ENCHANTED | End

By retno_ari

116K 11K 794

Spin-off CONNECTED Namanya Demas, manusia dingin yang sialnya membuat jantungku kehilangan ritme. Aku jatuh... More

Hai!
01
02
03
05
06
07
08. KK || Hidden Part 1
09
10
11
12
13. KK || Hidden Part 2
14
15
16
17
18. KK || Hidden Part 3
19
20
21
22
23
24. KK || Hidden Part 4
25
26
27
28 + info
29. KK || Hidden Part 5
30
31
32
33. KK || Hidden Part 6
34
35
36. KK || Hidden Part 7
37
38
39
40
41. KK || Hidden Part 8
42
43
44
45 | Giveaway Time!
46. KK || Hidden Part 9
47
48
49
50. KK || Hidden Part 10
51
52
53. KK || Hidden Part 11
54
55
56. KK || Hidden Part 12
Bisik-bisik Extra Chapter
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3
Info Extra Part [Dunia Pernikahan]
Extra Part 6
Extra Part 7
Extra Part 8 & 9
Extra Part 10
Extra Part 11
Extra Part 12
Extra Part 13
Extra Part 14

04

2.2K 239 8
By retno_ari

Sejak pagi aku sibuk sekali, sehingga tak begitu memerhatikan kondisi sekitar, juga tak tahu kalau Rio sempat menyambangi meja kerjaku dan meletakkan satu cup kopi espresso di sana. Semoga nggak ada jampi-jampinya, aku meminum kopi itu karena memang butuh. Rio perhatian sih, baik, tapi ... ya itu, dia penjahat wanita.

Aku kembali fokus melanjutkan report harian setelah mendatangi tim development dan menjelaskan project secara teknis, menentukan tugas setiap orang, juga durasi waktu yang dijadwalkan. Report ini akan aku serahkan pada project manager, atasanku langsung, orang yang menugaskan ini dan mengawasi kami.

Tak!

Sebuah benda terjatuh, aku menoleh ke belakang. "Kenapa, Al?"

Alya tidak menjawab dan mengambil bolpoinnya yang ada di kolong meja.

Aku mengawasi wajahnya yang semakin pucat sejak tadi siang, "lo nggak balik aja? Gue takut lo kenapa-napa, Al." Jujur, aku ngeri saat melihat orang sakit begini.

Alya menggeleng tanpa menjawabku, kembali duduk di kursinya.

Sudah sejak siang aku menyuruhnya pulang atau kuantar ke klinik terdekat, dia menolak dengan alasan banyak yang harus dia kebut hari ini. Aku menarik napas dalam-dalam, padahal hatiku was-was. Bagaimana kalau dia pingsan di sini? Sementara suaminya sedang pergi ke luar kota, bukan?

Aku kembali mengetikkan laporan dengan cepat, namun konsentrasiku terganggu oleh Alya yang tiba-tiba berjongkok di sebelah kursinya. Kenapa dia? Aku hendak bertanya, namun dia keburu jatuh di lantai dan benar-benar membuatku syok. "Alyaaa!" jeritku panik. Aduh, Alya yang pingsan, aku yang jantungan. "Tolong ... Alya pingsan!" teriakku pada siapa pun di ruangan ini.

Seketika orang-orang datang dan melihat kondisi Alya, aku memangku kepalanya dan badannya terlihat lemah tak berdaya. Seseorang membawanya ke mobil dan aku mengikutinya, aku harus berada di sampingnya meski pekerjaanku harus tertunda, Alya lebih penting.

Pukul empat lebih kami berada di rumah sakit, kata dokter Alya kelelahan dan kurang istirahat, dia harus diberi infus dan dibiarkan istirahat beberapa saat sampai infusnya habis. Aku menungguinya sambil menelepon Inas, memberi kabar padanya.

"Gue di mana?" Alya sadar setelah aku mengantongi ponsel ke rok midiku.

"Rumah sakit. Lo pingsan tadi. Lo kecapekan, Sis. Lo butuh rehat katanya. Tuh kan, gue bilang juga apa? Lo harus balik dari tadi siang sih, malah harusnya nggak masuk. Kerja mati-matian, kalau sakit gini lo sendiri yang repot." Cerocosku tanpa henti, perasaanku agak lega saat wajah pucat Alya berangsur-angsur normal, dia menyunggingkan senyum minimalisnya.

"Dasar berisik! Bukan Inas aja yang nemenin sih," protesnya.

"Gue khawatir tahu." Aku mengusap punggung tangannya.

"Iya, thanks."

"Gue bawain tas lo tadi, soalnya pasti lo nggak balik kantor lagi, kan? Gila aja kalau masih mau kerja." Aku merogoh tas Alya di depannya, sengaja biar dia tahu bahwa aku hanya ingin mengambil ponselnya. "Nih, buka pin dan telepon Mas Arda!" titahku tak mau dibantah.

Alya menurut, tapi dia menyerahkan ponselnya padaku dan tak ingin bicara dengan suaminya sendiri. Dasar istri aneh, kenapa sih sama suami sendiri aja nggak mau jujur kalau lagi sakit? Mau tak mau aku pun jadi perantara perkabaran ini, tentu saja Mas Arda cemas saat tahu istri tercintanya pingsan di kantor. Aku menyebutkan nama rumah sakit ini dan Mas Arda mengucapkan "terima kasih", sambungan pun terputus.

"Sudah." Aku memasukkan ponsel Alya ke tasnya lagi, lalu meletakkan tas ke meja.

"Lo nggak balik ke kantor?" tanyanya seraya melihat jam tanganku. "Setengah lima lho."

Aku menarik napas dan melepaskannya. "Gue nggak sibuk, sudah selesai bahas teknis sama tim. Gue temenin lo sampai Mas Arda ke sini aja ya?"

"Terserah lo deh," dia pun menyerah, kayaknya merasa percuma mengusirku karena aku bakal tetap maksa.

Kamar Alya segera dipindahkan ke ruangan khusus karena Mas Arda memintanya. Saat Alya sudah berada di kamar ini, seseorang datang dengan raut cemas, berdiri di tengah pintu yang terbuka.

"Slamet!" ucap Alya kaget. "Lo di sini?" lanjutnya dengan raut semringah, seperti anak kecil yang baru bertemu dengan teman tercintanya.

Detik itu aku langsung teringat tentang sepupu Alya yang ingin dia kenalkan pada Inas. Oh, ternyata ini orangnya. Lumayan juga dan ... kok kayak pernah lihat? Tapi di mana ya?

Slamet dan Alya tampak berbincang, menanyakan kenapa Alya bisa di sini dan apa yang terjadi, juga kenapa Slamet bisa di sini. "Gue dapat kabar dari Arda, dia minta gue nemenin lo dulu." Ucap Slamet penuh perhatian.

"Ini, Zoya. Teman sekantor gue, Met." Alya mengenalkan aku pada sepupunya yang masih berdiri gagah.

Aku tersenyum, masih duduk di sisi ranjang Alya. Aku benar-benar ingat wajah ini, entah di mana kami sempat bertemu. "Kita pernah ketemu nggak sih?" tanyaku basa-basi. Siapa tahu dia yang ingat wajahku.

"Sori, kayaknya enggak." Jawabnya dengan gelengan.

Aku menahan malu dan memilih diam, tapi tiba-tiba Alya menarik tanganku dan matanya melebar. "Kita itu satu almamater tahu! Mungkin pernah ketemu di kampus?" tebaknya.

Kutatap wajah Slamet, dia menggeleng setelah mengorek-ngorek ingatan lamanya. "Nggak pernah lihat wajah teman lo," ungkapnya seraya menatapku sekilas. Sungguh lelaki yang tak bisa basa-basi sama sekali, apa sudah punya kekasih? Makanya sikapnya sedikit dingin dan cuek.

"Ya, mungkin kalian memang nggak pernah ketemu. Maklum, Joy. Slamet memang anak rumahan banget! Mahasiswa kupu-kupu, habis kuliah langsung pulang ke kost-nya." Ujar Alya disusul kekehan.

Aku mengangguk, setelah itu kembali mendengarkan obrolan mereka berdua. Slamet menawarkan bubur yang dibawanya, perlakuannya ke sepupu semanis wajahnya. Bahkan ketika Alya tersedak, Slamet buru-buru mengambilkan gelas dari nakas. "Lo nggak apa-apa?" terlihat sekali bahwa dia khawatir.

"Nggak apa-apa," balas Alya.

Nyaris magrib, aku pamit ke kantin pada keduanya, perutku lapar sekali. Saat di depan ruangan, aku bertemu dengan Mas Arda dan menanyakan kabar istrinya. "Katanya kecapekan aja kok, Mas. Oh ya, Slamet ada di dalam."

"Makasih ya, Joy."

"Sama-sama."

"Lo mau kemana?"

"Kantin, Mas. Lapar." Jawabku sambil mengusap perut yang tidak ada isinya, melihatku begini Mas Arda sempat menyengir. Duh, laki orang ganteng banget sih!

