ENCHANTED | End

By retno_ari

115K 10.9K 794

Spin-off CONNECTED Namanya Demas, manusia dingin yang sialnya membuat jantungku kehilangan ritme. Aku jatuh... More

Hai!
01
02
03
04
05
06
07
08. KK || Hidden Part 1
09
10
11
12
13. KK || Hidden Part 2
14
15
16
17
18. KK || Hidden Part 3
19
20
21
22
23
24. KK || Hidden Part 4
25
26
27
28 + info
29. KK || Hidden Part 5
30
31
32
33. KK || Hidden Part 6
34
35
36. KK || Hidden Part 7
37
38
39
40
41. KK || Hidden Part 8
43
44
45 | Giveaway Time!
46. KK || Hidden Part 9
47
48
49
50. KK || Hidden Part 10
51
52
53. KK || Hidden Part 11
54
55
56. KK || Hidden Part 12
Bisik-bisik Extra Chapter
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3
Info Extra Part [Dunia Pernikahan]
Extra Part 6
Extra Part 7
Extra Part 8 & 9
Extra Part 10
Extra Part 11
Extra Part 12
Extra Part 13
Extra Part 14

42

1.5K 242 19
By retno_ari

Setelah tempo hari semua orang membicarakan keributanku dengan Rio, kini mereka membicarakanku yang baru saja terlihat jalan berdua di mal dengan Demas. Ribet sekali kalau kita pacaran dengan rekan kerja sendiri, gosipnya diomongin oleh orang sekantor!

Terus terang saja, aku tidak pernah suka terlibat cinta lokasi, tapi kasus ini pengecualian karena orang yang jadi kekasihku adalah Demas. Ya, walaupun semua orang menatap kami aneh, aku berusaha tidak peduli dan tetap menjalani ini semua. Dan Demas tampak biasa saja menyikapi gosip yang masih berseliweran tentang kejadian tempo hari; antara aku dan Rio. (Baca di KK)

Aku tak sengaja berpapasan dengan Demas setelah keluar dari ruang meeting, dia mencegatku dan membawaku ke tepi. "Mau makan di mana, Dek?" ucapnya tanpa ba-bi-bu lagi.

Dek. Mendengar dia memanggilu seaneh itu membuatku geli sendiri. Aku belum terbiasa dan baru pertama kali dipanggil "dek" oleh seseorang.

Kutatap folder merah dalam pelukanku. "Di sini aja, aku banyak kerjaan. Kamu?"

"Sama."

"Bareng?"

Demas memasukkan tangannya ke saku celana. "Lihat nanti."

Ih, tinggal jawab aja mau! Apa susahnya sih? Lagipula bukannya dia yang tanya? Kadang-kadang aku merasa tak sabar dengan sikapnya yang seperti ini, membuatku geregetan ingin menjewernya.

"Ya sudah, kabarin kalau bisa ke kantin bareng. Aku pergi dulu," tukasku buru-buru. Di ujung lorong Mas Damar tersenyum penuh maksud. Ah, dia juga menyadari keganjilanku dengan Demas, untungnya dia tidak suka ikut campur urusan kami.

Pukul dua belas siang, Inas mendatangi mejaku setelah sibuk dengan berkas yang harus dia copy. Sebelumnya aku tak tahu kalau Inas sudah ada di belakang kursiku, jadi sejak tadi aku tetap menggumam sendiri seperti orang gila. Aku menoleh padanya, saat itu ia mengernyitkan kening.

"Lo lagi ngomelin siapa dari tadi? Ngomong sendiri..." lirihnya heran.

"Ehm, sama diri sendiri." Sahutku tak mau jujur. Kutumpuk folder yang sudah selesai kupakai, meletakkan di sudut meja, lalu berdiri mengajak Inas ke kantin.

Inas menatapku awas. "Rio?"

"Kenapa harus Rio?" sahutku dengan nada kesal. Gara-gara Rio menyambangi mejaku tempo hari dan memancing emosiku, kami jadi bahan gunjingan orang-orang di sini. Inas juga salah paham, dia mengira kalau aku masih marah dengan Rio, padahal aku sedang mendumal pada Demas yang belum memberi kabar sejak pertemuan tadi.

Bisa atau tidak, harusnya dia WhatsApp padaku. Aku kan selalu butuh afirmasi darinya, bahkan hal remeh seperti ini saja tetap kutunggu kabarnya.

Inas menyenggol lenganku. "Kemarin katanya malas pacaran sama rekan sendiri, sekarang apa?" sindirnya. Dia orang pertama yang tahu hubunganku dengan Demas, lalu Alya, lalu Mas Arda.

Benar, setelah malam itu aku langsung memberi kabar pada dua sahabatku, mereka memberikan sambutan yang berbeda.

Inas bilang, "ah, cuma pacaran, kirain lo dilamar, Sis!". Sementara Alya, "selamat ya onti dan omnya Saki. Kapan-kapan main bareng dong!"

Aku mendesah keras, tak peduli dengan lirikan orang di sebelahku yang juga sedang mengantri di depan lift. "Hati mana bisa dipaksa sih? Suruh belok tetap nggak bisa."

"Jadi, selama ini lo memang suka ya sama Demas?" cecar Inas. "Gue kira lo cuma naksir terus nggak lama pudar," ledeknya cekikikan.

"Enggak kok. Sok tahu." Aku mengelak, masa mau jujur sih? Biar Demas dan aku saja yang tahu rahasia ini, makin eksklusif makin baik. Tapi, ada satu orang yang jelas-jelas tahu bahwa aku suka Demas sejak lama, yaitu Alya.

Wajahku masih kutekuk saat tak ada kabar dari Demas, padahal aku dan Inas sudah menempati meja di sudut sepi dan ada dua bangku kosong. Harusnya dia ke sini, menyusulku, sekarang...

Aku tak nafsu menyendok sayur brokoli yang biasanya terlihat menggoda, sejak tadi tanganku mengaduk-aduk nasi putih tanpa minat. Sementara itu Inas terlihat lahap memakan ayam bakarnya dengan tangan.

Kuedarkan pandangan ke segala arah, siapa tahu ada Demas di sini dan sedang mencariku. Siapa tahu ... dan ternyata benar, dia ada di sini.

"Beb, sini!" pekikku setelah mengangkat tangan tinggi-tinggi, senyumku langsung merekah begitu saja. Ah, senangnya.

Inas melirikku judes. "Bab-beb-bab-beb. Mesra amat kayaknya," selorohnya.

Demas menghampiri meja kami, duduk di sebelahku dan meletakkan makanannya di meja. "Hai, Nas!" sapanya ramah. Dia dan Inas sering berinteraksi untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan, tak heran kalau sudah akrab begini.

Inas hanya mengangguk saat Demas menyapanya, mulutnya dipenuhi daging ayam.

Aku langsung menarik piring Demas dan menyerahkan nasi putihku yang masih utuh, setengahnya lagi sudah kucincang tanpa bentuk. "Makan yang banyak!"

Demas menggeleng-geleng, tapi tidak protes sama sekali.

"Yang ngajakin jadian bukan Zoya, kan?" sepertinya Inas tidak percaya kalau Demas yang memohon diberikan kesempatan. Ya ampun, gadis itu ... kalau dia bukan sahabatku sudah pasti aku tendang dari meja ini.

"Jangan ribut, makan aja," kataku kesal. "Pacar gue nggak suka diinterview gituan."

"I see. Mas Demas kok mau sih sama Zoya, dia kan anaknya pecicilan dan genit!" Inas benar-benar tega mengatakannya.

Demas mesem tanpa menjawab.

Aku menatap Inas dengan tampang sewot. "Dia yang anteng butuh teman dan kekasih kayak gue, yang rame dan cantik. Ngerti lo sekarang?" balasku percaya diri.

"Lo yang kayaknya butuh pengimbang seperti Mas Demas yang kalem dan tenang. Lo berisik!" ucap Inas tanpa diduga, persis seperti kata-kata Alya tempo hari.

"Resek!" aku mengacak nasi Inas dengan garpuku.

"Tuh kan nggak ada jaim-jaimnya depan cowok sendiri." Inas menarik piringnya, menjauhi tanganku.

