Love In Paris (COMPLETED)

By nadyamhrn__

125K 7.8K 588

(BEBERAPA PART DI PRIVATE. FOLLOW TO READ IT!) "Manusia tidak akan pernah abadi. Tapi cinta, akan selalu abad... More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
THE END

Part 7

3.8K 245 9
By nadyamhrn__

Cahaya berwarna kekuningan dan kecoklatan yang bercampur membuat pemandangan di Arc de Triomphe terlihat semakin indah. Detik-detik matahari tenggelam seketika menghiasi langit-langit berwarna jingga itu.
Begitu tenang dan damai. Seperti hati Diana saat ini.
Dia merasa hidup kembali. Merasa bersemangat setelah semangatnya hilang beberapa bulan terakhir. Setidaknya untuk sementara waktu.

Saat matahari sepenuhnya tenggelam, dengan hitungan detik Arc de Triomphe menunjukkan cahaya warna-warninya. Kerlipan lampu-lampu itu memantul di mata Diana yang berbinar bukan main. Ia menyukainya. Oh, tidak! Dia-sangat-menyukainya.

"Tutup mulutmu itu." Ucap Jason saat melihat Diana membuka mulutnya tanda kekaguman dengan cukup lama. Benar-benar seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan.

"Jangan merusak kebahagiaanku." Ucap Diana ketus. Jason tersenyum geli melihatnya dan memilih diam. Menikmati malam itu.

"Jadi, dari mana asalmu?" Tanya Diana mencoba mencairkan suasana. Ya, setidaknya dia harus bersikap baik pada Jason karna laki-laki itu telah mengajaknya kesini.

"New York."

"Oh. Lalu apa yang membuatmu pindah kesini?" Tanya Diana lagi dengan penasaran.

"Ada perusahaan cabang ayahku yang harus kuurus. Dan ada sesuatu hal penting yang harus aku lakukan disini." Jelas Jason.

"Jadi kau bekerja sambil kuliah, betul?"

"Ya." Singkat Jason.

Diana hanya manggut-manggut, tidak berusaha mengusik lebih dalam tentang Jason dan apapun itu.

Diana kembali melihat kearah gapura Arc de Triomphe dengan senyumannya yang mengembang. Demi Tuhan, Jason yang melihatnya bisa menebak bahwa senyuman itu benar-benar senyuman dua belas sentimeter adanya. Yah, yang terpenting Diana menyukainya. Begitu pikir Jason. Jason hanya ingin melihat senyuman Diana. Entahlah, dia hanya menyukainya.

"Kau tinggal sendiri?" Tanya Diana kemudian. Lidahnya gatal untuk menanyakan sesuatu lagi kepada Jason. Mungkin hanya ingin membuat bahan pembicaraan. Atau memang, ia memang tipikal wanita yang ingin tahu semua yang terlintas dipikirannya.

"Ya, di apartemen."

"Kau punya keluarga disini?"

"Pamanku dan bibiku serta anak mereka berada disini." Jawab Jason singkat.

Diana hanya ber-oh-ria tidak melanjutkan kembali. Ia merasa kikuk.

"Bagaimana denganmu? Dimana orang tuamu?"

"Keluargaku di Birmingham, salah satu kota kecil di Inggris." Jawab Diana.

"Hidup sendiri lumayan sulit, huh?" Tanya Jason lagi.

Diana menjawab seadanya. Mengatakan bahwa semuanya tidak terlalu sulit jika dijalani dengan tulus. Setidaknya, lebih sulit ketika harus melupakan Nick, namun ia tidak menceritakan hal itu pada Jason. Jason tidak perlu tau semuanya.

Setelah seharian menikmati pemandangan yang sangat menakjubkan dari Arc de Triomphe, Jason mengantarkan Diana pulang ke apartemennya. Hari menunjukkan pukul 11 malam.

"Terima kasih sekali lagi, Jason." Ucap Diana ketika mereka telah sampai di depan gedung apartemen Diana. Jason hanya tersenyum dan mengangguk. Kali ini ia tidak membukakan pintu untuk Diana.

Senyuman Jason itu mampu membuat Diana kaku seketika. Itu senyuman terbaik yang pernah ditunjukkan Jason kepadanya selama ia bertemu dengan laki-laki itu.
Jantungnya berdentam-dentum tak menentu. Kesunyian yang berada dikeduanya, membuat Diana takut bahwa degupan jantungnya yang sangat cepat seperti sekarang akan terdengar oleh Jason. Diana tidak tahu apa yang terjadi padanya. Rasanya aneh. Tidak mungkin ia mulai menyukai Jason.

Tidak. Maksudnya, Jason baik. Meskipun terkadang menyebalkan. Tetapi, laki-laki itu baik. Hanya itu saja.

Diana mencoba mengontrol dirinya dan membalas senyuman Jason, namun ketika ia hendak membuka pintu, Jason tiba-tiba berkata, "selamat malam, D."

Diana menoleh saat Jason menirukan ucapannya. Memanggilnya dengan inisial namanya. Diana mengangguk dan keluar dari mobil Jason. Menunggu Jason pergi dengan mobilnya.

**
Entah bagaimana caranya Diana menjadi begitu sangat dekat dengan Jason. Setiap mereka bertemu di kampus, Jason akan selalu menawarkan tumpangan untuk Diana. Dan Diana tidak bisa menolak karna memang dia tidak memiliki tumpangan lain selain bis, dan juga mobil Jason.

Dulu, sebelum Diana mengenal Nick, Vicky-lah yang selalu setia menjemput atau mengantar Diana. Namun setelah Diana dan Nick menjalin hubungan, posisi itu digantikan oleh Nick. Diana sempat menolak Nick untuk menjemputnya karna Diana tahu bahwa pekerjaan Nick di kantor sangatlah banyak. Tetapi bukan Nick namanya jika menurut begitu saja. Ia tidak ingin membiarkan Diana pulang sendiri menggunakan angkutan umum. Tapi itu dulu, dulu sekali.

Sekarang, Jason menggantikan Nick. Padahal Diana sempat menolak beberapa kali. Tapi Jason sama saja seperti Nick, tak terbantahkan.

Ini sudah memasuki bulan ketiga mereka bersikap seperti seorang teman. Dan Diana merasakan kenyamanan setiap ia berada di dekat Jason. Tapi Diana tidak tahu bagaimana Jason terhadapnya.

"Masuklah. Kita akan pergi ke suatu tempat." Ucapan Jason lebih terdengar seperti perintah dari pada ajakan.

Diana tertegun namun langsung masuk ke dalam mobil.

Satu yang Diana tidak mengerti, semakin hari ia merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Setiap berdekatan dengan Jason seperti ini, ia merasakan jantungnya berdentam dentum tak karuan. Perasaaan gugup dan takut ia rasakan setiap berada di dekat lelaki itu. Bukan takut kepada laki-laki itu, tapi 'takut' untuk jatuh ke lubang yang terlalu dalam.

"Kita mau kemana?" Diana tidak bisa mengenyahkan rasa penasarannya itu.

"Lihat saja nanti." Inilah sikap Jason yang terkadang misterius. Selalu mengajak ke suatu tempat tanpa memberitahu terlebih dahulu.

Setelah mendapatkan jawaban yang sama seperti biasa, Diana hanya dapat bungkam dan berkelana dengan pikirannya.

Mereka tiba disalah satu wahana bermain. Bukannya marah karna diajak ke tempat khusus anak kecil, Diana malah tampak kegirangan dan menarik-narik Jason untuk ikut naik roaller coaster bersamanya.

Tujuan Jason mengajak wanita itu kesini adalah untuk membiarkannya bermain sendiri bukan malah memaksanya ikut andil dalam hal seperti ini. Berulang kali Jason menolak tapi berulang kali pula Diana mengeluarkan semua kemampuan membujuknya agar Jason mau ikut bermain.

"Dasar pengecut." Ejek Diana ketika Jason berulang kali menolak ajakannya.

Jason mendelik kesal dan berkata, "Aku bukan pengecut."

"Kau takut."

"Aku tidak takut!" Geram Jason. Ia tidak suka diremehkan, terutama oleh seorang wanita.

"Kalau begitu, ikutlah denganku."

Tanpa aba-aba, Jason duduk di bangku paling depan dengan Diana disampingnya. Dalam hati ia berdo'a agar ia tidak mempermalukan dirinya sendiri di depan wanita ini.

Putaran pertama Jason masih terlihat biasa saja. Ia tidak takut ketinggian, tetapi ia lebih memilih melihat Diana disampingnya yang sedang berteriak bahagia dari pada melihat ke bawah.

Hingga putaran terakhir akhirnya mereka turun.

"Wow, kita harus mencobanya lagi!" Ucap Diana antusias. Diana melirik kearah Jason, laki-laki itu tengah berjalan meninggalkannya. Diana menyusul dengan tergopoh-gopoh.

"Hei, kau marah padaku?" tanya Diana bingung.

