Update! Siapa yang nungguin? 🙌🙌
Duh masih pada melek kan klean? Maaf updatenya malem kali ya. Jangan lupa vote sama komentarnya loh biar aku rajin update juga di wattpad 👀
Btw di karyakarsa sudah ada bab baru. Yang mau baca cepat bisa langsung cuss ke sana ygy! Selamat membaca❤️
Healingku harus gagal karena pertemuan tak disengaja dengan Willy dan Chika. Dari banyaknya tempat yang bisa dikunjungi di kota ini. Kenapa harus tempat yang sama? Kenapa aku harus selalu di pertemukan dengan Willy di saat hatiku sudah bertekad untuk menjauh dan tak mau lagi berurusan dengan hidup pria itu? Takdir konyol apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Rasanya aku ingin menertawakan diriku sendiri. Karena setiap kali aku ingin melepaskan diri, takdir seakan tidak rela. Dan malah kembali mempertemukan aku dengan pria itu.
Setelah Zela dengan gamblangnya menyindir Chika. Aku tak tahu lagi apa yang terjadi antara mereka berdua. Karena aku lebih memilih pergi daripada keadaan semakin runyam. Tapi aku tak menyesal pertemuan ini terjadi. Berkat Zela aku bisa mengeluarkan unek-unek yang selama ini aku tahan melewatinya.
"Ra, kamu baik-baik saja kan?"
Aku menoleh dengan tatapan bingung. "Emang aku kenapa?"
Kami memutuskan untuk pulang setelah pertemuan tak menyenangkan tadi. Awalnya Zela merekomendasikan tempat lain, sayangnya aku tak mau. Moodku yang baru saja dibangun dengan baik berkat hutan pinus yang menyegarkan harus hancur karena pertemuan tadi.
Zela berdecak. "Dari tadi kamu melamun terus. Mikirin yang tadi? Kenapa? Takut kalau Mas Willy marah sama kamu?"
Aku menatap Zela malas. "Iya, aku mikirin yang tadi. Karena pertemuan sialan itu aku harus gagal menyegarkan mata di hutan pinus," omelku. "Aku sama sekali gak takut tentang Mas Willy. Entah apa yang mau pria itu tanyakan nanti. Aku sudah gak peduli."
"Gimana kalau dia mengintrogasi kamu?"
"Ya tinggal aku jawab."
"Ck, yakin bisa jawab? Orang tadi saja kamu diam mulu."
Aku menatapnya kesal. "Memang apa yang mau aku bilang di sana? Sementara aku memang gak punya hubungan apa-apa sama Mas Willy."
"Tapi wanita itu nganggap kamu masih pacar Willy, Ra. Harusnya kamu sindir."
"Mau nyindir bagaimana? Kamu mau aku diketawain Willy di sana? Gimana kalau tiba-tiba Willy sudah menjelaskan semuanya sama Chika tentang hubunganku dan Mas Willy yang gak serius? Mau di taruh di mana muka ku nanti."
Zela diam beberapa detik lalu mangut-mangut. "Tapi tadi wanita itu bilang kamu pacar Mas Willy. Dia gak cerita sama wanita itu soal hubungan kamu sama dia?"
Aku mengedikkan bahu. "Entah. Aku gak mau tahu."
"Cie, sudah mulai move on nih?"
"Cih, memang kapan aku punya hubungan?"
"Wah, kayaknya emosi kamu menggebu-gebu banget sekarang. bagus, lebih menggebu lagi Ra biar Willy tahu kalau kamu itu wanita cerdas."
"Oh jelas, aku emang cerdas."
"Cerdas kok patah hati."
Aku mendelik menatap Zela. "Berisik. Aku gak patah hati."
"Cuma sakit hati ya," lanjut Zela, semakin menggodaku.
Aku memang beruntung punya teman seperti Zela yang perhatian dan mau membelaku. Tapi dia juga sangat menyebalkan. Seperti sekarang, dia selalu mengolok-olok kebodohan yang sudah aku buat.
"Niat hati mau balas dendam malah jadi keseret jauh ya Ra."
"Berisik Zel, ku gampar juga lama-lama."
"Aku aduin Kevin."
"Gak takut aku."
Di tengah pertengkaran konyol yang terjadi antara aku dan Zela. Tiba-tiba saja ponselku berdering. Suara dering panggilan masuk itu membuat perhatianku langsung tertuju ke benda persegi yang layarnya menyala.
"Ada telepon tuh."
Aku mengambil benda persegi itu lalu melihat layar ponsel. Ada nomor tak di kenal menghubungiku. Entah nomor siapa karena aku tak merasa memberikan nomorku ke orang lain. Tapi aku penasaran dan tetap menerima panggilan itu. kalau penipu seperti yang ada diberita. Aku akan langsung memblok nomornya.
"Halo?" sapaku saat panggilan itu baru saja ku terima.
Tak lama terdengar suara wanita. "Halo Ra."
Dahiku mengerut. Aku kenal suara ini. "Siapa ya"
Aku bisa mendengar deheman pelan di seberang sana. "Ini aku, Chika."
Aku mendengus dalam hati. Benar dugaanku kalau ini suara Chika. Aku sudah sangat hafal suaranya. Mirip suara yang ada di panggilan Willy malam itu.
Aku berdehem, mencoba menenangkan diriku yang tiba-tiba saja menggebu-gebu.
"Oh. Ada apa?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Anu─itu. maaf kalau aku mengganggu kamu. Tapi soal tadi─"
"Gak usah diperpanjang. Aku ngerti kok. Lagian itu hak Mas Willy mau jalan sama siapa saja. Justru aku yang mau minta maaf perihal ucapan Zela."
Zela menatapku bingung. Dia tidak tahu aku sedang berbicara dengan Chika. Kalau tahu sudah pasti ponselku direbutnya.
"Gak. Ini salah paham saja kok," kata Chika. "Kamu ada waktu? Bisa bertemu?"
Dahiku mengerut. Ada apa lagi sekarang? kenapa Chika ingin menemuiku? Apa dia tidak terima dengan ucapan Zela sampai ingin meminta penjelasan kepadaku?
"Mau apa ya?"
"Aku hanya mau mengobrol saja. Kamu punya waktu kan?"
Aku melirik ke arah Zela. Wanita itu tampak penasaran sekali. "Boleh. Kapan?"
Aku bisa mendengar napas lega di sana. "Malam ini bagaimana?"
"Boleh. Jam berapa?"
"Jam 8 bisa? Kita ketemu di Kafe Senori dekat taman bermain. Bisa?"
"Oke."
"Makasih Ra, aku tunggu di sana ya."
"Ya."
Panggilan terputus. Sial, kenapa aku malah mengiyakan pertemuan dengan Chika? Ck, tapi aku juga ingin tahu kenapa wanita itu memintaku untuk bertemu. Apa sesuatu terjadi antara dia dan Willy? atau ada hal yang ingin dia jelaskan? Memang harusnya aku tolak saja. Tapi aku justru menerimanya.
"Siapa Ra?"
Aku menatap Zela sekilas lalu membalas. "Chika."
Zela melotot. "Hah? Ngapain dia?"
Aku menghela napas berat. "Ngajak aku bertemu."
"Ngapain?"
"Ya mana aku tahu."
"Terus kamu jawab apa?"
"Oke."
"Oke kamu bilang!?" Zela syok. "Kok mau sih? Bukan ditolak. Ngapain juga kamu ketemu wanita itu."
Aku mendesah. "Gak tahu. Tapi aku tetap harus datang. Aku mau tahu apa yang sebenarnya mau Chika omongin sampai dia telepon dan mau ketemu aku."
"Duh, kalian bertemu berdua?"
Aku mengedikkan bahu. "Entah. Tapi sepertinya memang berdua."
"Gimana kalau nanti Willy juga ada di sana?"
Aku diam sebentar. Benar juga, aku tidak kepikiran ke sana. Tapi masa iya Chika mengajakku bertemu harus membawa Willy juga? Bukannya dia ingin bicara denganku? Sudah jelas kalau wanita itu akan datang sendiri.
"Ya kalau ada yasudah. Mau bagaimana lagi."
Zela memejamkan matanya gusar. "Duh, kenapa sih gak kamu tolak saja. Aku yakin kalau Chika ada niat jahat sama kamu."
"Hust, negatif mulu pikiranmu."
"Mau gimana lagi, wanita itu gak baik di mataku. Jadi benar nih kamu bakal bertemu dia?"
"Iya, Zel."
"Kapan?"
"Jam 8 malam."
"Aku ikut boleh?"
Aku menatapnya penuh selidik. "Mau ngapain? Gak usah. Nanti kamu malah emosi lagi di sana. Tadi saja kamu meledak-ledak."
Zela mendengus. "Gimana gak meledak-ledak. Wanita itu saja bodoh."
Aku mendesah. "Pokonya gak usah ikut. Aku bisa sendiri. Kamu tenang saja, aku Cuma mau tahu apa yang mau dia bicarain. Kalau ini soal Mas Willy, aku juga akan menjelaskan kepadanya tentang hubungan aku dan Mas Willy yang sebenarnya. Aku mau masalahku dan Mas Willy selesai."