Epilog : The Wedding

29.7K 1.6K 29
                                    

Epilog : The Wedding




       Papah Arga tidak setuju saat mendengar berita bahwa pernikahanku dengan Arga akan dilaksanakan di gedung hotel keluarga kami. Apalagi Nyonya Mentari juga menginginkan bahwa pernikahan putra pertamanya diadakan dengan meriah dengan banyaknya tamu undangan. Ini adalah kabar gembira yang patut untuk disuka citakan.

Namun aku dan Arga memang nampaknya setuju dengan pernyataan bahwa pernikahan adalah bagian daripada perjalanan cerita yang hanya kami ingin bagikan pada orang terdekat sekaligus kami sayangi.

Maka dari itu, saat aku dan Arga memberikan konsep pernikahan yang kami inginkan. Pernikahan tertutup dengan tamu undangan hanya diisi dengan kerabat dekat serta sahabat kami. Tak hanya keluarga Arga, Nyonya Anita dan Pak Adimas masih dalam keadaan berat mempertimbangkan hal ini. Katanya, pernikahan pertama anaknya ingin dibagikan dengan penuh perayaan besar. Karena mengharap pada Kak Adnan yang sama sekali tidak terlihat tertarik pada wanita juga pernikahan adalah sesuatu yang hampir sia-sia. Rasa-rasanya kedua orangtuaku sudah menyerah pada putra tunggalnya.


"Lo yakin cuma kirim 150 undangan?" Miya bertanya dengan alis berkerut seakan ikut tak menyetujui ideku dengan Arga soal tamu undangan pernikahan kami ini.

Kak Irene, Kak Gyuma juga Kak Adnan yang mendengar omelan sepupuku itu hanya mengulum bibir menahan senyum sudah selesai bertanya padaku beberapa menit lalu. Bahkan aku sudah lelah jika harus menjelaskan ulang dari awal lagi.

"Pesangon nikahan lo berdua dikit dong Sya, ini tuh kesempatan emas! astaga buat apa kalian berdua punya bokap nyokap yang temannya dewan, mentri, pengusaha sampai punya kolega orang luar kalau ujung-ujungnya pake undangan limited haduh otak gue gak nyampe pliss!" Miya memegangi kepalanya dengan drama.

Itu baru pertanyaan padaku. Arga bahkan tak habisnya menggerutu kalau saja Hari adiknya juga Kak Luna sudah ikut campur tangan mengatakan akan mengurus soal mahar, cathering, sampai baju pernikahan yang dibiayai oleh keluarganya.

Mendekati hari pernikahan, semua terasa semakin cepat dan sibuk. Aku dengan segala macam kerempongan acara pernikahan juga pekerjaan. Juga Arga yang semakin sibuk mengurusi projeknya dengan salah satu agensi sekaligus penerbit besar setelah akhirnya benar-benar pensiun dari pekerjaan sebagai seorang pilot sebelumnya.

Arga bilang berpamitan pada langit memang berat. Tapi membayangkan akan berkerja dengan sesuatu yang lebih amat dicintainya, hatinya berdebar setiap kali ia memikirkan itu.

Sejak kedatangan Hari, aku merasakan perubahan besar pada keluarga Arga. Hari nyatanya menjadi bagian seksi paling sibuk dalam bagan pembagian tugas dalam struktur keluarga besar Nuswan, sepertinya memang nasib menjadi adik bungsu dalam keluarga.

Hari seakan terlihat dimana-mana, sosoknya berkali-kali mencuri perhatian orang-orang setelah menjadi burung dara pemberi pesan sekaligus delivery man yang mewakilkan keluarga Nuswan dalam urusan ini.

Tidak hanya dari sisi sepupuku lewat papah. Sepupu dari sisi mamahku pun banyak bertanya padaku mengenai Hari. Si laki-laki berwajah tampan kalem nan pendiam sekaligus anak bungsu dari keluarga Nuswan yang terlihat tak neko-neko itu.

Genetika dari Papah Galih, semua anaknya memang selalu kelihatan berkelas. Berbeda dengan papah Adimas. Sepertinya darah ibuku lebih melekat dalam diriku. Si Ceisya yang pandai berteriak dan meledak-ledak.

Jadi hari itu, setelah pertemuan terakhirku dengan Hari setelah pembahasan pernikahan Arga dengan ku. Aku dan seluruh ikatan sepupu perempuanku dari sisi papah maupun mamah sepakat untuk bertanya status kehidupan asmara laki-laki pendiam ini. Tak lain dan tak bukan diwakilkan oleh diriku yang katanya akan menjabat sebagai calon kakak iparnya.

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Where stories live. Discover now