66. Welcome kissing

5.3K 220 7
                                    


Nyanyian di ponselnya membuyarkan pemandangan yang sejak beberapa menit yang lalu membuat dadanya ngilu. Riska mengambil langkah agak menjauh lalu menerima panggilan tersebut.

"Jaki?"

"Kamu kemana ajah? Aku hubungin dari kemarin kok nggak bisa?"

"Aku lagi di rumah sakit."

"Siapa lagi yang sakit?"

"Japa."

Diam sejenak, tak ada suara yang berlangsung di antara keduanya. Riska juga sepertinya tak mau merepotkan Zaki lagi.

"Suami kamu sakit apa?"

"Kita habis kecelakaan, semalem aku ditodong, dia yang nyelametin aku jadi kena tusuk."

Terdengar hembusan napas berat di ujung sana. Zaki sepertinya enggan juga menanyakan lebih lanjut mengenai detail kejadiannya.

"Gimana keadaannya sekarang?"

"Udah mendingan."

"Syukur deh nggak kenapa-napa."

Obrolan mereka tak terlalu banyak, karena Zaki buru-buru mengakhiri pembicaraan. Mungkin dia sedang sibuk pikir Riska, lagi pula itu lebih baik. Saat ini ia tak mau Zaki mencemaskannya.

"Sori, lain kali aku telpon lagi ya. Oh ya nitip salam buat suami kamu, semoga cepet pulih yah."

"Iya. Makasih Jak."

Riska menutup sambungannya lalu memilih kembali ke lorong kamar pasien. Mungkin Jeje sudah tak di sana pikirnya, tapi sayang begitu langkah kakinya bergerak menuju ke sana. Jeje tampak bangkit dari duduknya, perempuan itu sepertinya sudah menunggu kedatangannya.

"Kamu dari mana?"

"Dari toilet," jawab Riska singkat tak mau bertatap mata lama-lama. Dadanya masih nyeri.

Jeje mendekat lalu meraih kedua tangan Riska dan menggengamnya. "Jagain Japa ya."

Ini adalah kalimat ke dua yang di dengar Riska selain dari mertuanya. Ia hanya mengangguk mengiyakan dan tanpa persetujuannya kembali Jeje menariknya dalam pelukan seraya berbisik. "Aku tau kamu suka sama Zafa, jadi aku ngasih kesempatan kamu. Tapi satu hal yang harus kamu inget, aku bukan orang yang gampang nyerah."
Jeje melepas pelukannya dan tersenyum. Ia kemudian berlalu dengan langkah ringan menyusuri koridor. Riska masih mengawasi hingga umbrella skirt-nya yang sebatas lutut itu ikut melambai saat si pemilik tubuh berbelok ke tikungan dan hilang.

Kini kedua matanya bertumpu pada ruangan di depannya. Riska maju beberapa langkah lalu menarik gagang pintu hingga terbuka. Sunyi di dalam hanya suara pendingin ruangan yang mengiringi napas pelan sesosok yang terbaring memejam di atas kasur. Riska menghampiri lalu duduk di sampingnya.

"Jap. Maafin gue yah." kalimat pertama Riska meluncur begitu saja diiringi usapannya di tangan Fathir yang terkulai lemah. Apa yang digenggam Jeje tadi juga begini rasanya? Kenapa begitu dingin. Riska mengeratnya.

"Coba lu nggak usah dateng ke sana, mungkin gue udah tenang di akhirat. Sekarang lu jadi kayak gini, gue jadi punya hutang seumur hidup tau."

Tak ada respon dari Fathir sama sekali. Tidurnya sangat nyenyak, Riska bisa melihat ekspresi di mukanya yang agak lebam, begitu tenang seakan hanyut dalam buaian. Riska membelai pipinya dan tersenyum.

"Makasih ya buat semuanya, meski lu tuh nyebelin banget. Lu istirahat ajah, gue tungguin kok di luar." Riska bangkit dan memutuskan menunggu di luar sampai mami datang, karena dia tak tahan berlama-lama di dalam. Bersama Fathir berduaan meski pria itu tengah tertidur pulas dan dalam kondisi sakit sepertinya bukan ide yang bagus. Ia tahu bahwa segala emosi yang campur aduk akan siap menerjangnya sewaktu-waktu, Riska belum siap kalau tiba-tiba Fathir bangun. Entah apa yang akan ia katakan saat itu atau apa yang akan ia terima dari pria itu.

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang