4. Kopdar

11.1K 401 14
                                    


Riska melihat jam di tangannya 17.30!
30 menit lagi ia harus bertemu dengan Mr. Zaf, sementara posisinya sekarang masih di kantor karena proses audit yang baru saja selesai. Buru-buru ia meluncur ke toilet untuk membenahi diri. Selesai mencuci mukanya di wastafel, refleks Riska melihat ke arah cermin, tiba-tiba ia menangkap sesosok yang diam di belakangnya ikut menatapnya, sontak Riska menjerit. Sesosok yang memandangnya ikut menjerit juga.

"Buset lu ngagetin aja tau!" semprot Sitha.

"Lu tuh yang ngagetin gue! tiba-tiba nongol di belakang."
Riska  membenahi rambutnya lalu memulas make-upnya kembali, tidak ketinggalan ia semprot minyak wangi banyak-banyak.

"Yah, nggak sekalian tuh parfum lu grojogin ke badan semua? Mau kemana lu? tumben-tumbenan pulang pake dandan lagi?" tanya Sitha agak takjub dengan adegan yang jarang ia temui kala bersama teman kantornya itu.

"Eh, gue nggak menor kan? Gue nggak keliatan jelek atau malu-maluin kan?" tanya Riska dengan tidak sabar sambil sesekali melihat ke arah cermin.

Sitha memperhatikan wajah Riska sesaat sambil geleng-geleng kepala. "Nah bener kan, gue bilang apa, mending duit lu buat perawatan. Muka lu tuh kucel, sayang banget udah ada modal dari lahir cakep nggak dirawat. Ngaca sonoh, lingkaran item makin tebel aja, udah kayak mbak kunti lama-lama!"

"Serius lu? Bodoh amat ah. Aduh gue buru-buru nih." Riska memasukkan alat-alat make-upnya yang tidak teralu banyak itu ke dalam tas, kemudian berjalan keluar dengan langkah cepat diikuti Sitha yang di belakangnya tampak masih penasaran.

"Gue serius nanya, lu mau kemana?"

"Ketemu klien," jawab Riska singkat.

"Eh, serius gue!"

"Gue mau ketemu sama calon," sahut Riska sekenanya sambil nyengir kuda.

"Eh?" Sitha sudah berhasil mengejar ketertinggalannya, ia kini berjalan di samping Riska, masih dengan muka penasarannya yang menuntut penjelasan lebih.

"Calon pengucur dana segar!" Riska menambahkan dengan penekanan di setiap katanya.

"Gile lu! Lu mau jual diri?" pekik Sitha, sontak membuat orang-orang yang masih di sekitar sana menatap ke arah mereka.

Deg!  kalimat yang dicetuskan Sitha terdengar membenarkan sikapnya, meskipun Riska tidak bener-bener berniat menjual diri.

"Sembarangan aja mulut lu!"

"Dengerin gue, kalau gue harus jual diri mending ke pak Fathir."  Saran Sitha justru menyesatkannya.

Mereka bersama-sama berjalan menuju ke parkiran. Riska sesekali melihat arlojinya dengan cemas, ia tidak mau kehilangan kesempatan emasnya yang sudah di depan mata, jangan sampai ia membuat kecewa kembali pelanggannya, kalau tidak, mungkin ia akan benar-benar kehilangan harapan satu-satunya– pengisi deposit perjudiannya.

"Yang jadi pertanyaan, emang orangnya mau sama lu? Eh ngomong-ngomong gue kok belum liat dia ya dari tadi?"

"Pak Fathir udah pulang dari tadi, lu ajah yang nggak perhatian."

"Mending gue nggak ketemu." sahut Riska acuh tak acuh.

"Lah kok?" Sitha terlihat heran

"Nggak ada untungnya buat gue, denger orangnya kayak gitu mending gue menghindar dari pada kena masalah."

"Ha?! Bukannya kerja dibagusin, nih anak malah ngehindar, kalo udah waktunya kena, baru tau rasa lu!"

"Omongan lu sama kayak doa tau, lu jangan gitu-gitu amat ma temen."

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang