Reaching Dream, with Bos!

By DhetiAzmi

287K 46.2K 2.6K

⚠️Rate : 21+ Glara Tarani. Memutuskan mengambil keputusan yang sulit. keputusan yang akan membuat marah kelua... More

Prolog
1. Kembali ke Bandung
2. Harus Agresif
3. Pria bajingan
4. Tetap diam
5. Menguji
6. Diterima
7. Terlalu pagi
8. Ceplas ceplos
10. Hujan deras
11. punya pacar?
12. Panggilan masuk
13. Jangan menaruh perasaan
14. Aku pacar Mas Willy
15. Wanita Nakal
16. Habiskan
17. Wanita pujaan hati
18. Ada yang cari kamu
19. Minta Tolong
20. Seperti orang asing
21. Acak-acakan
22. oleh-oleh
23. Gak Lihat
24. Gak Bisa
25. Pesta Kejutan
26. Gak bisa di paksakan
27. Di abaikan
28. Ada yang sakit?
29. Melankolis
30. Kamu adik Yesi kan?
31. Meminta pulang
32. Gak suka
33. Kedatangan Mas Alga
34. Ara Sayang
35. Mereka Tahu
36. Membatasi diri
37. Mesra-mesraan
38. Pertemanan yang rumit
39. Ciuman
40. Pria Brengsek
41. Gak apa-apa
42. Aku Bukan Wanita Murahan
43. Menemukanku
44. Demam
45. Sayang kamu
46. Hanya Pelampiasan
47. Wanita kuat
48. Dunia sempit
49. Bisa bertemu?
50. Sudah gak ada hubungan
51. Aku mohon
52. Resign
53. Hari ini
54. Makhluk tak diundang
55. Aku suka kamu
56. Itu benar
57. Menginginka kamu
58. Tamu Pria
59. Pemiliknya
60. Kesempatan
61. Rahasia
62. Backstreet
63. Teman Kerja
64. Karena masalah ini?
65. Fakta mengejutkan
66.Diary Yesi
67. Tolong mengerti
68. Siapa Mas Willy?
69. Nyari mati
70. Semuanya Berantakan
71. Pulang saja kemari
72. Ayo berusaha
73. Kembali ke rumah
74. Terhasut

9. Kerja yang benar

3.3K 546 16
By DhetiAzmi

Update! Jangan lupa support dengan vote dan komentar yang buanyak ya guys biar aku rajin update-nya ❤️

Hari pertama bekerja membuat aku sedikit gugup dan agak takut. Takut melakukan kesalahan dan membuat pria berambut gondrong itu marah lalu memecat ku. Bukan karena aku takut kepadanya, hanya saja jika Willy memecat ku hancurlah semua rencana yang sudah aku buat. Beberapa hari aku mengenalnya, aku mulai memahami sifat-sifatnya yang aneh dan sedikit bodoh? Ya, sedikit bodoh. Jika seratus persen bodoh, tidak mungkin Yesi menyukainya.

Aku pergi ke dapur pastry, memulai pekerjaanku dengan membuat banyak jenis roti. Aku mengikat rambutku, mengikat Appron di tubuhku lalu memakai topi chef di kepalaku.

"Apa yang pertama di buat di sini?" tanyaku setelah mencuci kedua tanganku kepada Ilham yang akan membantuku.

Tentu saja aku akan di bantu oleh Ilham. Tidak ada pastry chef yang bekerja sendiri di dapur. Apa lagi membuat kue dalam porsi yang begitu banyak.

"Biasanya kami buat roti seperti Croissant," balas Ilham.

Aku mengangguk. "Sekarang coba ambil bahan-bahannya. Kelola bahan yang beragi dulu supaya hemat waktu ya," kataku kepada Ilham yang langsung diangguki pria itu.

Aku memulai pekerjaanku. Rasanya dejavu, mengingatkanku saat menjadi seorang asisten pasrty chef di sebuah Hotel. Rasanya menyenangkan, mendapat teman baru yang asyik. Meski memang tidak mudah karena terkadang ada saja kesalahan yang membuat aku habis di marahi Chef.

aku memasukkan satu demi satu bahan ke dalam Dough Mixer. Sembari menunggu adonan tercampur rata aku mengerjakan adonan yang lainnya untuk mengejar waktu. Melihat jam yang terpajang di atas dinding, tanganku mulai bersemangat mengerjakannya. Toko sebentar lagi akan segera buka, dan semua menu ini harus segera di pajang di Etalase.

"Ara, eh Mbak sudah lama kerja di bidang ini?" tanya Ilham.

Aku menoleh sebentar lalu tersenyum. "Panggil Ara saja, lagi pula kayaknya lebih tua kamu daripada aku. Gak lama tapi lumayan sudah punya banyak pengalaman."

Ilham terkekeh yang membuat lesung pipi di kedua pipinya terlihat jelas. "Sok tahu."

"Fakta kan? Berapa umur kamu memang?"

"Gak sopan nanya umur orang," balas Ilham bercanda.

Aku tertawa. "Tuhkan, yakin sih lebih tua kamu daripada aku."

"Tahu dari mana? Kamu cenayang?"

"Dari muka."

"Kenapa emang muka ku?"

"Muka kamu─"

"Ehem."

Aku dan Ilham kompak menoleh. Kami berdua terkejut melihat sosok pria yang entah sejak kapan sudah berada di dapur.

"Kalian tahu ini sudah jam berapa? Memang kalian punya banyak waktu sampai harus mengobrol di dapur?" tanyanya.

"Maaf Pak Bos." Ilham menunduk lalu buru-buru melanjutkan pekerjaannya.

Aku meringis, kenapa pria ini harus masuk ke dapur. Aku tahu dia Bos, mungkin dia ingin mengecek cara kerjaku sebagai pegawai baru. Tapi kenapa harus sekarang? Aku bahkan baru memulai. Kenapa dia tidak datang ketika aku sudah membuat beberapa menu.

"Sudah berapa roti yang kamu buat?" tanya Willy. Pria itu berdiri di sampingku yang sedang membuat roti.

"Baru 3 Roti, Bos."

Willy mengangguk-anggukan kepalanya. Pria itu tidak pergi, dia masih di dapur dan melihat-lihat. Aku menggeram, menata roti yang sudah dibuat cantik di atas loyang dan memasukannya ke dalam oven.

Kembali membuat roti yang lain, aku memaki dalam hati melihat Willy yang masih juga belum pergi. Aku mendelik ke arah pria itu lalu kembali mengerjakan pekerjaanku yang masih menumpuk.

"Kenapa dia masih di sini," gumamku, kesal.

"Kamu bilang apa?"

Aku mengerjap, menoleh ke arah Willy yang sedang menatapku. Aku juga bisa melihat wajah kaget Ilham yang juga menatapku.

"Apa?" tanyaku karena memang tidak mengerti.

"Tadi kamu bilang apa?" ulang Willy.

Dahiku mengerut bingung. "Memang aku bilang apa?"

Willy mendengus. "Saya gak budeg, Ara. Jelas-jelas kamu bilang sesuatu tadi."

Kerutan di dahiku semakin lebar. Memang apa yang aku katakan? Aku berpikir, ketika sadar dengan apa yang Willy tanyakan, aku membelalak. Jangan bilang kalimat tadi keluar dari mulutku? Tidak, perasaan tadi aku mengatakan itu di dalam hati kok.

"Ilham, kamu juga dengar kan?" tanya Willy.

Ilham menatapku. "Iya Pak."

Aku meringis, menggigit bibir bawahku. Kenapa aku bodoh sekali sih!

"Kamu dengar 'kan? Kamu pikir siapa lagi yang akan bicara di sini selain kamu?"

Aku mencoba mencari alasan. "Aku gak bilang apa-apa."

"Terus tadi suara siapa?"

Aku menggeleng cepat, mencoba mengalihkan pertanyaan Willy dengan adonan roti di kedua tanganku. "Hantu mungkin."

Willy mendengus. "Di sini gak ada hantu."

Aku mendesis. "Kok Pak Bos tahu? Memang Pak Bos Indigo?"

"Iya."

Aku menatapnya kaget. Serius? Pria ini Indigo? Dia bisa melihat hantu yang menyeramkan itu?

"Bercanda," lanjut Willy yang membuat kedua bahuku yang tegang tadi merosot jatuh.

"Gak lucu, Pak." Aku berdecak kesal. Aku benar-benar takut dengan semua hal yang berbau hantu. Kenapa hantu itu harus ada? Kenapa hantu harus di ciptakan? Kenapa makhluk menyeramkan itu harus ada di dunia ini?

"Kerja yang benar."

Setelah mengatakan itu Willy keluar. Aku mendengus, juga sedikit lega karena pria itu tidak mempertanyakan kalimatku yang tidak sopan tadi. Sial, untung saja. Seandainya tadi aku tidak punya alasan, sudah pasti aku langsung di tendang dari sini. Yang benar saja aku di pecat di hari pertama kerja.

Ilham mendekatiku. "Kamu gak boleh kayak gitu, Ara."

Aku berdecak. "Habis dia nyebelin sih. Baru mulai udah masuk ke dapur."

"Wajar. Ini kan hari pertama kamu kerja. Lagi pula kamu tahu sendiri sebelum-sebelumnya gak ada pastry chef yang cocok di sini sebelum akhirnya kamu di terima bekerja." Ilham menjelaskan.

"Memang kenapa? Apa pastry chef sebelumnya menghancurkan dapur?"

Ilham diam sebentar lalu membalas. "Ya enggak sih."

Aku mendengus. "Kan, dia saja yang nyebelin. Harusnya dia biarin aku kerja dengan baik. Daripada liatin kayak gitu bikin gak fokus buat roti."

"Wah, kamu salting ya di liatin Bos?"

Aku menatap Ilham lalu bergidik ngeri. "Dih najis. Gak lah!"

"Kenapa? Pak Bos kan ganteng. Pelanggan kami saja banyak yang naksir loh."

Aku memutarkan kedua bola mataku malas. "Itu mereka bukan aku. Lagian yang lihat Bos ganteng kayaknya punya penglihatan yang rusak."

"Hah? Kenapa tuh? Memang Pak Bos ganteng kok."

Aku menyipitkan pandanganku ke arah Ilham. "Kamu naksir Pak Bos?"

Ilham melotot. "Sembarangan, aku normal ya."

Aku mengedikan bahu. "Ya siapa tahu. Habisnya kamu maksa banget bilang Bos ganteng."

"Kan emang iya," balas Ilham.

"Fix kamu gay."

"Lah, kenapa bisa gitu anjir, aku normal."

"Soalnya kamu muji Bos."

"Salahnya di mana muji Bos?"

"Itu berlebihan."

"Jadi kalau aku muji kamu cantik juga berlebihan?"

aku terkekeh. "Itu pengecualian, tapi tanpa kamu puji juga aku tahu aku cantik."

Ilham meringis. "Astaga."

Aku tertawa. Menyelesaikan pekerjaan pagi ini dengan obrolan random bersama Ilham. Meski sesekali Willy masih menyempatkan diri ke dapur untuk melihat perkembangan pekerjaanku. Aku mulai menghiraukan kehadirannya dan fokus membuat semua menu yang sebentar lagi akan selesai. Ah, sepertinya tidak akan selesai sampai jam pulang.





Continue Reading

You'll Also Like

17M 753K 43
GENRE : ROMANCE [Story 3] Bagas cowok baik-baik, hidupnya lurus dan berambisi pada nilai bagus di sekolah. Saras gadis kampung yang merantau ke kota...
288K 1.2K 15
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
1M 42.8K 37
Mereka teman baik, tapi suatu kejadian menimpa keduanya membuat Raka harus menikahi Anya mau tidak mau, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas apa ya...
2.5M 37.4K 50
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...