Aku langsung pergi sebelum ada setan menggoda imanku yang tipis. Kalau saja aku tidak ingat bahwa menggoda suami orang itu dosa besar dan hukumannya berat, aku bisa khilaf sih. Sejak Mas Arda datang ke kantor kami, aura positif ada di setiap sudut, aku bahkan suka melihat senyumnya sebelum tahu dia itu calon suami sahabatku sendiri. Bukankah Alya beruntung sekali?

Selesai makan aku kembali menemui Alya, Mas Arda ternyata lagi shalat di bawah dan mengganjal perutnya juga. Slamet sudah pulang, kami hanya berdua di sini.

"Sodara lo tinggal di mana?" tanyaku to the point. Apakah aku naksir sepupu kalemnya Alya? Oh, mungkin saja. Meski kelihatannya agak dingin dan cuek padaku, tapi kehadirannya di ruangan ini sempat membuat dadaku berdesir resah.

"Tebet, kenapa?"

"Oh, Tebet." Aku mengangguk dan mencoba mengingat wajahnya lagi, aku yakin pernah bertemu dengannya di ... yes! Akhirnya ingatanku kembali. "Dia Slamet?!" tanyaku dengan suara kencang.

"Hust!" Alya menggubrisku sambil mendelik. "Untung kamar ini kosong, gue doang yang dirawat!"

Aku tersenyum tak peduli. "Gue pernah ketemu dia di mal, ehm ... beberapa hari lalu." Benar, laki-laki yang kutabrak punggungnya adalah Slamet. Tentu saja dia tidak ingat wajahku, melirik saja tidak. Saat itu dia terlihat cuek dan hanya fokus dengan tali sepatunya.

"Ketemu gimana?" tanya Alya curiga.

Aku menceritakan detailnya, membuat Alya terkikik geli karena kubilang sepupunya itu sok cool dan sok cakep.

"Memang cool, kan? Ngaku lo!" kata Alya sambil menunjuk wajahku yang sudah cengar-cengir dan kegerahan, mirip anak remaja yang lagi jatuh cinta. Dia tahu aku sudah terpikat pada sepupunya yang keren dan manis itu.

Apa ini pertanda bagus? Bisa-bisanya aku bertemu dengan mas-mas yang waktu itu kutabrak tanpa permisi. "Ada kontaknya nggak?" tanyaku tanpa malu.

"Harus ada alasannya kalau mau ketemu dia. Dia orangnya jelas, tujuan lo apa?" ucap Alya menasihati.

"Apa?" tanyaku sambil berpikir. "Duh, bantuin dong..."

"Gini aja, lo bawa laptop bokap lo yang katanya mau lo benerin itu. Di lantai satu kontrakan dia ada tempat service milik temannya, kadang Slamet bantu kalau lagi lowong. Ingat, harus natural, jangan genit!"

"Ya ampun, Ibu. Iya, Bu. Baik." Aku menyengir senang. Akhirnya ada satu target yang bisa kukejar perlahan. Tanganku langsung menengadah di depan wajah Alya, "mana, mana nomornya Mas Slamet?!"

"Sabar. Ya ampun, nggak sabaran banget sih jadi cewek!" keluh Alya, sesaat kemudian dia tertawa geli. "Pokoknya harus natural, jangan lebay, dia nggak suka cewek centil."

Aku mengibaskan rambut, tak peduli, yang jelas nomornya dulu.









SIAPA YANG SEPAHAM SAMA ZOYA

KALAU NAKSIR, MAJU DULUAN?

PEDE AJA DULU, KATA ZOYA SIH GITU

SAMPAI KETEMU PEKAN DEPAN!!

Continue Reading

You'll Also Like

261K 25.8K 38
'Setiap orang akan deadline pada waktunya' adalah kalimat yang tepat menggambarkan kehidupan Kinanthi. Perempuan yang dalam 4 bulan kedepan sudah men...
30.6K 2.6K 43
Setiap pertemuan, akan ada perpisahan. Setiap perpisahan pun ada peluang untuk bertemu kembali. Lantas, bagaimana dengan cerita antara Sean dan Caca...
497K 45.1K 49
Chicklit - Office Romance - Anak IT Bekerja di kantor IT tidak hanya membuat fisik Kalangi lelah, tetapi otak dan hatinya pun ikut letih. Dia selalu...
73.5K 4.5K 38
Menghilang adalah keahlianmu. Keahlianmu tentu bukan keahlianku. Aku tak ahli menghilang. Aku juga tak ahli mencarimu. Alih-alih mencari, melihatmu s...