22 | Cinderella and the Pauper

8.1K 1.6K 106
                                    

"Maksudnya? Kita, kan, main Cinderella, bukan Beauty and the Beast, Niel. Dan elo jadi kaki tangan Pangeran meskipun berkhianat, nggak ada perang di cerita."

Daniel berdecak saat salah satu anggota tidak mengerti niatnya. "Gue bilang, kan, mau nambahin!" Ia kembali melanjutkan saat semua orang terdiam, berusaha mencerna apa yang dimaksud, "Come on, guys! Kita nggak mungkin berpatok sama dongeng versi Disney, baik animasi atau live action-nya terus! Kita harus buat yang beda. Lagian, masih banyak waktu. Gue yakin, kalau nih orang emang potensial, nggak bakal susah nambah scene mudah gitu doang."

Semua orang lantas menatap ke arah Laura. Karena sebagus apa pun idenya, kalau tanpa persetujuan gadis itu, tidak akan terealisasikan.

"Oke, gue setuju." Jemari lentik Laura menjentik di udara. "Kita buat adegan itu ada pas Pangeran diam-diam ikut dalam pencarian Cinderella. Terus, begitu Cinderella ketemu dan Pangeran tahu fakta kalau si Cinderella dikurung selama ini, di situ Pangeran murka."

Seringai Daniel pun muncul saat idenya dipermulus oleh Laura. "Good, good. Lo emang selalu buat gue kagum, Lau."

"Langsung coba aja sekarang adegan itu. Gue mau lihat."

Ucapan Laura semakin membuat Daniel semangat. "Iya, ayo coba mulai!"

"Lho? Skenarionya, kan, belum diubah," sela Nita.

Daniel mengibas tangannya. "Nggak ada dialog tambahan kok. Literally perang doangan. Kalau ngerasa perlu omongan biar nggak aneh, ya improvisasi aja. Kayaknya calon Pangeran ini juga hebat," sindir lelaki itu, menunjuk-nunjuk dada Kanta yang hanya bungkam di tempat.

Nita mengerling curiga. Seperti ada sesuatu yang menjadi tujuan lelaki itu sekarang. Yang pasti, hal tersebut bukanlah hal baik.

Bergegas, Daniel meraih properti pedang-pedangan dalam box penyimpanan besar yang selalu dibawa oleh salah satu anggota yang bertugas. "Ayo, mulai!" seru lelaki itu dengan semangat. Ia bahkan menyeret Kanta ke atas panggung, mengikutinya.

Dengan siku bertumpu pada lengan kursi penonton, Laura menopang dagu. Mengamati drama yang Daniel buat. Tapi anehnya, bukan hanya kedua lelaki tersebut yang kini berada di atas panggung, melainkan juga Nita.

Entah mengapa, Laura merasa kehadiran Nita saat ini cukup mengganggu. Peran Nita adalah sebagai salah satu kakak tiri dari Cinderella. Laura rasa tidak perlu bila gadis itu mengikuti adegan "perang" yang akan Daniel dan Kanta lakukan. Namun, Laura tidak menyuarakan opininya. Selama Nita hanya berdiri terdiam dan tidak mengusik latihan kedua lelaki berbeda aura tersebut, sepertinya tidak masalah.

Sayangnya, Laura salah.

Hingga adegan terus diulang kelima kalinya, Nita terus menerus berusaha menghentikan Daniel yang akan menghantamkan pedangnya pada Kanta.

Sebelah mata Laura menyipit mendapati adegan "manis" di hadapannya. Siapa Nita sampai berani membuat kekacauan dalam sebuah latihan?!

Merasa harus turun tangan, Laura pun bangkit dari tempat duduknya. Sepasang kaki jenjangnya melangkah, meniti beberapa anak tangga untuk sampai di atas panggung.

"What the hell, Nita? You keep messing them up!"

"Tahu lo, Nit! Ada masalah apa sih lo?!" Daniel menambahkan.

"Si Daniel berniat nyakitin Kanta, Lau! Emang lo nggak sadar apa?" kilah Nita, membela Kanta yang masih menunjukkan ekspresi terkejut di wajahnya. Pasalnya, laki-laki itu sama sekali tidak menyangka bila pukulan yang dilayangkan Daniel dengan pedang-pedangan tersebut akan serius dan bertenaga.

