50. Ziarah

3.7K 220 9
                                    


•Hai sebelum baca part ini silahkan tengok part 8 sekilas. kalo yang masih inget di mana pertama kali nama Zadokh muncul langsung baca ajah it's ok :)


🌠


Wangi kamboja yang melatis hidung dan aroma terik matahari bercampur debu mengantar 3 orang memasuki area pemakaman. Riska bersama uwa dan abinya melangkah hati-hati melewati nisan-nisan yang saling bertumpuk. Dan di sanalah sepasang suami istri dikuburkan dengan pancang bersisian. Ibu yang belum pernah ia lihat semasa hidupnya dan bapak yang berpulang dengan cara tidak wajar. Riska menyeka airmatanya. Serta merta ia berjongkok, mengusapi nisan kedua orang tuanya.

"Ris, mereka pasti seneng lu sekarang udah kawin, punya keluarga lengkap yang sayang sama lu." uwa mengulurkan tangan, mengusap punggungnya.

"Semoga kami bisa jadi orangtua penggantimu Nik." abi menarik tangan Riska yang masih melekat di nisan.

Riska mendongak lalu berdiri. Ia tak tahu kenapa ada secercah rasa hangat dari kalimat yang dilontarkan abi. "Makasih Bi." ia memeluk abinya.

"Bener kata uwa kamu, sekarang nggak perlu sedih lagi. Kalo ada masalah apapun cerita sama abi, mami. Kita ini keluarga sekarang."

Dalam keheningan sesaat mereka berdoa. Riska menatap pusara ibunya, tulisan yang mengukir nama beserta tanggal itu sejenak mengalihkannya. Nama belakang ibunya yang melekat pada namanya sekarang. Zadokh.

"Bi. Riska mau ke makam yang di kamboja. Abi bisa tunggu di rumah sama uwa."

"Makam siapa lagi?" tanya abi penasaran.

"Moyang." Riska tersenyum asal.

"Lu ngapain kesono? Udah pernah gua bilangin jangan musrik lu."

"Uwa jangan sembarangan ah kalo ngomong."

"Riska ziarah beneran ke…buyut." ada nada aneh ketika Riska mengucapkan 'buyut'

"Emak lu tuh yah udah nggak punya sodara lagi. Yang ada ya keluarga bapak lu tuh di Magelang yang udah ngusir dia, sekarang mana peduli."

"Maaf sebentar Wa, emang bener ibunya Nonik nggak ada keluarga kandung?" abi tampak penasaran.

"Astuti yatim piatu, tapi pengurus yayasan sini tau kalo dulunya dia anak dari keturunan Zadokh yang udah pada nggak ada."

"Maksudnya nggak ada?"

"Zadokh meninggal semua, sisa si Astuti doang, pembantunya dulu yang nitipin ke panti asuhan."

"Nik. Kamu kok nggak pernah cerita soal ini?" tanya abi ke arahnya.

"Yah buat apa? Lagian keluarga ibu juga udah nggak ada semua." jawab Riska lirih. "Tapi sekarang seenggaknya Riska tahu kalau ada makam kakek buyut dari keluarga ibu."

"Nggak usah ke sana. Gua bilang tuh makam kagak jelas dari keluarga Astuti apa bukan, biar pemkot yang ngurusin. Lu fokus ajah ke makam bapak ibu lu. Sekarang pulang ajah, uwa udah masakin banyak buat kalian."

"Mari pak Henry." uwa mempersilahkan abi berjalan lebih dulu.

"Jangan panggil gitu, panggil abi ajah biar sama kayak anak-anak."

"Hehe Iya Pak."

Sementara Riska masih berdiri diam di belakang mereka.

"Riska, buruan!" teriak si uwa membuyarkan lamunannya.

Adam tampak mengobrol dengan seseorang di sebuah warung kopi di dekat makam. Begitu majikan mereka keluar, buru-buru ia menuju mobil dan membukakan pintu.
Di dalam Riska tak banyak bicara. Sesekali mengangguk atau menimpali pembicaraan dengan 'iya' dan 'tidak'

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang