Thirty Two : Perasaan Rindu

16.8K 1.8K 35
                                    

Thirty Two : Perasaan Rindu





     Kami baru sampai di depan rumah dari alamat yang Mbak Luna berikan pukul setengah 9 malam. Melalui jalan menanjak, berkelok, juga suhu dingin Lembang kota Bandung ini nyatanya membuat hilang kantuk dari mataku saat udara dingin menerpa wajah.

Aku menatap bangunan rumah luas dengan dominasi material kayu itu dengan rasa bercampur aduk. Nyatanya biarpun lampu taman sudah menyala menghiasi taman hijau penuh bunga itu, rumah terlihat masih gelap, terasa tidak ada tanda-tanda kehidupan disana.


"Sya..."

Kepalaku menoleh, melihat Kak Gyuma baru saja selesai memarkirkan mobilnya. Kak Gyuma tersenyum penuh arti.

"Gue nyusul nanti, lo masuk duluan aja." Kak Gyuma menggerakan dagunya, menunjuk pada sebuah mobil jeep putih yang terparkir dihalaman.

Mataku melebar, tanpa sadar kakiku sudah berlari kencang memasuki rumah.

"Gaaaa!!! Argaaaa buka pintunya!" Aku mengetuk keras pada pintu yang terkunci.

"Gaaa plis ini gue Dinanti!!" Teriakku bergetar, mengintip lewat jendela rumah yang terlihat gelap tanpa lampu yang menyala.

Aku semakin panik, khawatir setengah mati karena perkataan Mbak Luna yang terngiang di kepalaku mengenai kejadian Arga setengah tahun silam.

"Gaaaaa!!" Aku mengetuk lebih keras. Kali ini kak Gyuma bergerak ikut membantu mengetuk karena tak ada jawaban.

"Coba kamu lihat pintu belakang."

Kakiku bergerak begitu mendengar perintah dari Kak Gyuma.

Aku berlari menuju taman bagian samping, detak jantungku kian berderu cepat, biar udara dingin malam puncak berhembus rasanya belum juga cukup mengapus keringatku. Jariku mengepal kuat, tak henti-hentinya berdoa agar semua akan baik-baik saja.

Tepat saat mataku mencari letak pintu belakang berada, bola mataku lebih dulu menemukan sesosok jangkung familiar berjalan dari arah pagar taman luar belakang membawa beberapa potongan buah kayu ditangannya.

Langkah kakiku mendadak berhenti, entah mengapa detik waktu seolah rasanya hampir tak bergerak. Sesak berat yang sebelumnya kurasa kini tertebas hilang begitu cepat melihat sesosok tegap itu balas menatapku dengan tatapan tak percaya.

Kedua bahuku luruh, seluruh tubuhku rasanya luluh lantah. Dan detik selanjutnya aku justru menangis kencang, menumpahkan segala rasa yang kutahan sejak tadi melihat sosok Arga disana yang termatung berdiri menatapku lurus.

Aku tidak peduli lagi bagaimana rupaku saat aku menangis dihadapannya. Aku juga tidak mengerti mengapa air mataku terjatuh begitu deras diiringi suara angin malam yang membawa tangisku terdengar dari segala arah.

Yang kupikirkan diotaku sekarang hanyalah Arga. Hanya Arga seorang.

Aku bersyukur dapat melihatnya masih bisa berdiri dengan tegap sekarang. Bagaimana cara lelaki itu menjatuhkan potongan-potongan kayu ditangannya kemudian berjalan perlahan ke arahku.

Bagaimana tatapan bersalahnya saat melihatku menangis. Juga bagaimana jari tangannya yang mencengkram pergelangan tanganku erat tanpa kata.

Aku terisak, melangkah maju memukul dadanya berkali-kali.


"Kamu gak tahu kan gimana khawatirnya aku! Kamu gak tahu kan kalau aku gak nemuin disini aku harus gimana! Kamu gak tau kan apa yang bakal aku lakuin kalau ngelihat kamu tiba-tiba aja tergeletak dilantai! Kamu gak tau kan gimana aku janji sama diri aku kalau kamu beneran udah gak ada aku bakal jadi perawan tua sampai mati!!" Marahku menumpahkan segalanya.

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Where stories live. Discover now