Aku menatap Demas yang sejak tadi menjadi penikmat cek-cok kami berdua. "Nggak perlu jaim, dia sudah ilfeel kok sama gue. Ya kan, Beb?"

"Serius kalian bab-beb depan gue? Gue pindah duduk aja deh!" Inas benar-benar akan bangkit saking enegnya mendengar panggilan sayangku pada Demas.

Aku menahan tangannya, memohon. "Jangan. Temenin kita biar nggak berdua, bahaya." Kulirik Demas yang tetap tenang di sisiku. Aku takut tiba-tiba mencium pipinya lagi seperti waktu itu.

Inas mendesah, mencoba sabar menghadapi kekonyolanku saat ini.

"Udah sini aja. Gue janji nggak akan bab-beb lagi di meja ini." Aku mengangkat tangan kananku, "beneran janji!"

Inas akhirnya mengangguk, tetap duduk di seberangku dan kembali menikmati makan. Belum lama meja kami hening, tiba-tiba Demas mengajukan pertanyaan yang membuatku nyaris tersedak.

"Parfum kamu apa sih? Baunya nyegat banget."

Aku menolehkan wajah padanya, tidak berkedip sama sekali. Hanya Demas laki-laki yang mengomentari aroma parfum Parisku ini.

Aku memang baru membelinya, bukan jenis yang biasa kupakai sehari-hari, aku memilih ini karena konon bisa menarik perhatian lawan jenis. Eh, ternyata aku gagal. Demas terlihat tidak sreg dengan wanginya.

"Ckckck," Inas menggumam, menggeleng-geleng. "Lo pakai yang baisa aja sih, Joy. Enak dan fresh aja, nggak menggoda gini aromanya." Komentarnya pedas, makin ke sini mulut Inas semakin mirip denganku dan Alya.

"Apa salahnya coba hal baru?" balasku cuek.

Demas meletakkan sendok di piringnya, meraih gelas minum, diam sesaat sebelum bicara lagi. "Yang biasa kamu pakai itu ... yang wanginya sampai sore. Itu kamu banget, kalau ini ... aku kayak lagi di mana gitu."

Aku menyipitkan mata pada Inas yang senyam-senyum meledekku. Kutatap wajah kekasihku lagi. "Iya, besok." Kataku agak ketus. "Memang kalau aroma ini kamu bayanginnya kayak lagi di mana sih?"

Sudut bibir Demas terangkat ke atas, dia tersenyum kecil. "Kayak lagi dibawa traveling ke pulau nggak berpenghuni. Paham kan maksudnya?"

Aku menggeleng-geleng, meminta petunjuk pada Inas, dia juga tidak tahu.

Sekian detik aku berpikir. Oh, mungkin ini jawabannya. "Maksud kamu kayak tersesat?" Tebakku akhirnya.

"Makan aja, habisin sayurnya biar sehat," ucapnya lirih. Dia tidak mau membahas urusan parfum lagi dan benar-benar mengawasi isi piringku yang harus kuhabiskan sampai bersih.






__________

Baru juga jadian, Yayang sudah bawel aja

Kenapa sih sama aroma yang meledak-ledak itu?

Nggak suka atau kegoda banget?

Wkwkwkwkwk

Kak, udah vote belum? Siapa tahu lupa, kan ... 🤣🤣  tengkyuuu!


Continue Reading

You'll Also Like

287K 16.8K 50
Apa pernah kalian menjadi nomor dua? No, kita tidak membicarakan nomor dua pada lomba lari atau peringkat di kelas. Tetapi nomor dua di hati seseoran...
99K 11K 38
everyone will find a home to stay. Querencia (n) : /kɛˈɹɛnsɪə/ The place where one's strength is drawn from; where one feels at home; the place where...
684K 66.2K 37
Pemenang Watty Awards 2019 kategori New Adult (Seri Pertama dari Coffee Series) "Dunia bukanlah sebuah permainan. Karena sekali kamu gagal, kamu tida...
1M 148K 47
Win, kawin! Winka Winata terjebak dalam dilema ketika harus memilih antara kawin dengan pria pilihan bapaknya, atau dengan sepupunya yang kelainan. S...