Fourty Three : Big Gift ( Part 2 )

16K 1.7K 27
                                    

Fourty Three : Big Gift ( Part 2 )





      "Lo mau mampir ke apartement Arga?"

Miya menatapku bingung. Sepupuku satu itu masih dengan baju kebaya dan sepatu tinggi high healsnya berkacak pinggang saat melihatku mengganti sepatu yang sama kali ini dengan sendal selop.

Aku melempar asal sepatu tinggi putih penuh glitter itu ke dalam mobil. "Yup. Lo temenin gue yah, gue males pulangnya sendirian kalau harus nyetir mobil." Kataku jujur. Tapi jelas membuat Miya menyumpah sebal.

"Selama perjalanan kisah cinta lo kayaknya gue jadi peran pendukung yang suka lewat gitu ya Sya. Lo tau kan peran pendukung ftv yang kalau ada dia seru, gak ada dia juga peran pendukung tetep jadian." Kata Miya sudah meracau sendiri.

Aku mendengus kecil. Tak habis-habisnya melihat pemandangan sepupuku ini yang sudah seperti kereta kentut kalau sedang berbicara. Miya dan suara Ariana Grande-nya. Mereka jelas sama-sama memiliki suara mematikan. Di dua arti yang berbeda.

"Jadi lo mau nemenin gue atau enggak. Kalau gak gue pinjem bawa mobil. Lo sama Kak Adnan baliknya nebeng." Ucapku meraih kunci mobil. Membuka pintu langsung masuk ke bagian kursi kemudi.

Miya mendecak. "Iya iya Bu Nuswan nih gue masuk. Lagian lo banyak berutang cerita sama gue." Kata Miya dengan gaya sewotnya. Masuk ke dalam mobil duduk disamping sisiku sambil melipat kedua tangan.

Aku tersenyum kecil. Kali ini langsung menarik gas keluar dari parkiran mobil kampus menuju jalan raya.

"Sya..." Miya menoleh, sorot matanya kelihatan ragu-ragu saat ia mencoba bertanya. Aku mengenal betul sepupuku itu sejak kecil. Aku tau ada yang menganggu pikirannya sejak pagi tadi.

"Gak jadi deh." Lanjut Miya tiba-tiba malah menarik diri.

Aku mendelik. "Paan dah... tumben mau nanya tapi pake tau diri. Biasanya juga langsung ceplas-ceplos kaya orang sembelit." Ucapku jujur tanpa ada yang ditutup-tutupi.

Miya melengos. "Gue takut ini topik sensitive. Lo tuh coba mendukung situasi yah nanyanya lebih peka."

Aku mendelik. "Kan lu yang mau tanya kenapa gue yang harus peka."

Miya mengusap dadanya seakan harus bersabar menghadapiku. Padahal aku yang harusnya melakukan adegan itu tiap kali medengar mulutnya terbuka.

"Apa sih emang? Kenapa? Lo mau tanya Arga lagi?" Tanyaku mengalah mencoba memancingnya.

Miya mendesah pelan. "Bukan." Katanya malah cemberut.

"Lah terus?" Aku mengeryitkan alis bingung. Menatap jalanan yang sepi kali ini menginjak gas lebih dalam mempercepat laju mobil.

Miya menoleh padaku, kali ini menyentuh sebuah kain yang menutupi kepalaku. "Ini. Lo udah yakin mau pake ini? Kok tiba-tiba banget?" Tanyanya mendadak jadi anak anjing kecil yang menciut.

Tak tahan melihatnya begitu, aku justru meledakkan tawa.

"Loh? Kok malah ketawa?!" Tanya Miya memberenggut.

Aku meliriknya. "Ya gimana liat muka lo kaya nahan mules cuma buat nanya kenapa gue tiba-tiba pake hijab?"

Miya mendecak. "Ya abisnya tuh... tiba-tiba aja mendadak lo dateng ke wisudaan pake kebaya sama hijab. Gak ada pengumuman atau kasih tau gue dulu. Cantik lagi! Gue tuh jadi merasa terasingkan." Kata Miya mengeluarkan semua unek-uneknya. "Apalagi banyak yang bilang pangling cakep banget gitu kan. Bukannya lo pernah bilang ke gue mau pake hijabnya nanti aja?"

"Jadi gue gak boleh pake sekarang?"

Miya mendecak. "Bukan gitu... kenapa gak nunggu barengan aja sih?"

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Where stories live. Discover now