Fiveteen : Senja

20.9K 2K 24
                                    

Fiveteen : Senja


      "Kamu beneran udah gak papa?"

Arga lagi-lagi bertanya pertanyaan yang sama padaku. Sejak tadi cowok ini benar-benar tidak mau lepas jauh dariku. Bahkan sedetikpun aku lihat matanya awas memperhatikan gerak-gerikku. Aku meringis sedikit saja Arga sudah langsung bangkit ingin segera menggendongku untuk pulang kembali ke hotel. Aku setengah mati menahan supaya tidak berisik saat menahan sakit. Arga bahkan benar-benar tak bisa membiarkanku tenang di hari-hari menstruasiku.

"Ga..," panggilku sudah tak tahan. Melihatnya kini ia masih saja betah menatapku intens macam aku akan hilang saja jika ia berkedip.

"Hm? Kenapa? kamu butuh apa? Masih sakit?" Responnya kembali bangkit berdiri.

Aku mendecak. "Udah dong... mending kamu sana tuh ngumpul bareng temen-temen kamu. Aku udah gak papa," kataku bermaksud mengusirnya.

Tapi bukan Arga namanya jika tidak peka dan keras kepala.

"Nanti kamu sendirian. Kalau kamu butuh sesuatu gimana?" Arga menggeleng tak mau.

"Aku udah gak papa Ga... ini udah beneran gak sakit. Efeknya awal doang kok, sekarang udah bener-bener gak papa," kataku mencoba meyakinkannya. Walau aku masih tak paham kenapa aku harus pula membuatnya percaya padaku. Bisa saja dia langsung kutinggalkan.

"Sampe kamu bisa berdiri sama jalan sendiri, aku baru pergi," katanya dengan nada tak mau dibantah.

Aku mendengus. Kali ini balas menatapnya frustasi sendiri. Kalau begini caranya Arga benar-benar akan menempel padaku terus sampai kami pulang nanti. Aku harus cari cara kabur darinya.

"Yaudah kalau gitu... temenin aku aja ke tepi pantai. Aku mau liat sunset bentar lagi," kataku akhirnya setelah putar otak.

Arga diam lama. Cowok itu tidak langsung menjawabku. Beberapa kali dia sempat melihat keadaan pantai sekitar. Sampai beberapa saat setelah aku mulai jenuh ia baru mengangguk.

"Aku bantuin yah?" Arga mengulurkan tangannya. Bermaksud ingin membantuku.

"Gak usah. Aku udah bisa bangkit duduk dari tadi." Jawabku sambil menggeleng. Tanpa bantuannya aku kini sudah bisa bangkit dari kursi pantai dan berjalan dengan langkah kecil-kecil menuju pantai.

Arga ikut berjalan membuntutiku. Sudah persis layaknya buntut ekor belakang, Arga bergerak kemanapun aku berjalan. Aku berhenti dia juga berhenti. Aku ke kanan, dia ikut berjalan ke kanan. Sikap posesifnya benar-benar terlihat kalau ia sedang begini. Aku juga baru tau dia punya salah satu sikap aneh ini. Aku pikir Arga apatis. Salah satu manusia yang tidak pernah memikirkan perasaan orang lain.

"Dinanti," suara berat Arga memanggilku.

Aku berbalik, tak sadar Arga tau-tau sudah mengacungkan kamera hitamnya mengarah padaku. Cowok berwajah blasteran itu tersenyum. Kedua sudut bibirnya tertarik keatas melihat hasil jepretannya yang diambil beberapa detik yang lalu.

"Kamu kelihatan seperti mau pingsan," komentar Arga tersenyum geli.

Aku mendengus. "Kata siapa kamu boleh foto-foto aku? Hapus! Kamu foto aku tanpa izin. Aku bisa nuntut kamu loh Ga!" Ancamku galak.

Dia malah tertawa. Arga kemudian menggeleng kecil. "Aku foto kamukan di depan mata kamu Dinanti, kamu lihat aku foto. Jadi bukan tanpa izin," jawabnya enteng.

Aku melotot. Sudah ingin kembali bersiap mengomel sampai Arga tiba-tiba malah berjalan menyelong mendahuluiku.

"Heh Arga!!! Hapus gak! Argaaaa fotoku dihapuuusss!" Aku mengomel, entah dari mana datangnya mendadak aku jadi punya tenaga kuat untuk berlari mengejar cowok itu, jelas sekali untuk memukulinya.

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Where stories live. Discover now