Thirty Eight : Sosok Galih Nuswan

15.2K 1.5K 8
                                    

Thirty Eight : Sosok Galih Nuswan





      Lewat tengah malam aku masih tak dapat tidur. Seharian setelah aku bersama Arga dan bertemu dengan Tante Tari, otakku dipenuhi banyak pikiran hingga dini hari.

Arga masih menolak keras saat aku membujuknya untuk bertemu dengan Om Galih Nuswan, Ayah Arga sendiri. Arga bahkan belum bertemu ayahnya lagi selama persidangan perceraian orang tuanya.

Om Galih tak pernah hadir. Mbak Luna juga sempat bercerita padaku bahwa selama perceraian, hanya pengacara Om Nuswan saja yang terlihat disana.

Kepalaku berdenyut, sebelum ini semakin parah aku memutuskan untuk beranjak bangkit. Keluar dari kamar untuk mencari sesuatu di dapur sekedar mendinginkan kepala.



"Kak Adnan?" Mataku menyipit, melihat sosok tinggi berbaju hijau duduk di bar mini dapur menenggak minuman kaleng.

"Loh? Kamu belom tidur?" Kak Adnan mengangkat alis tinggi begitu melihatku mendekat.

"Kenapa gelap-gelapan gini sih? Kak Adnan lagi ngedangdut sampai gak mau kelihatan nangis," kataku menyalakan lampu. Melihat wajah Kak Adnan yang sepertinya kondisi keadaannya tidak jauh berbeda dariku. Banyak pikiran.

Kak Adnan tersenyum menggeleng. "Bukan. Kamu kenapa belom tidur?"

Aku memasang senyum cengir. Berjalan menuju kulkas meraih susu kemudian sereal di dalam lemari dapur.

"Laper. Aku gak bisa tidur jadi perutku berkokok terus." Aku mengambil tempat duduk disebelah Kak Adnan, memakan sereal dengan tenang sambil menikmati pemandangan jendela dapur yang menghadap ke taman belakang melihat angin bertiup cukup kencang malam ini.

"Gimana tadi date-nya?" Kak Adnan menyenggol lenganku. Senyum kecil dibibirnya entah sejak kapan tiba-tiba mulai terbit.


Aku tau maksud ekpresi wajah ini.


"Ck... date apaan sih. Orang cuma jalan biasa." Jawabku tenang. Tak menoleh mencoba fokus memandang taman di luar sambil melahap campuran susu dengan serealku dengan cepat.

"Ya jalan biasa juga namanya date kalau sama doi Sya. Gak pernah pacaran ya lo," tunjuknya jadi menyudutkanku.

Aku menoleh menyipitkan mata menatap Kak Adnan. "Anak nyonya Anita mana boleh pacaran. Kak Adnan yang diam-diam punya pacar ya?! Siapa? Ayo dong Kenalin..."

"Seumur kakak masih cari cewek buat pacaran? Kakak sekarang udah golongan pakde kalee," jawabnya membuang muka.

Walau detik setelahnya kami justru malah tertawa bersama. 


"Sya..."

"Hm?" Aku melirik, usai sisa-sisa tawa kami. Kak Adnan kini menatapku lurus dan dalam.

Tatapan yang jarang ku temukan semakin kami beranjak dewasa.

"I'm happy for you," ucap Kak Adnan tiba-tiba.

Tapi anehnya aku justru tidak terkejut, sudah sejak lama aku merasakan firasat janggal ini setiap kali aku melihat Kak Adnan. Dan sepertinya, malam ini memang waktunya aku untuk mencari tahu.

"Ck, kenapa sih kak... i know you are hiding something right?"

"No. I'm not."

"Yes you are! Sejak awal aku cerita bahwa Arga mau lamar aku. Aku pikir memang awalnya Kak Adnan cuma khawatir, tapi ngelihat tiap natap aku wajah Kak Adnan selalu ngomong sesuatu. I know kakak pasti nyembunyiin sesuatu kan."

Kak Adnan tersenyum. "Kalau emang kamu se-peka itu... kenapa baru tanya sekarang?"

Aku mengangkat bahu. "Karena kalau memang itu penting banget dan hal serius yang menyangkut sesuatu tentang adiknya. Kak Adnan pasti bakal kasih tau aku secepatnya, tapi kalau Kak Adnan belum cerita juga. Aku rasa Kak Adnan cuma perlu waktu buat berpikir sampai nemu jawaban yang terbaik." Jawabku jujur.

Karena Piknik Kilat  ✔ (SELESAI)Where stories live. Discover now