Nine : Mistake

22.4K 2.3K 21
                                    

Nine : Mistake



       Sepertinya, angin memang selalu tidak pernah bersahabat bagiku. Apalagi yang berhubungan dengan acara-acara malam. Menginjak pukul enam saat langit mulai semakin gelap aku mendadak jadi mual. Kepalaku pusing ditambah dengan wangi parfum serta bau minuman dimana-mana. Penyakit kampungku mulai kambuh.

Aku masuk angin.

Evelyn memang sengaja menyediakan beberapa minuman 'yang tak boleh kusentuh' karena kebanyakan temannya berasal dari luar. Aku datang pun karena kebetulan sedang berlibur di Bali.

Dan bicara perkara soal wewangian dan angin malam. Dari dulu aku memang paling sensitive dengan keduanya. Itu kenapa aku tidak seperti para gadis lainnya. Punya minimal satu parfum didalam tas kecilnya. Aku lebih senang memakai handcream atau body lotion. Dengan syarat hanya satu wewangian sejak dulu, hanya bunga chamomile.

Aku juga lebih suka memilih berdiam diri di kamar hotel sambil menyelimuti seluruh tubuh dengan hangat. Atau jika memang terpaksa pergi keluar pasti membawa jaket untuk berjaga-jaga. Dan hari ini aku lupa.

Apalagi paket complete-nya dress yang kukenakkan sekarang bergaya off shoulder, mengekspos kedua bahuku tanpa diminta begitu saja. Walau gaun yang ku kenakkan menjuntai sepanjang mata kaki, namun ini semua masih terbilang ketat. Juga dingin.

"Kamu gak kedinginan Dinanti?"

Mataku mengerjap tersadar dari lamunanku, tapi begitu menoleh dan mendengar suara berat familiar itu. Aku jadi kembali membuang muka. Memasang wajah dengan bertulisan 'tak mau diganggu' secara kasat mata.

Tapi sepertinya Arga memang bukanlah orang yang peka atau mengerti tentang hal seperti ini.

Aku melirik para teman-teman gengnya yang kini sedang berbaur dengar para tamu lain. Termasuk Arga sejak tadi sangat sibuk disapa oleh orang-orang.

Secara, seorang Arga memang famous dikalangan manapun.

Apalagi dikalangan para gadis-gadis.

"Ngapain kesini? Jangan, jangan duduk dekat-dekat gue. Lo sama temen lo aja disana," peringatku begitu Arga baru saja ingin mengambil tempat duduk disebelah kananku.

Arga mengerutkan keningnya. Melirik kesekitar lalu berdehem saat menemukan Evelyn sedang mengobrol bersama teman-temannya tak jauh dari kami. "Hei Evelyn!" Arga tiba-tiba berteriak memanggil. Membuatku terkejut apalagi saat perhatian mereka jadi tertuju pada kami.

"Can i sit down on here? Karena setahu gue semua properti pesta ini masih milik lo," Arga meminta izin.

Jelas maksud tujuannya adalah menyindirku. Tanpa langsung cowok itu seperti mengatakan 'ini tempat bukan punya lo jadi i don't need your permission'. Kurang lebih seperti itu.

Arga memang selalu punya cara untuk jadi kurang hajar dan belagak pintar didepanku.

Evelyn dengan puasnya tertawa. "Do whatever you want Ga. This place belong to everyone. Especially for two of my best friends," jawabnya membuatku jelas mendelik.

Sejak kapan aku jadi best friendnya? Sudah tidak ada ikatan itu lagi ya semenjak dia mengangguk menjadi tim sukses si cowok ini.

Arga tersenyum sambil mengangguk sekilas. Ia kemudian menoleh padaku. "See? Evelyn bilang aku boleh duduk dimanapun yang aku mau." Katanya kemudian mendudukkan diri disebelahku.

Aku balas tersenyum. "Fine. Aku yang pergi!" Aku beranjak bangkit berdiri. Berniat pergi meninggalkannya, namun baru saja ingin melangkahkan kaki suara Arga kembali menahan diriku. Mengucapkan sebuah kalimat yang tak pernah terpikirkan akan terucap dari mulut laki-laki itu.

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Where stories live. Discover now