82. My sweet hubby

6.2K 249 9
                                    

Berita kehamilannya menjadi kegemparan yang tak terduga di keluarga Fathir, Riska dalam semalam langsung menjadi putri idaman semua orang, ia dilayani bak ratu kerajaan, semua keperluan dari ujung kepala sampai kaki tinggal menjentikkan jari. Riska justru semakin stress dengan perhatian berlebihan ini. Maka atas permintaan Fathir, mereka kembali bersikap normal seperti Riska awal tinggal di rumah itu.

Malam itu Riska merasa jenuh di rumah ia memaksa ikut Fathir yang bertandang ke club Orion, meski diawali dengan perdebatan sengit karena kondisi kehamilannya dan kecerobohannya yang siapa tahu tiba-tiba minum alkohol di sana. 

"Gue cuma mau ketemu orang bentar. Nggak sampe tengah malem juga pulang." Fathir menarik lengan kemejanya sesiku sembari mematut diri sekilas di cermin.

"Pokoknya gue ikut. Gue kan nggak tau lu ketemuan sama cewek apa kagak, apalagi di club." Riska mencebikkan bibir.

"Yaudah." Fathir akhirnya menyerah semberi memeluknya dari belakang.

"Sayang ntar pulangnya beli martabak manis ya?" Riska menoleh lalu menarik lengan suaminya.

"Iya. Baby maunya martabak ya?" Fathir berbalik dan mengusap-usap perut Riska yang sudah sedikit membuncit.

"Mau, gue taruh kulkas. Dimakan besoknya."

"Ada-ada aja ibu hamil." Fathir mencubit hidungnya dengan gemas lalu memeluknya kembali dengan erat.

"Yang. Ah lepasin, jangan kenceng-kenceng. Nggak bisa napas."

"Sorry. Cium dulu dong sayang." Fathir merengkuh lehernya dan mereka pun berciuman mesra. Meski tak bisa berakhir di atas ranjang, ini sudah sangat bagus karena saat ingin menuntaskan hasratnya ia harus melakukannya sendiri di kamar mandi, ia juga tak ingin membiarkan Riska membantunya. Tidak tega, meski Riska memaksa.

"Ris, lu sebenernya tahan nggak sih nggak making love lama?"

"Apaan sih." Riska menepuk bahunya.

"Gue serius."

"Mau gimana lagi, perut juga makin gede."

"Tapi kata dokter, masih boleh. Gimana kalo ntar pulang nyoba dikit ya?"

"Liat ntar deh."

"Kok gitu sih."

Tapi Riska tak menggubris, ia berjalan keluar kamar lebih dulu meninggalkan Fathir dengan muka penuh harap.

Sesampainya di club Riska digiring ke ruangan khusus yang lebih sehat udaranya. Meski Fathir terlihat menahan kesal, pria itu menurutinya sesaat ketika Riska ingin memesan es lemon tea di meja bar.

"Nggak usah minum es teh," cegah Fathir kemudian. "Ji kasih bini gue air botol mineral ajah." 

Aji mengangguk lalu melesat ke dalam.

Fathir juga jadi ikut-ikutan over protektive dalam segala hal. Riska memilih menurut saja. 
"Habis ini balik ke ruangan itu ya." tunjuk Fathir ke sebuah pintu kamuflase di sebelah ruangan VIP yang dulu menjadi saksi kebrutalan Roni dan kawan-kawannya. 

Riska menggeleng ragu.

"Biar Septi yang temenin. Nanti gu--" kalimatnya terputus dengan getaran ponsel di saku celananya. Fathir membaca sekilas pesan yang masuk di layarnya. "Nurut ya," ucap Fathir lalu berbalik menemui seseorang yang sepertinya mengirim pesan tersebut.

Riska masih duduk di sana, ia sama sekali tak ingin mengunci diri di ruangan tersebut. Aji membawa sebotol ai mineral dan sedotan. Riska langsung membuka tutup dan meminumnya.

"Sudah berapa bulan Mbak?" tanya Aji tiba-tiba.

Riska langsung tersedak ditengah-tengah sruputannya. Ia terbatuk sesaat dan untungnya langsung kembali normal napasnya. Raut Aji terlihat bersalah, tak henti-hentinya ia meminta maaf. Apa berita kehamilannya sebegitu hebohnya? Sampai karyawan Fathir juga tahu, jangan-jangan seluruh rekannya di Startex juga tahu? 

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang