39. Ciuman sekilas

5.1K 221 2
                                    


Riska!" teriaknya menyongsong Riska yang baru saja menutup gerbang.

"Ya Ampun! Gue lupa kalo lu mau nginep sini. Sori ya. Ayo buruan masuk."

"Eh. Bentar! Sejak kapan lu miara singa di kamar?"

"Singa?" Riska menghentikan langkahnya, mengamati Sitha yang beberapa kali menelan ludah. Napasnya terdengar naik turun.

"Apaan sih? Ayok." tiba-tiba Riska jadi teringat Fathir yang masih di kamarnya. Mungkin Sitha melihatnya.

"Sith lu…."

"Eheheh." potong Sitha kembali menarik langkah Riska, menghentikannya. "Ris, gue balik ajah yah. Gak enak ganggu lu."
Sitha memutar kakinya, tapi sebelum ia sempat berjalan jauh Riska menyeretnya kembali.

"Udah, ayo. Ngapain balik? Katanya mau nginep? Dia bentar lagi juga balik."

"Nggak ah. Sumpah gue balik aja." Kali ini Sitha terdengar sungguh-sungguh. Riska jadi sedikit curiga apa Sitha takut kedatangannya yang tiba-tiba akan mempengaruhi kinerjanya di perusahaan.

"Tenang aja, lu nggak bakal dipecat. Gue yang ngomong ntar."

"Kok lu udah kayak bininya aja?" Sitha merendahkan suaranya.

Riska masuk dan mendapati Fathir yang masih berdiri di dekat tempat tidur, ia sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Jap, ngapain masih berdiri di situ. Duduk sono di kasur!" perintah Riska.

Meski dengan enggan Fathir akhirnya duduk.

"Ris, gue balik ajah ya," bisik Sitha yang memegangi ujung baju Riska seakan takut diserang Singa di depan mereka.

"Eh. Awas lu ya kalo mecat Sitha," sembur Riska ke arah Fathir yang kini memicing menumbuk Sitha seperti mangsa lemah tanpa daya.

"Ngapain gue mecat dia."

"Duduk situ di sebelah Japa, Sith"

Tak dinyana justru Sitha mundur dan terlihat memohon ampun. "Maaf Pak saya cuma mampir doang. Saya permisi dulu," pamitnya kemudian.

"Eh. Sapa yang nyuruh lu pergi?" Fathir menyahut dari duduknya. "Di sini ajah sampe jemputan lu dateng."

"Ha? Jemputan?" Sitha terlihat tidak paham dari rautnya.

"Udah di sini ajah, habis ini Japa pergi kok. Nih gue mau obatin dia bentar."
Riska membuka plastikannya dari apotek lalu mencari-cari sesuatu dari kotak obatnya.

"Maaf Pak, saya pulang aja." Sitha mencicit. Dia masih berdiri di dekat pintu.

Riska yang mendengar ini, terasa gatal telinganya. Ia menghentikan sejenak apa yang ia siapkan untuk mengobati Fathir dan beralih mendekatinya. "Lu jangan bikin dia keder dong. Denger ya habis ini lu yang buru-buru balik. Bilang sama engkong besok pagi ajah gue susulin."

Fathir tak menjawab karena sebuah pesan masuk yang sepertinya ia tunggu-tunggu.
"Tuh orangnya udah dateng di luar. Lu sekarang bisa pergi," sahutnya mendongak ke arah Sitha.

"Ha siapa sih Jap?" Riska juga tak paham dengan seseorang yang di maksud Fathir.

"Buruan sana, udah ditungguin tuh di luar."

"Eh. He. I--iya Pak. Saya pamit dulu. Ris? Gue balik dulu yah."

"Loh, Sith gu…."

"Udah, katanya mau ngobatin gue. Tutup pintunya!" perintah Fathir yang kembali ke mode seenak jidatnya.

"Oh, jadi lu sengaja ngusir Sitha  ya? Lu pesenin ojek online kemana dia?" selidik Riska sembari berkacak pinggang.

"Gue suruh Aryo jemput dia."

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang