Fourty Three : Big Gift

15.8K 1.4K 11
                                    

Fourty Three : Big Gift

02.38 am.

Arga : I'll be there on monday. With the black suit. Just like a prince on your graduation day.

Arga: I'll see u soon. Miss you!!

05.00 am.

Ceisya : Gak usah pake yang macem-macem deh Ga. Yang mau graduation aku bukan kamu

Ceisya : Fyi, Pak Adimas datang. Prepare yourself! But btw.......................... i miss you too.


**





    Finally....


Tak terasa akhirnya waktu yang paling kutunggu-tunggu akhirnya tiba. Hari dimana aku memakai toga dan setelan kebaya sambil berteriak menyerukkan suka cita setelah menyelesaikan seluruh studi ku dengan keringat darah dan air mata selama hampir 4 tahun penuh.

Lulus menjadi sarjana kedokteran adalah salah satu cita-citaku sejak dulu. Ada banyak alasan mengapa aku ingin menjadi seorang dokter. Tapi yang paling melekat hingga detik ini adalah karena aku jatuh cinta dengan setelah jas putih yang selalu tampak menawan itu.

Ini memang bukan akhirnya, aku tau jalanku masih teramat panjang. Tapi bisa berjalan dan tersenyum bangga saat menaiki panggung saat pemindahan kucir dan mendengar namaku di sebut. Bagiku ini merupakan pencapaian yang luar biasa.

Hari ini rasanya hampir sempurna. Tertawa bersama para teman-teman angkatanku. Berfoto, saling menyapa orangtua satu sama lain, hingga mendapat banyak buket bunga. Miya bahkan sampai menangis hari ini.

Papah dan Mamah bahkan meluangkan sehari penuh untukku. Bang Adnan yang semalam masih berada di Singapura sampai ikut rela mengambil tiket keberangkatan paling awal dan terbang ke Jakarta langsung menemuiku.

Semua benar-benar hampir sempurna.

Sampai sosok laki-laki dengan kemeja biru pekat, datang membawa buket bunga dengan pesan yang membuatku patah hati.

Hari disana, tersenyum sambil memberikan buket bunga paling cantik dengan warna favoriteku. Menyapa papah dan mamah hingga Kak Adnan dengan sopan dan lembut.

"Kamu kok tau hari ini aku wisuda Ri?" Tanyaku pada Hari saat pemuda itu memberika buket bunga indah padaku.

Hari tersenyum tipis. Senyum penuh arti yang membuatku mengulum bibir ragu. "Papah drop lagi Kak... sepertinya harus masuk lagi ke ICU. Aku disini karena mau mewakilkan Kak Arga karena dia gak bisa nepatin janjinya untuk pulang ke Indonesia." Katanya membuat kedua bahuku tanpa sadar melembas turun. Kecewa begitu saja.

Kak Adnan maju mengusap bahuku lembut. Begitu juga dengan Mamah yang menggandeng tanganku tersenyum mencoba menghibur.

"Operasinya gimana Ri? Tari ikut menemani ke Korea?" Tanya Papahku yang berdiri disisi Mamah sejak tadi mendengarkan. Papah sudah tau masalah Arga setelah Mamah memberitahukan semua ceritaku pada Papah.

Hari mengangguk. "Mamah ikut bersama Kak Hari yang menemani Papah selama pengobatan di Korea Om. Syukur alhamdullilah operasinya berjalan dengan lancar. Hanya saja kondisinya memang belum bisa dipastikan. Masih menunggu adanya perkembangan." Kata Hari membuat desahan lega dimulutku keluar begitu saja.

"Luna? Luna sendiri gimana Ri? Luna gak ikut Arga ke Korea?" Tanya Kak Adnan disisiku.

"Aku dan kak Luna ada urusan di sini. Beberapa harus diselesaikan oleh kami untuk mewakili Papah yang tidak bisa hadir selama Papah menjalani pengobatan di Korea." Jawab Hari sesuai dengan penjelasan yang Arga sempat berikan beberapa hari lalu sebelum dia berangkat ke Korea saat berpamitan padaku.

"Kalau ada sesuatu yang bisa tante bantu, kasih tau tante saja ya Hari. Jangan sungkan." Kata Mamah menepuk bahu Hari lembut.

Hari hanya tersenyum mengangguk. Pemuda itu kemudian menoleh padaku. "Kak Dinanti, boleh bicara berdua sebentar?" Hari meminta izin.

Aku yang mendengar permintaan itu mengangkat alis tinggi. Mengangguk ragu sama sekali tak memiliki firasat apapun tentang satu ini.

