49. Sang pujaan hati kembali

3.9K 204 9
                                    


🌠

30 menit telah berlalu, Fathir terlihat tidak sabar di tempat duduknya. Berkali-kali ia melihat arloji. "Harusnya udah landing." ia bergumam.

Suka cita, kekesalan dan kerinduan yang ia pendam tanpa pelampiasan selama bertahun-tahun kini tumpah ruah saat sesosok perempuan berjalan menghampirinya dengan menenteng koper besar dan tas tangan. Perempuan itu mengulum senyum.

Fathir terpaku sesaat. Tak bisa menyelamatkan diri antara mimpi dan kenyataan. Ia pun merentangkan kedua lengannya bersiap menerima kembali kepulangan belahan jiwanya yang hilang.

"Zaf. Aku kangen."

"Je...." Hanya itu yang bisa terlontar dari mulutnya.

Fathir melepaskan pelukannya. Menatapnya tak percaya bahwa perempuan yang sudah bertahun-tahun sulit ia temui kini berdiri di depannya.

Dengan senyum merekah, menampakkan gigi putih kecilnya yang tertata rapi, perempuan itu berkata."Kamu pasti marah sama aku kan?"

"Nggak mungkin aku marah sama kamu." Fathir kembali merengkuhnya. Mana mungkin ia bisa marah, mungkin kecewa, tapi semua itu sirna saat Jeje kembali padanya.
Dendam rindu dan pertemuan kemarin yang tak berbalas seketika runtuh hanya dengan sebuah kalimat yang meluncur dari bibir mungilnya.

"Zaf, aku pengen jelasin semua ke kamu. Aku pengen cerita." tuntutnya tak sabar begitu Fathir melepas pelukannya.

Fathir mengangguk. Mau langsung ke apartemen apa cari makan dulu?" tawarnya sembari meraih koper besar Jeje.

"Kita ke kafe Dandelion. Aku pengen ngopi di sana."

"Emang di Paris nggak ada kopi yang enak?"

"Bukannya nggak ada, tapi aku kangen sama suasana kafenya."

"Kencan pertama kita." Fathir meralatnya. Ia genggam jemari Jeje yang mendingin karena sisa penyejuk di dalam pesawat.

"Kamu masih romantis." Jeje tampak menggodanya.

Fathir memasukkan kopernya ke bagasi, membukakan pintu untuknya dan memasangkan sabuk pengaman juga. Lebih dari sekedar mirip sopir pribadi.
Jeje menurunkan kacama mata hitam yang tersemat di kepalanya lalu bersandar di bahu Fathir.

"Tidur ajah dulu, ntar kalo udah nyampe aku bangunin."
Fathir melajukan kendaraannya menyibak kepadatan kota.

"Aku udah tidur hampir seharian di pesawat Zaf. Aku cuma pengen ngulang momen-momen kita. Kayak sekarang." Jeje menoleh sekilas ke arahnya.

"Sebentar lagi kita buat perjalanan baru yang nggak cuma jadi kenangan." Fathir mencium punggung tangannya.

"Zaf. Aku yakin kamu bisa sembuh."

Fathir tak menyahut. Ia melirik sekilas Jeje yang menyandar kembali di bahunya.

Dalam benaknya Fathir merangkai kalimat pembuka apa yang tepat saat mengutarakan pernikahan sementaranya dengan Riska. Fathir tak pernah menduga Jeje akan kembali di saat hari pertama dirinya menyandang status suami perempuan lain. Kabar yang ia terima dari sebuah nomor tak dikenal semalam saat dirinya baru saja merebahkan Riska di tempat tidur membuatnya berulang kali mengitari kamar dengan gugup.
Sangat tiba-tiba dan ia belum siap. Malam itu juga Fathir langsung menuju apartemennya, menyiapkan segala kebutuhan perempuan itu bahkan sedikit mendekor ulang kamarnya-kamar mereka nantinya.

"Hun. Udah sampe." Fathir mengusap bahunya sekilas.

Jeje langsung mengerjap. Ia lihat Fathir yang menyambutnya dengan senyuman.
"Zaf. Maafin aku ya."

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang