Thirty Seven : Camer (part 2)

16.9K 1.6K 28
                                    

Thirty Seven : Camer (part 2)






       Aku meneguk ludah getir, berkali-kali mencoba menyibukkan diri melakukan segala hal-hal kecil demi menghindar dari tatapan mata Mamah Arga yang terang-terangan menatapku.

Dari mulai memasukan dessert ke kulkas, mencuci peralatan yang ku gunakan, mencuci tangan, sampai pura-pura berjongkok mengambil serbet yang jatuh ke lantai. Percayalah semua sudah kulakukan. Namun Mamah Arga sepertinya belum juga puas menatapku. Hal ini benar-benar mengingatkanku pada Nyonya Anita kalau sedang menemukan sosok idaman yang masuk ke dalam kriteria calon mantunya.


"Mah... Dinanti bukan foto jangan dilihatin terus." Tegur Arga akhirnya saat melihatku yang sudah mati gaya duduk bersebrangan dengan Mamahnya. "Lagian Dinanti-nya gak bakalan pergi. Sampe nanti sore mamah masih bisa puas lihat Dinanti." Lanjut Arga membuat wanita dengan senyum manis dihadapanku ini akhirnya tertawa.

Mamah Arga menoleh padaku. Wanita itu kemudian tersenyum hingga menunjukan dua lesung pipi dalamnya. "Cantik banget Ga. Mau dilihat darimanapun cantik. Nak Dinanti kok mau sih sama anak tante?" Tanya Mamah Arga membuat Arga yang menyiapkan piring untuk makan siang kami mencibir.

Aku tersenyum malu-malu. "Gak tau tante. Kalau gak pelet Arga manjur kayaknya emang nasib saya seneng sama anak tante." Jawabku membuat mamah Arga tertawa.

Arga melemparkan lirikan tajam. Laki-laki itu menaruh satu piring pasta dengan saus kemerahan dihadapanku dengan penuh tekanan. Arga memangku satu tangannya di meja dengan tangan satu lainnya berkacak pinggang.

"What did you say?" Tanya Arga menangkat sebelah alisnya mentapku. Apron kuning bunga-bunga milik sang mamahnya itu masih melekat di kenakannya. Kontras dengan ekpresinya sinisnya.

Aku melipat dua tangan didepan dada. "Kalau gak pelet kamu manjur, berarti emang udah nasibku suka sama Argadinata Nuswan." Aku berkata tanpa ragu.

Arga mengulum bibir. Laki-laki itu entah kenapa malah menahan senyum yang hampir tersungging.

Arga berdehem kecil. "Mamah dengerkan mah. Katanya dia suka sama aku." Kata Arga membuatku mendelik.

"Kamu gak denger dua kemungkinan? Bisa jadi kamu pelet aku!" Ucapku tak terima.

Arga manggut-manggut. "Hm... karena aku gak merasa pakai pelet berarti takdir kita emang saling suka." Katanya dengan santai.

Aku mencibir. Tak sadar wanita yang duduk dihadapanku sudah tertawa dengan dua lesung dalam dipipinya.

"Maaf ya tante... tapi anaknya emang suka nyebelin," aku meringis kecil pada Mamah Arga.

"Nyebelin tapi ngangenin kan Nan?" Sahut Arga mendekat langsung duduk di kursi makan sebelahku.

"Kamu kayaknya udah harus ke psikolog deh Ga. Halu kamu udah kebangetan."

"Gak papa kalau halu-in nya kamu."

Aku melotot. Meraih sendok diatas meja kemudian reflek memukul bahunya keras.

Arga meringis. Tapi suara Mamah Arga membuatku kembali tersadar dengan keadaan. Aku merapatkan kaki, kembali duduk dengan sikap manis sempurna sampai reflek menunduk kecil.

"Tante seneng lihat rumahnya jadi ramai gini ada nak Dinanti." Mamah Arga tersenyum. "Sering-sering main ya Dinanti. Ajarin tante bikin dessert juga, biar Arga juga jadi suka sama tante." Lanjutnya membuatku tanpa sadar balas tersenyum, melirik Arga yang sedang menatap sang mamah dengan tatapan tak terbaca.

Arga meraih tangan mamahnya, laki-laki itu kemudian mengusap punggung tangan beliau dengan senyum kaku. "Mamah tanpa ngelakuin apa-apa Arga udah suka. Mamah cukup bahagia aja, biar Arga, Kak Luna dan Hari juga ikutan bahagia. Oke?" Arga berkata dengan intonasi suaranya yang paling lembut. Intonasi suara yang sering aku dengar saat pria ini berbicara denganku.

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Where stories live. Discover now