Hari menggiringku menuju tempat yang lebih sepi. Menuju pohon rindang sambil berteduh dibawahnya.

"Ada apa Ri?" Tanyaku sedikit cemas. Memperlihatkan kerut di wajah yang membuat Hari justru tersenyum.

"Gak papa kok Kak Dinanti. Aku cuma mau nyampein pesan dari Kak Arga." Kata Hari menenangkan.

"Pesan?"

Hari mengangguk. "Kak Arga bilang sebelum dia berangkat, Kak Arga udah lebih dulu nyiapin hadiah untuk kelulusan Kak Dinanti. Juga kado ulang tahun." Kata Hari membuatku mengangkat alis tinggi. Terkejut karena Arga dapat mengingat tanggal ulang tahunku yang bertepatan dengan hari kelulusanku. Bahkan aku sendiri saja tidak ingat kalau saja Kak Adnan tidak mengucapkan selamat akan hari kelahiranku pagi tadi.

Hari merogoh sesuatu dari sakunya. Menyodorkanku sebuah kotak dengan pita berwarna pink diatasnya.

"Ini dari Arga?" Aku menerima kotak kecil itu.

Hari tertawa. "Bukan. Yang ini dariku. Selamat ulang tahun, terima kasih sudah jaga Kak Arga. Aku harap Kak Dinanti gak cape berurusan dengan orang aneh itu." Hari tersenyum.

"Ini namanya doa buat Arga dong. Buat doa ku mana?" Aku menatapnya protes.

"Doa untuk Kak Dinanti aku kasih saat Arga ulang tahun. Jadi selama itu kalian masih harus tetep bersama." Kata Hari membuatku memicingkan mata menatapnya sebal. Hari tersenyum tipis. "Aku mohon jangan tinggalin Arga. Dia benar-benar bisa gila kalau Kak Dinanti pergi." Lanjutnya membuatku mulutku langsung terkatup diam. Bisa merasakan keseriusan nada bicaranya saat kalimat dari mulut Hari terucap.

"Sebenarnya ada banyak hal yang masih ingin aku bicarakan dengan Kak Dinanti." Hari tersenyum. Kali ini wajahnya entah kenapa berubah menjadi berseri-seri. "Tapi saya sudah ada janji hari ini."

Aku mengernyit. "Kamu udah mau langsung pergi? Sekarang?" Tanyaku baru tersadar saat melihat setelah kemeja Hari yang terlihat terlalu formal.

Hari mengangguk. "Aku ada penerbangan ke Jogjakarta setengah jam lagi." Jawab Hari tersenyum. Senyum lebar pertamanya yang kulihat semenjak mengenal pemuda itu.

Hari menepuk bahuku pelan. "Kak Arga bilang, Kak Dinanti tau password apartemennya bukan? Hadiahnya ada di atas meja sebelah sofa ruang tengah. Jangan lupa tutup kembali pintunya." Pesan Hari tersenyum lantas pamit berjalan meninggalkanku lebih dulu.

Aku mengangguk. Melambai kecil saat Hari pergi menjauh sekaligus berpamitan dengan Mamah dan Papah.

"Soooo......" Miya entah sejak kapan tiba-tiba sudah berdiri disebelahku. "Itu adik Arga bukan?" Tanya Miya dengan senyum tertahankan.

Aku mengernyit. "Hm. Kenapa lo? Senyam senyum kaya orang mesum."

Miya menginjak kakiku keras. "Mulut kurang hajar lo kenapa on-nya kalau lagi sama gue doang sih Sya."

"Lu gak bener kali. Mulut gue nih pinter punya mata. Bisa nilai orang."

"Sialan lo." Kata Miya sebal. Kali ini tanganya menunjuk pada kotak kecil ditanganku yang sebelumnya diberikan oleh Hari. "Terus ini apa? Lo jangan kakaknya dikasih harapan tapi adeknya diembat juga dong Sya."

"EMANG GUE ELO." Aku maju menepuk dahi Miya keras. "Udah siap-siap. Kalau gigi lo dah kering senyum puas di poto langsung balik. Pulang sama gue berdua." Ucapku langsung meninggalkannya pergi. Tak lagi menghiraukan Miya yang berteriak mencak-mencak mengomel jengkel padaku.



**






a/n:




Guys ini aku jadiin dua part lagi yah! Sengaja biar gak merusak momen bab selanjutnya. Ciiieeeeee.....





Tolong beri banyak cinta untuk mereka juga!! See yaaa...

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang