Cipher | ✔

By AyuWelirang

16.9K 4K 308

[The Wattys 2022 Winner - Mystery/Thriller Category] [Silakan follow sebelum membaca dan jangan lupa tinggalk... More

.:: Prakata
.:: Evolusi Sampul
.:: Meet the Cipher Breakers
Prolog
1 - Crimson Night
2 - Lucene
3 - Cryptonym: jimmo
4 - Awanama
5 - Feisty
.:: Log AWANAMA 01: Jimmo's Archive
6 - Catur Pandita
7 - Patroli Siber
8 - Pentester
9 - Bukan Nostalgia
10 - Siber Alfa
.:: Log AWANAMA 02: Ubermensch's Archive
11 - Laporan Pertama
12 - Honeypot
13 - Russell
14 - Adin is MIA
15 - MLI Tech
16 - Laporan Kedua
17 - Unnamed Corpse
18 - Enemy in the Front Line
19 - Steganografi
20 - F is for "Forgotten"
21 - Bos
22 - Penambang
23 - Long Lost Brother
24 - Bayangan
25 - Pelayat Asing
26 - Unfinished Code
27 - Catur dan Wibi
28 - Rendezvous
29 - A Flying Spy
30 - Two Roads Intertwined
31 - Dua Pengejaran
33 - D-Day
34 - 1984
35 - Launcher
36 - Counter
37 - Reverse Engineered Program
38 - Catur versus Wibi
39 - Tenggelam Bersama
40 - Mulai dari Nol
41 - Leaked Scandal
42 - Disappear Always
Epilog

32 - No Distance Left to Run

182 72 0
By AyuWelirang

Hanya dalam waktu singkat, hidup Nitta berubah kompleks. Kini ia menduduki salah satu ruangan rapat di Subdit IV, dekat kubikel Unit 1. Saat Catur duduk di hadapannya dan menyodorkan segelas air, Nitta memandangnya sinis.

"Sengaja nggak bawa saya ke ruang interogasi biar gampang dapat informasi ya?" repet Nitta.

Catur tertawa pelan. Ia bahkan menutupi bibirnya agar tak terkesan menghina. "Sebenarnya yang mau menginterogasi itu, siapa, Mbak?" balas Catur ramah. Ia mendorong kursinya mendekat maju, sehingga keduanya kini berhadap-hadapan dalam jarak yang cukup dekat.

"Lho? Terus kenapa mengejar saya, sih?!" pekik Nitta sembari mengernyitkan dahi.

Catur duduk santai di kursinya dan mulai menyeruput minuman. Setelah menelannya dengan tenang, Catur kembali bicara, "Kalau nggak mau dikejar, kenapa lari?"

Nitta terdiam. Benar juga. Sebenarnya kalau dia bersikap biasa saja dan menyapa selayaknya seorang atasan yang memang sedang mencari bawahannya, dia tak harus terlibat seperti ini dan berada di kandang musuh terbesarnya, Polisi Siber.

Nitta mengembuskan napas berat. Bibirnya kering dan terdengar suara menelan ludah. Catur tersenyum ramah lagi dan menawarkan minuman yang asapnya masih mengepul dari gelas di hadapan Nitta. "Diminum dulu tehnya, biar tenang. Baru kita bicara."

Akhirnya, gadis itu menyetujui tawaran Catur. Ia menyeruput teh hangat sejenak dan menenangkan diri. Sejujurnya, otak gadis itu sudah kusut. Ia tak tahu harus bagaimana dan meminta tolong siapa. Namun, mempercayai polsib juga bukan pilihan terbaik.

Catur memangku dagu dengan kedua tangannya. Kali ini ia memandang Nitta dengan serius. "Kamu mau cerita? Saya bisa ajak kamu ke tempat selain kantor ini jika memang merasa tak nyaman di sini."

"Yang benar? Saya tidak akan ditangkap, kan?"

"Saya nggak ada alasan buat menangkapmu, Mbak Nitta. Bagaimana?" tawar Catur lagi.

Nitta mengangguk dan keduanya bergegas pergi dari ruang rapat. Saat melewati Unit 1, Tere dan Andar berdiri bersamaan.

"Lho, Bang? Mau ke mana?" tanya Tere serius. Wajahnya tampak mengintimidasi.

"Sudah selesai kok, Ter. Nanti laporannya saya aja yang buat," jawab Catur. Ia pun memandang Andar yang sepertinya masih mengatur napas karena habis berlari seperti anjing gila.

Namun, bukannya menatap sang atasan, Andar malah memandangi Nitta. Tampak wajah khawatir dari lelaki itu. Nitta sendiri jadi bingung. "Orang aneh mana lagi ini?" pikirnya.

"Nah, saya antar Mbak Nitta dulu. Kalian lanjutkan pekerjaan. Nanti saya kasih simpulannya setelah kembali ya," tutup Catur. Ia pun pamit dan saat melewati pintu keluar, Catur dan Nitta berpapasan dengan Wicak.

"Lho? Siapa ini, Bang Catur?" sapa Wicak ramah. Keduanya bersalaman.

"Oh, bukan siapa-siapa kok. Ini kenalan saya sedang mampir. Mari Mas Wicak." Catur menyalami Wicak dan pamit.

Nitta tak menyapa sama sekali dan hanya mengekori Catur. Setidaknya, pilihan kabur yang ditawarkan Catur terdengar lebih menggiurkan.

Keduanya menuju parkiran mobil. Nitta duduk di kursi penumpang depan dan Catur bergegas menduduki kursi pengemudi dan menyalakan mobil. Baru saja ia memasang sabuk pengaman, Catur menepuk dahinya. "Aduh, sebentar. Tablet kantor saya lupa."

"Jangan!" seru Nitta tiba-tiba. Catur serta-merta menoleh.

"Kenapa memangnya?"

"Sebaiknya jangan bawa alat komunikasi. Tolong. Kali ini saja Bang Catur harus percaya saya," ujar Nitta penuh teka-teki. Catur menurut saja dan mereka pun keluar dari Polda Metro Jaya.

Di perjalanan, Catur mulai kembali bicara. "Sekarang ke mana? Kantormu?"

"Jangan. Kita ke pusat perbelanjaan saja. Grand Indonesia cukup besar dan ramai. Sinyal ponsel di sana pasti akan crowded," tutup Nitta. Setelah itu ia tak bicara lagi dan Catur juga tak bertanya-tanya, karena ia sudah cukup tahu penjelasannya.

***

Sesampai mereka di Grand Indonesia, Catur mengganti pakaiannya dengan pakaian kasual. Ia duduk di kursi belakang dan meminta Nitta berjaga di luar mobil. Catur membuka seragam biru tua Subdit IV dan memakai kaus dengan luaran kemeja kotak-kotak. Warna kemeja itu mengingatkan Nitta pada kemeja milik teman kantornya—Caraka—yang model dan warnanya serupa.

"Sudah jam sebelas siang. Seharusnya mall sudah buka," sebut Catur.

Nitta berjalan di depan dan memasuki area Grand Indonesia dari parkiran dekat pintu barat. Catur mengikuti dari belakang. Setelah melewati antrean pemeriksaan barang bawaan, mereka pun berjalan bersisian. Mata Nitta memeriksa sekeliling dengan cermat, tanpa kelihatan waspada. Ia tampak seperti sedang mejeng dan jalan-jalan saja.

"Jadi, ada apa tadi?"

"Kalau saya cerita, apa Bang Catur akan percaya?"

"Coba saja," timpal Catur cepat.

Catur dan Nitta menaiki eskalator khas Grand Indonesia yang berundak-undak, seperti hendak mencakar langit. Mereka memandangi eskalator teratas yang tidak begitu ramai pengunjung. Nitta menarik napas dalam dan mulai bercerita.

"CTF, Capture the Flag yang kita coba pecahkan, benar-benar menyuruh kita 'menangkap bendera'. Tapi, alih-alih bug atau lubang sistem buatan panitia CTF iseng yang harus kita pecahkan, kita seharusnya memecahkan sebuah teka-teki konspirasi negara yang lebih rumit," ungkap Nitta. Gadis itu lantas mengaduk-aduk saku celana jins dan menyodorkan bongkahan hitam kecil yang sudah remuk.

"Apa ini?" tanya Catur. Ia mengelurkan sapu tangan dan menerima benda itu. Kemudian, sang perwira muda itu memeriksa sekujur benda hitam kecil remuk itu. "Hah? Kamera pengintai?"

Nitta mengangguk. "Orang terakhir yang duduk di kubikel saya adalah Caraka—anggota tim saya, Bang Catur, dan..."

"Wibi," potong Catur kilat. "Boleh saya bawa? Saya akan periksa secara pribadi dengan dua anggota tim saya, sebelum saya serahkan ke forensik," tambah Catur.

