14. Tawaran

5.6K 262 1
                                    


Di tengah geliat jalanan kota Riska tampak merenung di atas motornya. Sampai sebuah teriakan diiringi klakson sukses membuatnya terlonjak.

"Hoi meleng ajah lu Neng!" teriak sopir mikrolet di belakangnya.

Motornya pun membelok ke sebuah minimart sejuta umat. Memarkirkan kendaraannya di sana lalu menuju satu-satunya mesin anjungan yang paling dekat dari kosannya.

"Eh Sori," sahut mereka bersamaan.

sesaat kaki Riska terhenti kala dirinya bertabarakan dengan seorang perempuan yang tak dikenalinya.

Perempuan itu tak beranjak dari tempatnya ketika kedua mata mereka saling bertatapan.

"Eh, lu Riris kan?" sapanya menelusuri muka Riska–berusaha memantapkan bahwa yang di panggilnya memang orang yang dia kenali.

Riska ikut mengamati perempuan itu beberapa saat, ia mengenakan stelan sederhana tapi tampak modis: celana kain straight warna kuning dan blouse putih v-neck, serta kaca mata hitam lebar yang disematkan di kepalanya, rambutnya lurus sebahu dicat jingga.
Riska memastikan kemungkinan perempuan ini adalah salah satu yang pernah menjadi klien di kantornya namun, setelah ia ingat-ingat ternyata Riska tidak mengenalnya.

"Gue Sisil, kita ketemu di club Orion beberapa waktu lalu. Mungkin lu nggak inget soalnya pas kejadian lu nggak sadar." perempuan itu menambahkan begitu mendapati raut sangsi Riska.

Baru saja Riska ingin melupakan sejenak tentang kejadian buruk di club sialan itu tiba-tiba seseorang yang tidak dikenalnya mengingatkannya kembali.

"Sori aku lagi buru-buru." Riska melanjutkan langkahnya yang langsung di tahan Sisil.

"Please bisa nggak kita ngobrol bentar aja? Nggak lama kok." pinta Sisil sambil menatapnya dengan ramah. Sesekali tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi berbehel warna orange–selaras dengan cat rambutnya.

"Hmmm." Riska hanya mengangguk.
Dia sudah siap kalau ternyata perempuan ini termasuk orang-orangnya Roni. Tapi rasanya tak mungkin, komplotannya kan kebanyakan kelas teri, Riska berusaha meyakinkan diri.
"Mau ngobrol soal apa?" tanya Riska sambil berjalan mengikuti Sisil yang mengarahkannya ke tempat duduk di selasar.

"Cuma ngobrol-ngobrol santai, kita kan belum kenalan secara sadar." celutuknya disertai kedipan di sebelah matanya.
Ia meminta Riska untuk menunggunya sebentar, lalu berjalan menuju sebuah mobil yang tak jauh dari situ, Riska bahkan masih bisa mendengar percakapan Sisil ketika perempuan itu menyuruh seorang pria yang duduk di belakang kemudi untuk segera turun.

"Sayang turun bentar gih."

Si pria turun mengikuti Sisil ke arah tempat duduk, ia sedikit tercengang begitu mendapati Riska mendongak ke arahnya.

"Hai." sapa si pria yang berperawakan besar. "Gue Bagas."
Ia memperkenalkan diri.

Riska menyambutnya dengan ragu.

"Gue temennya Fathir." si pria menambahkan.

"Riska," jawab Riska singkat. "Sori gue buru-buru."
Ia bangkit dari tempat duduknya karena tidak mood lagi begitu mendengar nama Fathir, dia juga malas berurusan dengan teman-temannya. Namun sejurus kemudian lengannya dicekal Sisil.

"Please, bentar ajah ok?" pinta Sisil sembari membentuk huruf O di jemarinya. "Sebenernya gue mau nawarin sesuatu nih." Sisil mengamati wajah Riska sesaat lalu berbisik ke telinga Bagas sambil tersenyum simpul.

"Apa?" tanya Riska curiga.

"Kita mau nawarin lu jadi model mau nggak?"
Bagas mengeluarkan sebuah kartu nama dari slingbag kecil di depannya lalu menyerahkannya ke arah Riska.

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang