2. Awal kesialan

22.5K 469 8
                                    


Beberapa jam ke depan, ia harus ber siap-siap menemui takdirnya. Masih dalam keadaan mati lampu, Riska akhirnya tertidur. Pagi harinya kalau bukan karena teriakan dan gedoran di pintu kamarnya  mungkin Riska masih mendengkur pulas.

Dor! Dor!

"Riska! Bangun!" teriak sebuah suara yang volumenya hampir menyamai megaphone toa yang di dekatkan ke telinganya.

Masih dengan kostum lengkapnya semalam dan rambut awut-awutan, Riska berjalan menuju pintu sambil menggosok-gosok matanya.

"Haduh! Nggak tau orang lagi tidur apa, ganggu aja!" gerutunya sambil menguap lebar.

Begitu membuka pintu kamar, Riska disambut hadiah kejutan yang langsung membasahi mukanya, padahal jelas-jelas dia yakin bahwa malam sebelum ia tidur tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Riska mengelap wajahnya yang justru membuat lipstik merah darahnya belopatan-tampilan yang bisa discreen shoot saat itu adalah: seorang cewek yang mengenakan pakaian dalam seksi melorot sana-sini, rambut awut-awutan dan muka yang sudah tidak bisa dikenali kewarasannya lagi.

"He, Bangun!" teriaknya kembali di depan muka Riska yang sebagian nyawanya belum kembali, ia pun akhirnya sadar siapa sumber yang membuat mukanya basah.

"Eh lu demen banget ya bikin rusuh di kosan, kemaren-kemaren bawa temen mabok ke sini, sekarang nih tai kucing lu bawa-bawa.." Si Bude menunjuk seongok jackpot sedap yang tercetak rapi di depan pintu kamarnya. "Gue ingetin sekali lagi ya, kalau lu kagak buang jauh-jauh tuh kucing, lu yang gue buang!"

"Tuh kucing dateng-dateng sendiri Bude," sahut Riska santai sambil menguap lebar, dalam hati ia tersenyum. "Mungkin kerjaan si Giring nih," gumamnya.

"Gue nggak mau tau ya, lu bersihin sekarang!" teriaknya membuat rol-rol rambut yang terpasang di atas kepalanya bergoyang-goyang.

"Iya-iya," jawab Riska dengan lesu.

"Buruan!" si Bude mengamati Riska dari atas ke bawah lalu kembali ke kamarnya sambil berdecih. Mungkin ia mulai sadar kenapa bisa menerima makhluk setengah waras kos di tempatnya, lain kali ia akan menetapkan aturan baru.

Riska kembali ke kamar dan menyobek beberapa kertas lalu segera menyapu jackpot pagi itu, ia kemudian menuju pembaringan nyamannya karena merasa masih ada hutang jam tidur yang belum selesai.
Sambil rebahan Riska mengisi daya di ponselnya, tiba-tiba matanya melotot menangkap notice alarm yang terpampang di sana.
7.00!

"Sialan!" Riska mengumpat, tanpa perlu diprediksi Riska sudah dipastikan telat masuk kantor lagi untuk yang kesekian kalinya.

"Aduh!" Riska menepuk jidatnya, ia ingat hari ini ada audit di kantornya. Ia berdoa dalam hati semoga masih ada keberuntungan yang mau menyertainya. Tidak butuh waktu lama Riska langsung cuci muka dan gosok gigi tanpa perlu mandi, ia mengguyur badannya dengan minyak wangi sebagai kamuflase. Secepat kilat memakai baju kantornya dan bermake up seadanya. Riska pun memacu motornya dengan kecepatan penuh.

"Haduh! Kalau sampai telat pagi ini, gue bakal di potong gaji nih, bukan cuma itu, gue bakal dapet surat sakti lagi kayaknya!"

HUWAH!!!😫😫😫😫😫😫😫

Riska berlari-lari kecil menuju lift sambil sesekali melihat arlojinya,
1 menit lagi ia harus sudah menyentuh mesin finger print di kantornya. Apa itu mungkin? sementara kantornya masih 11 lantai lagi.....

Brak!

"Aduh Maaf pak!" Riska membungkuk meminta maaf pada seseorang yang baru saja ia tabrak saat keluar dari lift.

"Lu punya mata nggak sih? jalan meleng aja!"
Orang itu berdecak kesal lalu langsung pergi begitu saja.

"Sialan! Siapa sih tuh orang? kenapa mukanya kayak nggak asing ya."
Riska berusaha mengingat-ingat.

Dunia RiskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang