapi tak ubah panah yang melesat dan menancap tepat ke dalam hatiku.

"Kau....pria gombal!"seruku geram, entah sejak kapan aku menjadi salah tingkah hingga rasa ini membawaku dekat dengan william yang menyambut kekesalanku lewat senyum merekah.

"Terserah....selama kau menyukainya"timpal william menyunggingkan senyum pemikat.

Dia dan Senyum paling menawan itu membuatku yakin....aku jatuh cinta padanya.

Ya...aku mencintainya.

***prelude***


"Tolong hapus itu mariana...aku malu"

Aku malu....?!

Ya Tuhan betapa manisnya william, semenjak pertemuan dipesta hubungan kamipun semakin dekat, semakin aku tahu banyak hal tentang william, apa yang dia suka apa yang dibencinya...aku tahu.

Aku selalu merekam disetiap kesempatan...saat ia terbangun, memainkan satu dari sekian keahliannya dan saat ia serius menyukai hobby fotogrhapi yang sengaja ditutupinya dari siapapun.

Hubungan kami meningkat pesat...dari saling mengagumi, pertemuan tak terduga, bersilat lidah yang berujung saling mengenal satu sama lain. ketika william menemuiku di sebuah rumah serba putih dengan halaman sangat luas, ditaman yang dihiasi bunga-bunga rose merah, dia memakaikan anting pemberiannya ke telingaku sambil berbisik "kau cantik mariana....andai aku bisa memilikimu"

Memilikiku....andai dia tahu, dia sudah memiliki hatiku sejak lama.

"Kau harus melamarku jika ingin memilikiku william..."kataku tanpa ragu, pilihan sudah ku jatuhkan padanya.

William kembali tersenyum dan merengkuhku kedalam pelukkannya
"Gadis pintar...."ucapnya seraya mengusap lembut kepalaku.

"Apa terlalu terburu-buru jika aku memanggilmu....milikku?"tanyaku dengan jantung berdetak kuat, aku tahu kata-kataku terlalu berlebihan.

William menggeleng pelan "tidak...karena mulai detik ini...kau juga akan menjadi milikku mariana.."

Milikku...dia mengatakan itu, seharusnya aku bahagia tapi nyatanya tidak, aku merasakan sesuatu terpendam di diri william, seperti bom atom yang suatu saat nanti akan meledak.

Tapi semuanya kuabaikan...terlebih saat william dengan serius memegang ucapannya, ia membuatku menjadi miliknya seutuhnya...william melamarku dan membuatku merasa paling beruntung karena apa yang ku inginkan terwujud.

Namun....

Walau aku sangat beruntung....pada kenyataannya william menikahiku karena kami serupa. Bukan karena dia mencintaiku...dia tidak pernah mengatakan cinta sekalipun meski untuk membuatku bahagia.

Bahkan dimalam pertama kami...william mengambil semua yang kumiliki tanpa perasaan...dia memang menyentuhku dengan raganya tapi tidak dengan jiwanya. Tidak pula dengan hatinya... istilah kasarnya aku merasa diperkosa suamiku sendiri.

Aku menjerit sakit hati dan menangis setelah tahu william menikahiku juga karena permintaan ibuku demi menyambung usaha kami agar lebih besar.

Hubungan ini terbentuk....bukan karena dua insan manusia ingin saling mengisi atau berbagi, tetapi karena demi kebaikkan banyak pihak.

"Aku tidak bisa mencintaimu william...."kataku pada akhirnya bersuara, memungkiri isi hatiku.
william sempat terkejut mendengarnya, namun dia tahu kalau aku bukanlah gadis polos yang akan tertipu dan diam saja...dia tahu betul selama ini kami melakukan seks hanya sebagai pemuas dan pemenuh kebutuhan jasmani.
Tidak lebih.

Hanya melakukan hubungan badan suami istri demi mendapatkan buah hati, bagaimanapun william tentunya butuh penerus.

"Tapi setiap hari aku belajar mencintaimu mariana....."ujarnya sambil perlahan-lahan menarik tubuhku agar mendekat, dia menatapku sangat lembut, menghapus air mata yang jatuh diwajahku.

"Jangan dipaksakan william...aku tahu....rasa sukamu padaku tak lebih karena kita nyaris sama" ku tepis tangan suamiku dan menjauh, meninggalkam william.

Aku menangis dibalik pintu balkon, membayangkan bagaimana kami bertemu dan akhirnya menjadi suami istri.

Bukankah ini yang ku inginkan? Tetapi nyatanya terasa sakit saat aku tahu...aku tak akan pernah memilikinya.

"Ajari aku untuk mencintaimu mariana...." william muncul menghembuskan nafasnya diujung kepalaku, lalu membisikkan kalimat itu dengan tangan melingkar diperutku, dia memelukku erat dari belakang dan mencium tengkuk leherku.

"buat aku jatuh cinta padamu...lakukan itu untukku mariana...ku mohon...tumbuhkan rasa cinta ke jiwa ini...ukir namamu dihatiku agar kau tak menangis lagi...lakukan itu mariana"pinta william memintaku untuk mengajarinya cinta yang kurasakan seorang diri.

Dia memutar tubuhku perlahan, dalam cahaya remang....diantara cuaca pagi menjelang, william menghapus air mataku lagi dan lagi.

Lalu jemarinya meraih jemariku, meletakkan dikeningnya, mengetuk-ngetukkan jariku dikeningnya "aku akan menyimpan semua tentangmu disini...." gumam william membuatku jemariku bergetar, kemudian memindahkan jemariku turun di hidungnya "disetiap alunan nafasku aku akan mengingat aroma tubuhmu mariana..."katanya mengendus jemariku sambil lalu menggiring jemariku yang diciumnya merayap turun ke bibirnya.

"Buat tubuh ini hanya bergantung padamu mariana...buat aku benar-benar tak bisa lepas darimu"

Dia menunggu jawabanku, sengaja menguraikan satu persatu hal didalam dirinya walau sudah pernah ku sentuh, hingga aku mengangguk faham.

Bahwa william membutuhkan waktu....semua yang dilakukannya pun untuk kebahagiaan kami...bukan berarti dia tidak bisa mencintaiku.

Dia belajar dan mau mencoba itu yang terpenting.

Dan aku yakin cepat atau lambat...suamiku akan menjadi suamiku seutuhnya.

Setelah malam itu...william menunjukkan apa itu kasih sayang, dia pintar membuat istrinya merasa paling sempurna...

Hingga buah hati yang kami tunggu-tunggupun lahir ke dunia.

Javier costa al mario margot

Putra ku dengan william...pewaris utama keluarga margot. Dia yang akan membawakan cinta untukku dan william.

***prelude***


"Kecelakaan?!" Aku terkejut saat mendengar william keceplosan berbicara dengan jose, kepala pelayan yang diminta untuk menyiapkan mobil majikkannya memberi kami informasi darurat. mau tak mau dengan berat hati william yanh melihatku mematung dibelakangnya menceritakan apa yang terjadi dengan putera kami.

bahwa Javier....

mengalami kecekaan disebuah jalan besar yang mengakibatkan tabrakan keras hingga kepalanya pecah dan naasnya putraku meninggal.

Jantungku seakan berhenti berdetak mendengar anakku satu-satunya yang selalu kuperjuangkan untuk mendapatkan hati william...dia pergi meninggalkan kami.

Dia tak terselamatkan...!

Tuhan tak adil karena merenggut nyawanya terlalu cepat, disaat umurnya masih sangat belia.

Oh javier..

Hidupku terasa hampa, melamun seperti orang gila dan nyaris bunuh diri menyusul puteraku jika keajaiban itu tak terjadi.

Keajaiban yang berikan Tuhan padaku.

Bahwa semua kejadian mengerikan itu hanyalah mimpi burukku semata, esoknya aku melihat puteraku baik-baik saja walau ada banyak luka ditubuhnya, setidaknya dia tidak meninggalkanku.

Berita itu bohong....

Putraku masih hidup....!

Dia masih hidup....jagoan kecil kami yang senang berulah meski selalu berbeda pendapat dengan ayahnya, dia masih selamat.

Aku merenggkuhnya dalam pelukkanku, merasakan detak jantung puteraku.

Terimakasih Tuhan...terimakasih untuk keajaiban yang terjadi pada putraku.

***Prelude****

"...sudah sampai nyonya"ucap carl menghentikan mobilnya tepat di sebuah rumah putih. Tempat dimana aku dan javier selalu merayakan bersama, sebuah halaman rumah megah dengan alam asri dan udara dingin.

"Nyonya....."sapa carl untuk yang kedua kalinya, berusaha menyadarkanku.

"Aku tahu carl...aku tahu"kataku melemparkan pandanganku kesekeliling, lalu keluar dari mobil dengan mata berkaca-kaca. Disetiap langkahku...wajah william muncul bergantian bersama wajah javier.

Aku tahu javier menungguku...dia pasti sudah lama mengungguku didalam sana.

"Nyonya..."carl yang membuntutiku dari belakang membuatku menoleh.

"tunggu diluar carl....aku ingin membuat kejutan untuk putraku"kataku memintanya untuk tetap didalam mobil.

Dia dengan patuh menungguku dimobil sementara aku melenggang pergi memasuki ruang utama, aku membukanya dan alunan musik piano kesukaa javier mengalun lembut ditelingaku, aroma bubuk kopi yang tercium gurih dan pekat seraya menyambut kedatanganku.

"Ibu......"aku menoleh kearah suara, melihat tirai melambai terkena sapuan angin pagi.

"Ibu kemarilah aku disini....."dia berkata sekali lagi, membuatku memutar arah menuju taman kecil belakang.

"Javier....kau dimana?"tanyaku berjalan kecil mengikuti suara, sesampai ditaman Wajah malaikatku tersenyum dengan tubuh berjongkok memandangi tanaman rose merah bunga saksi cintaku dan william yang sudah mengering dan diganti jenis bunga yang sama. Aku mendekati sosoknya yang kurindukan.

"Kemana saja kau javier....kau lupa hari ini ulang tahu ibu?"tanyaku meremas tali paper bag.

"Selamat ulang tahun bu...semoga doa mu terkabul dan kau akan selalu mengingatku...."ucapnya riang, melebarkan bibir tipisnya hingga deretan gigi putihnya terlihat.

"Terimakasih nak....terimakasih"kataku terharu, meneteskan air mata lalu berjongkok meletakkan mawar putih ke tanah.

"Untukmu...."

Dia menoleh saat mawar putih tak bisa disentuhnya, "terimakasih bu...kau selalu membawakan ini untukku"ujarnya lembut, dengan mata terbinar-binar.

"Apa kau baik-baik saja disana?"tanyaku menahan debar kuat yang merangkai banyak kesedihan dihatiku.

Javier terpaku lalu sedetik kemudian tersenyum. "Tuhan selalu menjagaku...kau tidak perlu cemas bu...Tuhan sangat menyayangiku..." air mataku tumpah seketika, menetes dikedua pipiku saat mendengar ceritanya.

"Aku tidak ingin melihat air mata ini jatuh untukku lagi bu..sudah jangan menangis bu...apa ayah membuatmu marah? Hmm? Atau saudaraku berulah lagi?"

"Tidak nak....."

"Lalu...mengapa ibu menangis ?"

Katakan aku gila...tapi ini yang kurasakan, sosoknya yang nyata, berbicara, mendengarku bahkan menyentuh wajahku.

Dia yang sudah pergi kini berusaha menghiburku, anakku.

Kami selalu bertemu tempat dimana dia dimakamkan dan tempat william pertama kali melamarku...yang tak semua orang tahu, aku mengetahui segalanya yang suamiku sembunyikan.

"Bu...."

Kuhirup nafas dan menyeka air mataku, "karena aku merindukanmu javier....aku sangat merindukanmu"terisak pedih melihat wajahnya merasa bersalan dan mencoba tersenyum.

"Aku juga merindukanmu bu...sangat....tapi ada ayah ada saudaraku...kau tidak akan kesepian"

Kilau putih yang terpancar samar ditubuhnya dan pandangan lembut javier yang sudah tiada membuat air mataku tak hentinya menetes.

"Bagaimana kabarnya bu....apa dia masih tidak suka paprika? Apa dia masih berulah? "tanya putraku menanyakan kabar javier yang di adopsi suamiku demi menyembuhkan rasa kehilanganku.

"Dia baik-baik saja....dia tidak pernah berulah sepertimu. Hanya kau anak ibu yang senang berulah...hanya kau javier..." rasanya nyaman memandangi kehangatan di kedua mata javier.

"Dia akan menjagamu bu....dia tidak sepertiku....dia anak yang baik...dan sangat menyayangimu sepertiku menyayangimu bu"javier kembali tersenyum lebar. Membelai sayang wajahku, ada pendar kesedihan membekas dimatanya karena tak bisa menyentuhku.

Ya....dia anak yang baik. Namun....sebaik apapun sosoknya, aku tetap merasa kehilangan...aku tahu anakku sudah tiada.

Aku tahu semua yang william sembunyikan....termasuk hatinya. Hatinya yang sudah tertambat gadis lain...yang tak lain calon menantuku sendiri.

Ya Tuhan mengapa Engkau membuat suamiku jatuh cinta bukan pada istrinya..bukan padaku yang selalu setia untuknya.

Melainkan pada gadis lain yang ditemuinya....tujuh tahun silam.

Aku tahu william tak pernah berbohong dan saat ia berbohong...rasa cintaku yang sangat besar padanya membuatku mencari tahu dibalik alasannya berbohong.

Jika kebohongannya tentang javier bisa ku maklumi tapi tidak dengan kebohongannya akan wanita.

Mendengar semuanya dari seketaris william aku menyambangi kota surabaya dan menemukan apa yang seharusnya tidak pernah kulihat.

William yang memandangi gadis dikedai kopi....dan menyentuh gadis itu saat gadis itu tertidur. Rasanya seperti ratusan duri ditancapkan ke hatiku. Sakit....terlalu menyakitkan.

bukan hanya di khianati..aku bahkan ditipu mentah-mentah tentang status putraku.

Hati wanita mana yang tak tersakiti, hati seorang ibu mana yang tak merasa hancur....sekalipun suaminya sempurna, jika suaminya tidak mencintainya...membohonginya...dan tetap bertahan hanya karena rasa kasihannya. Sungguh.... aku manusia malang.

Aku hidup namun tak benar-benar hidup, hatiku sudah lama mati sejak melihat william mencurahkan hatinya pada gadis lain, sejak dia menghapus jejak anak kandungku.

Sejak dia melupakan bagaimana caranya belajar mencintaiku, sejak saat itulah aku mengerti bagaimana caranya melukai.

Selama ini aku diam...bukan berarti aku patung bodoh yang mudah tertipu, william seakan lupa jika aku memiliki banyak kuasa...aku cerdas dalam segala hal.

Aku tahu apa yang harus kulakukan....meskipun memasung gadis bernama cateluna disebuah pedalaman, menahannya disana tanpa belas kasihan, semua akan kulakukan untuk menghancurkan william.

Membiarkan vanilla menikahi javier....adalah hukuman ke dua, aku tahu siapa yang dicintainya. Dan aku akan membuat william menangis sepertiku. Karena dia selalu mengajariku banyak hal....

"Jika kau lelah menjadi orang tegar....hukum mereka yang melukaimu....hukum dia mariana...jangan diam"

Ucapan william bagai senjata makan tuan...aku mengikuti sarannya, aku menghukum suamiku dengan caraku sendiri.

"Nyonya....sekarang kemana tujuan anda?"

"Menemui putraku dan calon menantuku..."

" tapi bukankah anda sudah menemui....."melihat sorot mataku yang tajam, carl mengangguk "baiklah..." dan memutar arah mobilnya menuju kediaman cateluna yang kini berganti vanilla.

Dua wanita pembuat onar dalam hidupku....yang tertipu mentah-mentah olehku.

"Hallo nyonya....."jawab pram seorang pesuruh pribadiku dengan backsound jeritan tangis seorang wanita serta teriakan hysteris.

