Thirty Four : Lamaran Arga

20.1K 1.9K 38
                                    

Thirty Four : Lamaran Arga





      Semalam aku tidur pukul 2 pagi. Aku masih mengingat jelas bahwa Arga benar-benar menemaniku tertidur di sofa hingga aku terjatuh pulas.

Jam 3 dini hari aku sempat terbangun saat melihat Arga duduk di atas sajadah sendirian malam itu. Tapi aku hanya mengingat samar, aku sepertinya benar-benar lelah sampai baru saja terbangun pukul 8 pagi. Itu pula karena mendengar suara tangisan histeris seorang perempuan.


Benar, bisa ditebak.


Pagi ini Mbak Luna benar-benar menyusul Arga ke Bandung sendirian.




"Ya ampun Syaaa... kenapa mata kamu sembab sama ada kantung matanya? Arga ngapain kamu?" Omelnya pagi itu sambil bolak-balik ke dapur menyiapkan makanan sarapan untuk kami.

Aku merapatkan bibir saja. Melirik Arga yang duduk di ruang tengah masih dengan ekspresi wajah yang sama saat menemukan Mbak Luna tiba-tiba datang menyusulnya.



"Mbak udahan ah duduk dulu baru datang masa langsung sibuk sendiri, biar Ceisya aja yang siapin sarapan." Kataku mencoba menahan Mbak Luna yang justru menggeleng tak mau.

"Gaaa... ambilin tas Mbak dulu dong di mobil. Berdua deh sama Gyuma sekalian gotongan bawa kardus di bagasi belakang." Kata Mbak Luna lagi-lagi sibuk sendiri.

Arga yang masih diam merenggut memperhatikan Mbak Luna seakan protes mau tak mau hanya diam, walau tak lama berdiri patuh tak banyak bicara langsung disusul Kak Gyuma yang baru saja kembali dari jogging paginya langsung ditarik oleh Arga.

Mbak Luna menghembuskan nafas pelan. Wanita yang hari ini mengenakan hijab hijau muda pastel itu menoleh lalu tersenyum padaku. Berjalan menghampiriku kemudian menarikku dalam pelukannya tiba-tiba.

Aku tertegun, ikut membalas pelukan Mbak Luna disana sambil mengusap punggungnya lembut merasakan helaan nafasnya yang begitu lega, sama sepertiku saat kemarin malam setelah melihat wajah Arga yang terlihat baik-baik saja. Mbak Luna pasti merasakan hal yang sama.


"Aku lega Sya liat wajah merenggutnya." Kata Mbak Luna disela-sela pelukan kami membuatku tertawa pelan.

"Aku juga Mbak..." jawabku jujur. Biar bagaimanapun aku merasa lebih tenang saat melihat Mbak Luna disini ikut mengunjungi Arga.

"Mamah baru bisa istirahat saat Gyuma ngehubungin aku kalau Arga benar-benar sehat tinggal disini. Bahkan tidur pulas saat dengar Arga mau makan sama kalian. Untungnya hari ini bude ku datang jadi ada yang jaga mamah di rumah." Kata Mbak Luna semakin mendenguskan nafasnya lega. Seakan membuang semua kekhawatirannya yang dipendam setelah jauh-jauh hari.

Kami melepaskan pelukan satu sama lain. Mbak Luna kemudian menggenggam tanganku erat.

"Mbak Luna untungnya ingat Arga bisa disini." Ucapku ikut lega.

Mbak Luna tersenyum. "Aku juga baru ingat hari lusa lalu Sya. Saat bulan lalu Arga cerita kalau ternyata diam-diam dia yang beli rumah Villa Oma di Bandung. Itupun benar-benar sembunyi dengan atas nama orang lain."

Aku mengernyit. "Atas nama orang lain?"

Mbak Luna tertawa. Wanita itu malah mengusap puncak rambutku lembut. "Sekarang aku benar-benar tau siapa orangnya. Bukan cuma alasan dia doang untuk ngaku-ngaku." Katanya membuatku semakin bingung.

"Mbaaak... ini kardusnya mau ditaruh dimana? Aku taruh atas tong sampah aja boleh?" Suara Arga dari luar membuatku melengos kecil. Dari nada suaranya aku tau laki-laki itu sedang jengkel. Apalagi biarpun bicara dengan Kakaknya sendiri kalimat Arga memang selalu menyebalkan.

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Where stories live. Discover now