R. A. 61

1.3K 72 15
                                    

Cerahnya awan, panasnya sinar matahari kini digantikan dengan gumpalan awan hitam. Rintik-rintik air mulai turun dan membasahi, jalanan di sebagian bumi. Hembusan angin yang kencang memberikan hawa dingin bagi sebagian orang.

Secangkir coklat panas di tangannya membuat gadis bersurai sepinggang ini merasa lebih baik. Hujan kali ini layaknya badai, suara gemuruh dan guntur saling sahut-menyahut, beberapa pohon besar tumbang di jalanan akibat diterjang angin.

Sangat mengerikan.

Ia meniup dan menyeruput coklat panasnya dengan pelan-pelan. Ia merasa iri dengan rasa manis coklat ini, mengapa hidupnya tidak bisa semanis coklat panas di tangannya? Selalu ada penghalang untuk dia mencapai keinginannya.

Tidak! Kali ini Ia tidak akan membiarkan satu orang pun menghalangi keinginannya. Ia kembali menyeruput coklat panasnya hingga tandas tanpa sisa. Ia meletakkan cangkir itu di meja belajarnya lalu keluar dari kamar.

Ia membuka pintu bercat kecoklatan itu lalu menutupnya dengan keras hingga membuat sang pemilik kamar terlonjak kaget dan refleks berbalik menghadapnya. Ia terkekeh pelan melihat keterkejutan dari mangsanya.

"Hai, Tha! Kaget, ya?" tanyanya.

"Ka-k Nes-sa mau apa?" tanya baliknya.

Gadis yang di panggil Nessa ini tertawa mendengar penturan dari lawan bicaranya. Ini rumahnya dia bebas melakukan apa pun sesuka hatinya. Ia tidak perlu meminta izin padanya untuk masuk ke kamar ini.

"Jangan takut, gue gak ngapa-ngapain lo kok. Tenang aja," ujar Nessa.

Nessa mengambil asal salah satu buku catatan milik orang yang membuatnya dipaksa menjadi kakak dari seorang anak kecil tak tahu asalnya dari mana. Entah mengapa Rafi sangat menyayangi anak angkatnya dibanding anak kandungnya. Apa karena yatim piatu?

"Ini buku lo?" tanya Nessa.

Litha hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia masih was-was dengan kedatangan Nessa ke kamarnya. Selama ini Nessa ke kamarnya hanya untuk melakukan aksinya yakni menekan dan mengancam Litha dan kali ini Litha yakin Nessa memiliki niat terselubung.

"Lo gak punya mulut?!" bentak Nessa.

"I-iya, Kak. I-itu pu-punya Li-Litha," ujar Litha terbata-bata.

Nessa melempar asal buku catatan Litha. Ia tidak minat pada buku catatan itu lagi pula tujuannya ke sini untuk hal lain. Nessa mencengkeram rahang bawah Litha dan menatap Litha benci.

Gadis di depannya ini tidak hanya membuat hubungannya dengan Rafi renggang tapi juga membuat dirinya kehabisan kesabaran karena Litha tak kunjung menepati janji pada dirinya. Ia sudah menunggu lama dan Ia tidak akan mau menunggu lebih lama lagi.

"Inget janji lo ke gue?" tanya Nessa penuh penekanan.

Litha mengangguk, cengkeraman Nessa sangat kuat hingga membuatnya kesakitan dan tidak menjawab pertanyaan Nessa. Semoga Nessa tidak melakukan hal yang lebih parah dari ini. Litha masih ingat janjinya dengan Nessa meski terpaksa.

"Bagus! Gue denger kalian udah putus," Nessa melepas cengkeramannya pada Litha. Rahangnya kini menjadi sakit dan Litha bersyukur karena Nessa melepaskan cengkeramannya.

"I-iya, ka-k," ujar Litha.

"Lo bego apa tolol?!" bentak Nessa.

Litha memejamkan kelopak matanya mendengar bentakan Nessa. Saat ini Rafi dan Vanila tidak ada di rumah mereka pergi menghadiri kondangan rekan bisnis Rafi. Sebuah keberuntungan untuk Nessa karena Ia bisa leluasa menyakiti Litha.

"Seharusnya lo tahan dia supaya kalian gak putus! Dasar bego!" ujar Nessa menyentil dahi Litha berkali-kali.

Litha meringis pelan, dahinya terasa sakit. Ia tidak berani melawan Nessa walau hanya sebuah pergerakan saja. Kecuali Nessa yang memintanya. Litha terlalu takut pada Nessa karena kakaknya itu tidak akan segan memberinya pelajaran berharga.

"Lo denger baik-baik. Lo itu cuma robot, bertindak atas kemauan gue. Jadi, jangan macem-macem sama gue!" ujar Nessa.

"Lo denger gak?!" bentak Nessa.

"I-iya, k-ak,"

"Gue mau dalam waktu dekat dia ngerasain apa yang gue rasain dulu, lo paham?" tanya Nessa.

"Ta-tapi,"

Nessa tidak suka dibantah. Ia menjambak rambut Litha kuat-kuat dan menariknya hingga terjatuh di lantai. Nessa menendang kursi itu agar tidak menghalangi niatannya. Nessa kembali menjambak rambut Litha dan tersenyum ketika Litha kesakitan dan menintihkan air mata.

"Ini karena lo udah berani bantah gue," ujar Nessa.

"Sa-sakit, k-ak," rintih Litha.

"Gue bukan kakak lo!" bentak Nessa lalu menghempaskan jambakannya pada Litha.

Isakan tangis Litha mulai terdengar, bukannya berhenti Nessa malah semakin gencar memberi pelajaran pada Litha. Ia belum puas menyiksa adiknya. Tunggu, apa? Adik? Robot lebih tepatnya!

"Cuma bisa nangis doang lo," ujar Nessa.

"Sakit, kak," ujar Litha.

"Sakit yang lo terima sekarang gak ada bandingannya sama rasa sakit yang gue terima dulu," ujar Nessa.

Suara deruman motor terdengar melewati depan rumah mereka. Nessa tersenyum jahat lalu kembali menjambak Litha. Sebuah rencana jahat mulai terbentuk di dalam benaknya.

"Lo denger suara itu?" tanya Nessa.

Litha mendengarnya dan Ia sangat hapal dengan suara itu. Apa yang Nessa rencanakan kali ini? Apa Nessa memaksanya untuk berdrama lagi? Litha tidak sanggup untuk melakukannya, dia terlalu baik untuk Litha sakiti terlalu dalam lagi.

"Gue mau sekarang lo ke sana dan temui dia, lo paham?" ujar Nessa.

"Jangan, Kak. Litha mohon," ujar Litha.

"Kenapa? Lo cinta sama dia huh?!" bentak Nessa.

"Bu-"

Plaaak!

Pipi Litha memanas karena tamparan Nessa. Sejak awal Nessa sudah mengatakan Ia tidak suka di bantah dan apa yang Ia perintahkan harus di laksanakan. Sekarang lihat akibatnya.

"A-Ampun, K-ak. A-mpun!"

"Satu tugas lagi buat lo, dan lo masih punya satu misi yang belum lo lakuin," ujar Nessa.

"Janji adalah hutang," lanjut Nessa.

Nessa berdiri dan tersenyum kemenangan. Tidak  lama lagi seseorang akan merasakan apa yang Ia rasakan dulu. Tunggu saja bila masanya telah tiba. Pembalasan akan segera menghampirinya. Nessa menatap kursi yang tadi Ia tendang. Nessa mengangkatnya dan melemparkan pada Litha.

Braaaakk!

"Kyaaaa!" teriak Litha.

"Bye bye robot butut," ujar Nessa kemudian berlalu meninggalkan Litha.

Hujan semakin deras seirng tangis Litha, tubuhnya semakin sakit setelah mendapatkan hantaman kursi belajarnya. Litha menjerit lelah dan memukuli dadanya yang tiba-tiba sesak. Kenapa dirinya harus terlibat dalam rencana ini?

Apa yang harus Litha lakukan sekarang? Ia tidak mau menancapkan luka lebih dalam lagi. Baginya keputusannya sudahlah lebih dari cukup untuk melukai hatinya. Tapi kenapa Nessa seakan tidak puas dan menginginkan lebih dari ini?

Ya Tuhan! Bantu Litha, beri Litha kekuatan untuk menjalani serta mengakhiri semuanya. Litha lelah tapi Ia harus tetap berusaha agar Nessa dan Vanilla tidak semakin menekan dan semena-mena padanya.

Sekarang yang ada di otaknya adalah satu nama. Yakni Arjuna. Laki-laki bervisual badboy tapi tidak setelah Litha mengenalnya. Arjuna laki-laki bertanggung jawab dan penyayang. Ia akan melakukan apa pun untuk orang terdekatnya dan Litha pernah ada di posisi itu.

Jika Litha boleh memilih, Ia lebih memilih tidak pernah mengenal Arjuna dari pada harus melukai hati laki-laki itu. Litha tidak tega. Tapi Ia tidak punya pilihan lain. Tolong, maafkan kesalahan Litha jika suatu saat Arjuna tahu.

Tangisannya kembali pecah, Ia bingung sekarang. Tapi lebih cepat lebih baik bukan?

~**~**~

Segini dulu, heheheee

Paipai

Tbc😘😘😘

Radyan Arjuna ✔Where stories live. Discover now