Gadis di samping Catur menyodorkan telapak tangannya dengan sopan. "Silakan saja. Yang jelas, ini tipe kamera feed satu arah. Seharusnya ada server terdekat kantor saya untuk menerimanya, lalu dilakukan relay ke penerima utama. Kalaupun tidak ada, bisa jadi dipasang pada kendaraan atau entah apa lah."

"Lalu, bagaimana dengan teman kantor yang kamu maksud? Apa dia terlepas dari variabel curiga yang kamu pasang?"

Nitta mengangguk cepat. "Sayangnya, teman kantor baru saya itu lebih penting untuk sekadar jadi penguntit. Saya tidak bisa beberkan sekarang karena tidak relevan. Kembali ke CTF. Saya tebak, Bang Catur mencari Adin Fikri dari hasil penelusuran alamat IP warnet yang semula hendak mengajak saya, bukan?"

"Tepat sekali. Saya sendiri tidak tahu kalau itu temanmu. Kamu sendiri sudah menolak ajakan saya untuk memeriksa warnet terkait, tapi ternyata kamu datang. Saya langsung tahu, kalau dua hal tidak berhubungan ini, sebenarnya sangat berhubungan dan tidak bisa disebut sebagai kebetulan. Nah, apa kamu sudah mengetahui alasan temanmu melakukan teka-teki ribet ini?"

Mereka telah sampai di pucuk eskalator kedua dan hendak melanjutkan ke area food court. Area makan di Grand Indonesia cukup padat pengunjung. Sinyal ponsel saja kadang bisa bertubrukan, bahkan bisa menyebabkan bottle neck. Sehingga, agak kecil kemungkinan pembicaraan mereka dipantau.

Nitta menengok sekitar dan mencari tempat yang paling ramai, sebuah kedai masakan Jepang. "Ayo kita duduk di sana," ajak Nitta.

Keduanya berjalan menuju tempat sushi dan duduk di sisi rolling tray. Nitta mengambil beberapa, begitu juga dengan Catur. Selagi bercerita, ada baiknya mereka makan dulu karena pencarian mereka masih panjang.

Nitta melanjutkan ceritanya. "CTF yang kita tuju adalah sebuah tim bawah tanah, Big Brother. Satu orang, tipikal Russell yang ada di Happy Tree Friends, sudah tewas. Perawakan seperti tentara, berbadan besar. Giggle adalah tim lain yang kita tuju. Perempuan, mungil, berdandan dengan celak mata seperti Giggle. Bedanya, celak matanya hitam bukan merah muda. Menurut penelusuran, Big Brother terdiri dari empat orang. Berarti ada dua orang lagi yang terlibat dan satu orang adalah pekerja lepas," jelas Nitta serius.

Catur jadi bertanya-tanya. Dari mana gadis itu mendapat penelusurannya. "Tunggu dulu. Kamu tahu dari mana? Sumbernya apa? Saya tidak bisa melanjutkan penyelidikan kalau kamu tidak menyebutkan sumbernya."

"Bang Catur bisa memilih untuk menangkap saya sekarang, atau nanti. Yang pasti, saya akan bekerja sama. Jadi... Bang Catur tahu Awanama?" tanya Nitta.

Catur menelan satu sushi sembari mengernyitkan dahi. "Maksudmu, kelompok peretas Indonesia yang cukup militan?"

"Benar. Saya salah satu anggotanya."

Detik itu, Catur langsung menjatuhkan sumpitnya.


***

#nowplaying: Damon Albarn - Lonely Press Play

"Accepted that you live with one certainty, when you... LONELY, PRESS PLAY."

Continue Reading

You'll Also Like

97.6K 18.5K 51
Teana ketakutan ketika bertemu cowok bernama M1LK yang mengaku sebagai alien. Bersama Bobo, sahabatnya yang ngondek, mereka melarikan diri. Apalagi c...
3 Dimensi By Dai

Teen Fiction

3.7K 748 33
Tentang Arza, yang kehilangan alasan untuk memikirkan masa depannya. Dan tentang Abil, yang membuang masa lalunya, pun memilih persetan dengan yang n...
638K 57.7K 45
Diterbitkan oleh Penerbit LovRinz (Pemesanan di Shopee Penerbit.LovRinzOfficial) *** "Jangan percaya kepada siapa pun. Semua bisa membahayakan nyawam...
5.6K 1.2K 16
Magoirie terlahir sebagai manusia biasa yang sengaja dipilih untuk dianugerahi berkah oleh Sang Dewi agar menjadi para penyeimbang alam. Tugas utama...