79. Berpisah

4.7K 219 19
                                    

18+

Riska tiba di pintu apartemen Fathir dengan dua belanjaan di kedua tangannya. Ia memencet bel beberapa kali sebelum akhirnya seorang pria dengan celana panjang olahraga dan kaus tanpa lengan membukakan pintu di depannya.

"Lama banget sih lu." protes Fathir yang langsung berjalan kembali tanpa memerdulikan ekspresi Riska yang tampak kesusahan menenteng barang belanjaan.

"Japa, bantuin kek!" seru Riska masih di depan pintu.

Fathir menoleh sekilas lalu duduk di ruang tamu. "Siapa juga yang nyuruh belanja banyak kayak gitu."

Dengan susah payah Riska masuk lalu menuju dapur. Menaruh belanjaannya dengan kesal dan mulai memasang celemek.

"Mau masak apa lu?" tanya Fathir seraya menyalakan televisi.

"Terserah gue." jawab Riska gusar, ia masih kesal dengan kelakuan Fathir yang seolah menarik ulur perasaannya.

"Jangan bikin aneh-aneh lu, masak yang bisa dimakan orang aja."

"Eh. Emang lu pernah makan masakan gue? Pake ngatain gitu."
Riska berbalik sembari membanting bahan-bahan masakannya.
"Habis ini lu nggak bisa tanya-tanya lagi, kali ajah gue khilaf ngasih lu racun."

"Gitu ajah marah."

"Gue nggak marah, cuma kesel ajah. Napa lu nggak minta Jeje ajah yang ke sini."

"Dia lagi sibuk."

"Sibuk? Kalo sibuk ngapain ketemuan di kafe."

"Oh. Jadi lu nguntit gue tadi?" Fathir beranjak dari duduknya dan melangkah ke dapur. Riska tak menggubrisnya, ia mulai menjerang air dan mengeluarkan isi belanjaannya.

"Lu sebenernya nggak rela kan kalo pisah sama gue." Suara Fathir yang tepat menyapu telinganya sontak membuatnya berbalik.

"Lu tunggu ajah di sono. Ntar kalo udah mateng gue kasih tau." Riska mendorongnya menjauh.

"Gue pengen liat lu bisa masak apa enggak?" Fathir mendekatinya kembali, kedua tanganya sudah menguncinya dari belakang.

Riska menarik sebuah pisau dari rak piring lalu mulai memotong sayuran, berusaha semaksimal mungkin agar tidak terkecoh meski sapuan napas Fathir kini terasa menggelitik tengkuknya.

"Bikin sup ayam jamur buat makan malam? Lu pikir gue pasien rumah sakit?"

Riska tak tahan dengan ini, keberadaan Fathir dan kata-kata yang terlontar dari mulutnya mungkin terdengar berlawanan namun, efeknya sama saja. Sama-sama berbahayanya. Jadi Riska memutuskan untuk diam dan tak menggubrisnya.

"Kalo masak kayak gini ngapain juga gue suruh lu ke sini."
Fathir terus berucap di belakangnya seakan memancing emosinya agar meledak.

"Nggak bisa masak, bego, suka bikin rusuh, apalagi ya?"

Kali ini kata-kata Fathir berhasil merobohkannya. Riska menghentakkan pisaunya dengan keras di telenan sembari berucap. "Lu masak sendiri aja, gue mau balik."
Ia sudah akan melepas tali celemeknya, tapi tiba-tiba Fathir memeluknya kemudian mencium pipinya sekilas.

Pria itu menyandarkan dahi di bahunya seraya berkata dengan lembut. "Tau nggak gue sering ngata-ngatain lu karena gue sayang banget sama lu."

Riska menarik napas mencoba berpikir apa korelasinya antara kata-kata bego, nggak bisa masak, bikin rusuh dengan kata sayang?

"Lepasin Jap. Gue balik ajah. Lagian tinggal sehari kan. Lu bisa pesen makanan online." Riska berusaha melepas lengan yang melingakri perutnya dengan ketat.

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang