ENCHANTED | End

By retno_ari

115K 11K 794

Spin-off CONNECTED Namanya Demas, manusia dingin yang sialnya membuat jantungku kehilangan ritme. Aku jatuh... More

Hai!
01
02
03
04
05
06
07
08. KK || Hidden Part 1
09
10
11
12
13. KK || Hidden Part 2
14
15
16
17
18. KK || Hidden Part 3
19
20
21
22
23
24. KK || Hidden Part 4
25
26
27
28 + info
29. KK || Hidden Part 5
30
31
32
33. KK || Hidden Part 6
34
35
36. KK || Hidden Part 7
37
38
39
40
41. KK || Hidden Part 8
42
43
44
45 | Giveaway Time!
46. KK || Hidden Part 9
48
49
50. KK || Hidden Part 10
51
52
53. KK || Hidden Part 11
54
55
56. KK || Hidden Part 12
Bisik-bisik Extra Chapter
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3
Info Extra Part [Dunia Pernikahan]
Extra Part 6
Extra Part 7
Extra Part 8 & 9
Extra Part 10
Extra Part 11
Extra Part 12
Extra Part 13
Extra Part 14

47

1.5K 225 6
By retno_ari


Lanjutan kemarin di KK ya,

part seru yang bikin deg-degan ....




Setengah jam lalu aku dan Demas duduk di kafe ini, memesan minuman yang sama, cokelat panas dan seporsi Croissant Cheese untuk kami nikmati bersama.

Aku sedang menikmati suara dari penyanyi di depan, merdu dan indah, suara itu nyaman di telinga saking lembutnya. Namun, aku merasa ada sepasang mata yang terus mengawasiku, aku mengalihkan tatapan pada Demas. Lalu mengerutkan kening dan mengangkat alis untuk bertanya padanya. "Why?"

"Ada ... hal yang mau aku sampein," ucapnya lembut.

"Kedengarannya serius ya? Apa nih?" aku melipat tangan di meja, memerhatikan lawan bicaraku sepenuh hati.

Saat itu wajah Demas terlihat agak gugup, tapi dia menutupi semua itu dengan senyum minimalis yang sering terlihat. Dia meraih tanganku, menarik napas dalam-dalam. "Zoya ...."

Aku menunggunya bicara, tersenyum sendiri.

Prang!!!

Sebuah bencana terjadi di sebelah kami, aku dan Demas sama-sama kaget melihat sebuah gelas sudah pecah di lantai, di dekat meja kami. Tak lama seorang pelayan datang, membersihkan pecahan itu dengan alat khusus dan selesai. Suasana teduh kembali.

Aku balik menatap Demas, tiba-tiba sudah ada peluh di dahinya. Aku mengambil tisu dan mengusap peluh itu. "Kamu kepanasan atau gimana?"

Demas menggeleng, "bukan panas karena cuaca. Tapi, karena aku mau ngomong serius sama kamu."

"Ha?" aku menatapnya tak percaya.

"Ehm, iya. Kedepannya kita mau gimana?" kalimat itu lepas dari bibirnya.

Punggungku langsung tegak, tangan masih terlipat di meja seperti sedang disidang. "Nyari kecocokan? Kamu?"

"Itu aja?"

"Memang kenapa? Kamu maunya gimana?" tanyaku balik.

"Aku pacaran sama kamu karena ada niatan serius, Dek."

"Maksud kamu?"

"Ya, aku pacaran dengan niat mau menikah."

Aku tertegun mendengarnya. "Ini ... nggak salah? Kita baru jadian kemarin, kan? Kok sudah bahas nikah, Mas?" paparku setelah rasa kagetku pudar. Bukan apa-apa, aku cuma nggak mau buru-buru dan masih mau menikmati masa-masa sekarang, pendekatanku dengan dia, mengenal dia lebih dalam dan jauh lagi.

"Kamu kaget ya, aku bilang mau serius?" tebaknya.

"Eh. I-ya," balasku tergagap. Mana ada orang tenang-tenang saja saat diajak ngobrol serius seperti ini.

"Nggak perlu dijawab, aku nggak lagi nyuruh kamu jawab kok, nggak lagi nanya juga. Cuma mau kasih tahu kalau aku punya tujuan ke sana," jelasnya lempeng.

Aku menganggukkan kepala, kikuk. "Oke."

Demas mengulurkan tangannya, mengusap lenganku lembut. "Kamu maunya santai ya?"

Kutatap tangannya yang bergerak konstan. "Kalau iya, memang kamu masalah ya?"

"Aku cuma nggak bisa pacaran lama sih, kalau sudah cocok dan sejalan. Ya ... nikah," terangnya serius.

"Diburu-buru?"

"Enggak ada target. Cuma pacaran bikin aku nggak nyaman aja," akunya jujur. Demas terlihat agak gelisah sampai harus mengusap tengkuk segala.

Teringat kata Alya dahulu. Bisa jadi kita dipertemukan dengan seseorang yang karakternya berbeda dengan kita, hingga bisa saling melengkapi. Aku yang santai, dia yang agak gerak cepat. Aku yang bingung, dia yang tegas dan jelas. Apakah Demas memang jodohku?

Pacaran ... nikah, mana yang lebih baik?

Pasti menikah memang lebih baik sih, tujuannya beribadah. Tapi, baru kemarin rasanya aku kenal dia. Aku belum bisa memutuskan untuk ke arah "serius banget" dalam waktu dekat.

Demas masih mengawasiku, terlihat ingin mengatakan sesuatu. Sementara ini, aku sedang bingung sendiri. Bingung dan kegat karena belum pernah ada laki-laki yang serius seperti dia. Dia adalah orang pertama yang menganggap hubungan ini harus dibawa ke pernikahan.

"Ehm, Beb ...." lirihku.

"Kamu pernah kepikiran nggak sih nikah sama aku? Orang yang lagi kamu pacarin?" todongnya tanpa aba-aba lagi.

Aku terkesiap. "I-ya."

"Berarti kita punya tujuan yang sama, kan? Hubungan ini sudah jelas arahnya. Benar?"

Aku mengangguk, tersipu. Siapa juga yang tidak mau menikah dengannya?

"Tapi ... nggak buru-buru, kan?" tanyaku pelan.

Demas tersenyum lebar, tangannya kembali menepuk-nepuk punggung tanganku. "Aku yang akan bikin kamu minta cepetan dinikahin sih."

"Mas!" erangku, agak jengkel padanya.

Demas malah tertawa saat melihatku menutup muka, rasanya panas dan gerah.


---


Lima menit lalu aku membiarkan Pak Maja membawa mobilku pergi, dia hanya mengantarku ke tempat tinggal Demas yang lumayan ramai. Beberapa kendaraan roda dua sudah terparkir di halaman rumah itu, mobil Adam parkir di luar dan mobil Demas masih di sebelah motornya.

Terus ngapain aku di luar? Karena Demas sedang mengambil tas olahraganya sebelum kami berangkat ke lapangan futsal.

Suara Demas mulai kedengaran, dia sempat bercakap-cakap dengan Adam di dalam sana.

Aku melangkah ke dekat mobilnya, menunggu Demas muncul. "Hai!" kulambaikan tangan dengan tampang segar dan ceria, sudah siap jadi suporternya pagi ini.

Demas terus berjalan, hingga sampai di depanku. "Kamu nggak sempit apa?" itulah kata pertama yang meluncur dari bibirnya.

"Sempit?"

Dia menunjuk perutku yang agak terekspos. "Itu baju kekecilan, Dek."

Aku mendengus keras, kebiasaan. Aku yang pakai baju, dia yang terlihat tidak nyaman. "Modelnya memang gini, namanya juga crop top." Belaku percaya diri. "Kamu nggak paham, kamu bukan cewek!" entah mengapa setiap kali dia membahas pakaianku, aku selalu ingin marah.

Demas menyampirkan tas di bahunya. "Bisa ganti nggak?" tanyanya sambil menatap ke balik punggung, di teras sana ada beberapa anak muda yang diam-diam mengawasi kami.

"Mana bawa ganti sih. Nggak apa-apa lah! Yuk, jalan." Ajakku seraya menarik lengannya.

Demas malah mengeluarkan jaket dari tasnya, jaket putih yang ukurannya terlalu besar untukku.

"Nih." Dia meletakkan di tanganku.

"Apa?" balasku malas, pura-pura bodoh.

"Pakai aja, biar nggak umbar aurat." Bisiknya sambil membuka pintu mobil di belakang punggungku.

"Demas! Ugh." Aku menahan rasa kesal padanya.

Demas meletakkan tas, menutup pintu mobilnya kembali dan mengawasiku yang sedang memakai jaketnya. Harum, kayak baru keluar dari tempat laundry.

"Kamu nggak usah ikut aja ya?" pintanya tanpa diduga.

"Kok gitu?" balasku setelah sempurna mengenakan jaket putihnya. Tuh kan, kebesaran sekali. Jaket Demas panjangnya hampir menyamai rok jeans-ku.

Demas mengusap tengkuknya dengan gelisah. "Nggak ada yang bawa cewek soalnya, kamu satu-satu perempuan di lapangan nanti."

"Kan, aku pacar kamu, mau nemenin kamu." Bujukku, masa sudah dandan begini mau ditinggal di rumah?

"Tapi aku mau kamu nggak ikut, Dek. Di rumah aja deh ya?"

Aku memonyongkan bibir karena kesal. "Aneh, kemarin katanya boleh nonton, sekarang berubah pikiran. Karena baju aku? Aku mau kok pakai jaket kamu, nih aku pakai!" aku memutar tubuhku sekali, membiarkan dia melihat jaketnya yang oversize.

Demas menggeleng, tak mau dibantah. "Aku antar kamu balik aja. Masuk mobil."

"Ih, Mas kok gitu sih?!"

"Ikutnya lain kali aja."

"Ini gara-gara aku salah kostum?"

"Enggak."

"Iya, kan?! Kamu marah gara-gara bajuku?" tuduhku lagi, tak mau menyerah.

Demas membuka pintu penumpang. "Enggak. Masuk."

"Aku pakai taksi aja."

"Masuk." Suruhnya sambil mendorong pelan punggungku.

Aku menyerah, lalu masuk ke mobilnya dan tak mau bicara lagi. Aku mengembalikan jaketnya begitu mobil Demas berhenti di depan gerbang rumahku, dengan cepat aku melesat turun, membiarkan mobilnya melaju begitu saja.

Kenapa sih Demas mendadak nyebelin gitu? Padahal baru semalam dia bilang mau serius, mau bikin aku cepat-cepat minta dinikahin. Ini usaha yang dia lakukan? Ini?!

Aarrggghh!

Hari ini, aku bertekad untuk tidak menghubunginya lebih dulu, dia sudah membuatku kecewa dengan tidak menepati janjinya sendiri, tidak jadi mengajakku ke lapangan futsal maksudnya. Terserah mau dibilang kekanak-kanakan atau apa, terserah!

Aku mau membuat dia merasa tersiksa karena sudah membuatku bete. Tapi, sebenarnya aku juga tersiksa.



__________

Mau ngucapin makasih banyak sama kalian yang sudah bantu pilih cover "Connected"

Jangan lupa nabung ya!

Awal bulan maret bakal ada PO.

Ikut PO dapat bonusan banyak lho. Termasuk free ongkir dan diskon buku.

Terima kasih,

Re.

Continue Reading

You'll Also Like

186K 13.5K 43
~Meeting you was fate, becoming your friend was a choice, but falling in love with you was beyond my control~
1.1M 54.3K 38
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
117K 12.6K 33
(Spin-off dari Cappucino) "Ironisnya, hal paling menyakitkan bagi seseorang kebanyakan berasal dari akumulasi hal-hal kecil yang menyakitkan di masa...
159K 15.4K 33
(Seri Kedua dari Coffee Series) "Banyak orang bilang mencintai itu mudah. Tapi perihal bertahan, itu adalah sebuah pilihan." -Niken Carabella Widjaya...