"Bagaimana kabar orang gila itu? Apa dia baik-baik saja atau......"

"Arghhhhhh lepaskan aku!!!!! Argh......!!!! Sakit!!! Lepaskan aku sialan......!!!!"

"Anda mendengarnya..."kata pram berkata singkat, menggetarkan manik mataku.

"Jangan sampai dia mati...siksa dia sampai anakku menikah"perintahku menutup sambungan telpon.

Cateluna...sudah lebih satu minggu aku menyiksanya, aku tahu riwayat penyakit yang diidapnya, aku tahu semua tindak tanduknya dan tujuan dia mendekati william.

Jadi jangan salahkan aku jika aku melakukannya...mereka yang lebih dulu jahat padaku.

Menahan ketakutan yang berkecamuk didalam diriku...dendam dan amarah membutakan mata hatiku rasanya menyakitkan Tapi aku bisa apalagi....hanya cara inilah aku mempertahankan william dan menyiksanya seumur hidupnya.

Karena saat aku meminta berpisah....dia menahanku, dia menjanjikan sesuatu yang tidak mungkin...dia membohongiku banyak hal dan mengkhianati mahligai pernikahan kami.

William ....inilah luka yang kau ajarkan padaku.

Tapi mengapa...hatiku yang sudah lama mati....masih mengharapkanmu...?!

"Berhenti carl!"seruku tiba-tiba.

Melihat javier keluar dari pagar taman rumah cateluna dengan ekpresi meradang.

Aku segera keluar dan berlari kecil kearahnya, "javier....." sapaku namun tidak didengarnya. Javier yang tampak marah sekemudian berbalik arah tak jadi menghampiriku atau bahkan melihatku...dia kembali memasuki area taman.

Ku ikuti kemana langkahnya pergi dan sialnya menyaksikan punggung pria yang kurindukan, pria yang hilang sejak pagi hari kini bersujud memeluk pinggang gadis yang dicintainya.

Sebegitu besarkah cinta william pada vanilla hingga ia bersujud dihadapannya...?

Melalukan hal yang tidak pernah dilakukanya untukku?!

Kutatap sedih bagaimana william memohon sesuatu pada gadis bernama vanilla, saudara cateluna yang wajahnya sangatlah mirip itu menangis kebingungan saat javier melangkah mendekatinya.

Menarik paksa tangan vanilla kegenggamannya, hingga william jatuh tersungkur dipermukaan tanah, belum pernah javier meledakkan amarahnya hingga ia tak perduli lagi batas kesopanan.

Dia merebut vanilla tanpa perduli william hancur sekalipun...

Melewatiku seakan aku angin lalu...sementara vanilla dia menatapku sedih, matanya terbelalak tak percaya namun tak bisa berkata apa-apa saat tubuhnya digeret paksa untuk menjauh.

William yang hancur, tertunduk lemah dengan bahu gemetar...aku tahu suamiku jarang menangis, air matanya hanya untuk tiga hal.

Saat dia menyerah dan memintaku bertahan...saat javier putra kandung kami tiada dan saat gadis itu menolaknya....mengabaikan hatinya.

Aku melangkah gontai kearah william...tak bisa berkata apa-apa begitu amarah dan kekecewaan menyelimuti hatiku.

Saat bara panas membakar kesabaranku, aku hanya bisa melihatnya penuh kebencian.

Menyadari seseorang berjalan didepannya, william mengangkat kepalanya dengan senyum getir "aku tahu kau akan kemb...." kedua matanya melebar, bibirnya beku menemui wajahku bukanlah wajah yang diharapakannya.

"....mariana?"tanya william tak menyangka.

To be continue

Continue Reading

You'll Also Like

1M 14.1K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
5.2M 282K 55
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
200K 1.1K 24
[21+] Diadopsi oleh keluarga kaya raya bukan bagian dari rencana hidup Angel. Namun, ia anggap semua itu sebagai bonus. Tapi, apa jadinya jika bonus...
482K 45.9K 28
Lily, itu nama akrabnya. Lily Orelia Kenzie adalah seorang fashion designer muda yang sukses di negaranya. Hasil karyanya bahkan sudah menjadi langga...