"Hei!" Ujarnya lagi saat Jason tidak menoleh. Dan saat itulah Diana melihat wajah Jason telah pucat pasi. Peluh membanjiri pelipisnya.

"Jason, kau--"

Jason menepiskan tangan Diana yang hampir menyentuh wajahnya. Ia terus berjalan hingga akhirnya menemukan sebuah kafe dan memesan air dingin untuknya sendiri. Diana hanya mengekor dari belakang.

"Maafkan aku. Aku tidak tahu bahwa kau takut ketinggian." Ucap Diana merasa bersalah.

Jason menaikkan sebelah alisnya, "aku tidak takut ketinggian."

"Lalu mengapa wajahmu pucat seperti itu."

"Tidak apa-apa." Balasnya singkat.

"Jangan malu, jika memang kau takut ketinggian aku tidak akan mengajakmu lagi." Kini raut wajah Diana serius dan menyakinkan.

"Sudah kubilang aku tidak takut ketinggian! Aku hanya tidak suka naik permainan itu."

Setelah itu, Diana hanya diam tidak menanggapi ucapan Jason. Ia memilih menghindari perdebatan tidak bermutu tersebut. Diana tidak ingin merusak hari ini, dan petualangan masih terlalu panjang untuk diabaikan.

Jason kini hanya memperhatikan Diana dari kejauhan saat wanita itu menaiki wahana komedi putar. Wajahnya begitu gembira seperti anak kecil. Tidak ingin melewatkan momen tersebut, Jason merogoh saku celananya dan memotret Diana yang sedang tertawa dan tersenyum sambil berputar-putar menunggangi kuda.

"Sudah bersenang-senangnya?" Tanya Jason saat melihat Diana sudah turun dari permainan itu.

Diana menggelengkan kepalanya dan menarik tangan Jason. Jason sempat terkejut dan melihat ke tangan mereka yang bersentuhan. Entah getaran apa ini yang pasti sangat aneh.

"Aku mau boneka itu. Bisakah kau memenangkannya untukku?" Pinta Diana dengan pandangan matanya yang memohon. Memasang wajah seperti anjing kecil yang minta diberikan makanan, dengan mata biru menyala yang berbinar. Awalnya Jason ingin menolak, tetapi melihat tatapan Diana, Jason akhirnya mengiyakan.

Ia membayar kepada seorang pemilik permainan. Kemudian ia memegang senapan panjang itu bersiap untuk menembak barisan botol yang berjalan. Jika semua bidikannya tepat tanpa gagal satupun, maka Jason berhak mendapatkan boneka beruang coklat yang berukuran setengah tubuhnya. Tetapi jika ia gagal menembak satu saja, maka ia tidak bisa mendapatkan boneka itu dan harus memulai dari awal.

Pada kesempatan pertama, Jason gagal menembak 3 dari 8 botol. Diana sempat kecewa. Namun, Jason tidak menyerah. Ia membayar lagi lalu mulai menembak.

Untuk kesempatan keduanya, ia gagal menjatuhkan satu botol. Benar-benar membuatnya geram setengah mati.

Diana yang melihat itu langsung membujuk Jason untuk berhenti dan pindah ke tempat lain. Namun Jason tidak mau menyerah dan membayar lagi untuk kesempatan ketiganya.

Saat ia sudah menjatuhkan ketujuh botol tersebut, tersisa satu botol. Jason menarik nafasnya dan menahannya untuk sesaat. Dan tepat saat ia menembak, peluru itu meluncur dengan sempurna menghancurkan botol tersebut.

Diana bersorak kegirangan sambil bertepuk tangan. Sedangkan Jason mengeluarkan seringaiannya tanda ia bangga bisa berhasil menembak semua botol.

Si penjaga memberikan boneka beruang tersebut pada Jason. Dan tanpa babibu, Jason memberikannya kepada Diana. Diana menyambutnya dengan antusias dan bahagia hingga refleks Diana memeluk Jason. Cukup lama pelukan itu hingga akhirnya Diana tersadar dan melepas pelukan tersebut.

Mereka berdua tampak kikuk, seperti anak remaja yang tertangkap basah sedang berbuat asusila.. Sambil memeluk boneka yang ukurannya seperti tubuhnya, Diana tersenyum kembali dan mengucapkan terima kasih pada Jason.

Malam beranjak, kini Diana dan Jason sedang menikmati es krim mereka disebuah bangku di tempat bermain tersebut. Diana berceloteh tentang wahana yang ia naiki dan beberapa orang yang muntah-muntah di atas sana tadi. Jason mengernyit jijik dan memberikan sinyal kepada Diana untuk berhenti bercerita.

"Kau ini. Harusnya kau ikut bermain denganku, dasar penakut." Ejek Diana.

"Aku tidak takut!" Geram Jason. Ia kesal dikatakan seperti itu.

"Jelas-jelas kau takut. Baru naik roaller coaster saja wajahmu sudah pucat begitu. Dasar penakut." Ejek Diana sambil menjulurkan lidahnya dan tertawa terpingkal-pingkal.

Merasa kesal, Jason mencolek es krim coklatnya ke wajah Diana. Diana kesal bukan main dan memukul pundak Jason. Jason tertawa terbahak-bahak. Ini pertama kalinya Jason tertawa lepas. Biasanya ia hanya akan tersenyum dan tertawa kecil. Diana sempat tertegun namun ia tidak mau merusak suasana dan memilih menikmatinya. Tawa Jason sungguh renyah. Begitulah yang terdengar di telinga Diana.

Jason membuang es krimnya dan menarik tangan Diana. Karna satu tangan memeluk boneka dan satu tangannya lagi memegang es krim, mau tidak mau Diana terpaksa membuang es krimnya juga.

Jason ternyata mengajak Diana untuk mengantri menaiki bianglala besar. Diana melihat ke atas. Itu cukup tinggi. Bukan! Itu sangatlah tinggi. Diana merasa senang.

Beberapa menit sekali, bianglala akan berhenti berputar, dan beruntung bagi siapa saja yang dapat bagian berhenti di tempat paling atas. Karna mereka dapat melihat keindahan kota Paris dari sini, meskipun tidak semuanya.

Dan beruntunglah Diana serta Jason yang mendapatkan bagian itu. Angin malam berhembus dan menelusup di kulit Diana. Ia tidak membawa jaket. Namun Diana mencoba mengabaikan rasa dingin di kulitnya, ia lebih senang melihat di atas sini, sambil memeluk boneka beruangnya.

Jason yang menyadari Diana sedikit menggigil, melepas jaketnya dan menyampirkannya di bahu Diana. Diana kaget dan menoleh, dan saat itulah pandangan mereka bertemu. Suasana yang hening dan tentram ini membuat mereka hanyut dalam suasana romantis.

Dan entah dorongan dari mana, Jason memajukan wajahnya ke Diana. Mata Diana sangat memabukkan. Indah dan tanpa dosa. Polos dan menggemaskan. Seakan tersihir, Jason ingin lebih lama menatap mata itu.

Diana tidak dapat bernafas. Demi Tuhan, jantungnya bekerja dengan sangat cepat saat ini. Jarak antara wajahnya dan Jason hanyalah beberapa senti saja. Ia dapat bertaruh jika saja Jason memajukan wajahnya sedikit saja, maka bibir mereka akan bersentuhan.

Antara takut dan gugup, Diana tidak tahu. Yang pasti ia menutup kedua matanya menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun ternyata dugaannya meleset. Tiba-tiba terdengar suara Jason yang terkekeh geli. Tidak ada kulit yang menyentuh bibirnya, hanya terpaan anginlah yang Diana rasakan. Diana beranikan membuka matanya, dan benar saja. Jason menahan tawanya disana. Wajah Diana tampak kebingungan.

"Kenapa wajahmu?" Tanya Jason masih dengan tawanya itu. Tampak wajah Jason memerah karna menahan tawa.

Diana merasa jengkel. Ia malu. Sangat malu. Turun sudah harga dirinya sebagai wanita. Dan ia sangat membenci Jason sekarang.

"Kau berharap kucium?" Ucapan Jason sukses membuat wajah Diana merah padam karna malu dan kesal.

Diana merutuki kebodohannya, ingin rasanya ia lompat dari atas sini juga karna malu.

Diana hanya diam. Tidak mau berbicara kepada Jason yang terang-terangan meledeknya. Percuma berdebat dengan laki-laki itu, toh Diana sudah terlanjur malu.

Hingga mereka turun dari bianglala, Diana masih saja diam bahkan ia berjalan duluan ke tempat dimana mobil Jason terparkir. Bukannya ia kesal karna ternyata Jason bukan ingin menciumnya, lebih tepatnya ia kesal karna harga dirinya jatuh ke dasar bumi yang paling bawah.

Jason sedikit merasa bersalah karna telah membuat malu Diana. Sejujurnya ia tadi hampir tidak bisa menahan dirinya, hingga ia teringat akan sesuatu dan langsung menarik dirinya lagi. Tidak, ia tidak boleh mempunyai perasaan apa-apa pada wanita itu.

"Hei, maafkan aku. Oke?" Jason masih berusaha membujuk Diana agar mau berbicara dengannya. Tapi Diana masih bungkam sambil melihat ke luar jendela.

Jason pasrah dan ikut diam. Ia tahu sebenarnya wanita itu tidak marah melainkan malu.

Sepanjang perjalanan, kedua insan tersebut hanya berkutat dengan pikiran mereka masing-masing.
Jason yang merasa bersalah karna menertawakan Diana, dan Diana yang malu karna ulah bodohnya sendiri. Ia marah pada Jason, dan ia marah pada dirinya sendiri hingga ia malu untuk berbicara pada laki-laki itu.

Kini mereka telah sampai di depan gedung apartemen Diana. Diana mengucapkan terima kasih dengan kikuk, lalu Jason mengambilkan boneka beruang yang duduk di kursi belakang, lalu memberikannya pada Diana.

"Sekali lagi, terima kasih." Ucap Diana singkat. Hanya mengukir seulas senyuman tipis. Hancur sudah mood Diana saat ini akibat kejadian tadi.

"Uhm, ya." Sekarang Jason tidak tahu harus mengatakan apa. Padahal seharusnya ini kesempatannya untuk membuat mood Diana kembali membaik.

Ketika Diana hendak membuka pintu, entah dorongan dari mana, Jason menutupnya kembali dan secara tiba-tiba Jason menciumnya.

Mata Diana masih melotot tidak percaya. Ia terkejut dan hanya bisa diam.

Ciuman Jason begitu lembut dan penuh perasaan. Tangan kekarnya membelas lembut pipi mulus Diana. Lalu menyelipkan rambut kebelakang telinga Diana.
Awalnya Diana syok dengan apa yang sedang terjadi. Ia masih bungkam, meskipun kini lidah Jason berusaha menembus tembok penghalang di bibirnya. Diana merasakan hasrat yang terpendam. Dengan perlahan Diana membalas ciuman itu. Sebelah tangan Jason menahan tengkuk Diana agar semakin memperdalam ciuman mereka. Lidah mereka bertaut saling meminta dimanjakan.
Sesekali Jason menggigit bibir bawah Diana hingga wanita itu akan kembali membuka mulutnya dan saat itulah kesempatan Jason untuk mengeksplor bibir Diana yang mungil dan lembut itu.

Ciuman mereka menjadi ciuman menggebu hingga nafas mereka memburu dan seakan habis.

Hingga Jason-lah yang mengakhirinya, membiarkan oksigen masuk kembali ke paru-paru mereka. Jason menempelkan dahinya ke dahi Diana. Memejamkan mata lalu mencium kembali bibir Diana sekilas.

Menit-menit yang begitu menyenangkan.

Diana bingung harus mengatakan apa, begitu pula dengan Jason.
Sampai pada akhirnya Diana masuk ke dalam apartemen dan Jason yang perlahan meninggalkan jalanan itu.

Diana berjalan ke apartemennya sambil memegangi dadanya, di dalam sana jantungnya berdegup sangat cepat hingga rasanya hampir lepas. Jauh di lubuk hati Diana, ia senang dan merasa bahagia. Ia tidak tahu kenapa, hanya saja ia yakin sesuatu telah tertanam di dalam hatinya. Perasaan hangat dan hasrat yang menggebu. 

***
Revision part 7 finished!!!!
Ahhh, senang rasanya bisa bikin lebih baik lagi ini cerita.
Jangan lupa tetap votes dan comments ya karna itu semua berarti banget buat aku:) thankiessss guys!
And, minal aidin walfaidzin mohon maaf lahir batin ya 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

5 Juli 2016

Continue Reading

You'll Also Like

2.9K 428 5
Adik kelas yang naksir Toro dan akhirnya bisa dapetin hatinya, mereka berdua berakhir pacaran. Namun, cukup banyak masalah yang harus dihadapi oleh m...
1.4M 17 1
Blurb Setelah enam tahun berlalu, Clodan Marvin di pertemukan kembali dengan bayang-bayang masalalunya, Melody Zoe. Cinta masalalu yang tidak bisa di...
319K 25.2K 81
Cinta hanya untuk manusia lemah, dan aku tidak butuh cinta ~ Ellian Cinta itu sebuah perasaan yang ikhlas dari hati, kita tidak bisa menyangkalnya a...
1.2M 45.5K 62
Menikahi duda beranak satu? Hal itu sungguh tak pernah terlintas di benak Shayra, tapi itu yang menjadi takdirnya. Dia tak bisa menolak saat takdir...