"Nit, please. Ini cuma drama. Lagian, Daniel cuma pakai pedang-pedangan." Laura menyepelekan.

Nita menatapnya dengan tatapan tidak percaya. "Lo lagi kenapa sih sama si Daniel? Lo udah demen sama dia?" sindirnya.

Kesal, rahang Laura yang terpahat sempurna pun terkatup. "Jaga mulut lo. Gue ngomong begitu karena lo lebay! Ujung pedang itu pun bahkan belum nyentuh si Kanta sama sekali."

"Lebay?" Nita mendengus. "Gue yang dari tadi nahan tuh pedang si Daniel ngerasain kencang banget kok dia ngelayanginnya. Udah kayak beneran mau nebas kepala orang. Lo nggak lihat Kanta sampai pucat? Kekesalan Daniel tadi bukan cuma acting, Laura!"

Ekspresi Laura tidak terbaca. Sangat datar, sampai aula terasa begitu dingin. "Lo berlebihan, Nita."

Nita terkesiap. Setelah penjelasan yang berusaha ia utarakan, Laura tetap pada pendapatnya tentang Nita yang pengacau?!

Sakit hati sekaligus ingin membuktikan bahwa ucapannya adalah benar, Nita bergegas mengambil alih pedang di tangan Daniel dan mencoba melayangkan benda panjang tersebut pada Laura. Ekspresi serta gesturnya sangat persis dengan yang Daniel lakukan pada Kanta. Nita memberi pemahaman pada Laura.

Bodohnya, emosi negatif yang menyelimuti dirinya membuat Nita lupa akan kenyataan bahwa Laura berdiri di pinggir panggung, dekat dengan anak tangga teratas.

Gerakan Nita tersebut kontan membuat Laura terkejut. Secara refleks, gadis itu mundur demi menghindari amukan Nita.

Laura tergelincir. High heels yang saat ini dikenakannya membuat proses jatuhnya semakin berjalan mulus.

"LAU!"

"YA TUHAN!"

"LAURA!"

Pekik beberapa orang yang terkejut mendapati tubuh Laura yang sudah mendarat di lantai. Panggung tersebut memiliki tinggi kurang lebih 1,5 meter. Cukup membuat siapa pun terkilir bahkan cidera ringan jika sampai terjatuh.

Tidak berteriak memanggil namanya seperti yang lain, Kanta langsung menghampiri sosok Laura yang tersungkur.

Penuh hati-hati, Kanta meraih tubuh Laura saat gadis itu diam-diam menangis, menahan perih di pergelangan kaki kanannya. Sigap, Kanta membopong Laura pergi ke Klinik Fisioterapi yang tersedia di kampusnya.

Ada dua orang yang cemburu akibat tindakan Kanta barusan. Mereka adalah Nita dan Daniel.

Jika Nita menatap kepergian Kanta serta Laura dengan penuh penyesalan—karena dirinya sama sekali tidak ada niat melukai Laura, Daniel meresponsnya dengan perasaan sedikit lega. Setidaknya, ada yang dengan cepat menolong gadis itu.

"Lo kenapa sih, Nit?" Daniel mengikis langkahnya pada Nita. "Ada masalah apa lo sama Laura?"

"G-gue nggak niat begitu," cicit Nita, ketakutan karena seluruh pandangan kini menatapnya seakan ia adalah seorang kriminal. Kepala gadis itu bahkan tertunduk dalam. Menatap pedang di tangannya dengan tatapan kosong. "Nggak sama sekali mau ngelukain Lau."

Daniel berdecak. "Nggak niat ngelukain Laura, tapi lo niat banget ngebela si Kentang. Lo suka sama dia, hah?!"

Nita hanya membatu. Bukan hanya tubuh, tetapi juga lidahnya yang mendadak kelu.

<3<3<3

Nih aku kasih, meskipun nggak begitu ramai sih chapter sebelumnya. Cuma ya yaudah, mungkin emang bukan rezeki Laura :"

By the way, thank u so much buat yang masih stay sampai detik ini hingga nanti. Apa kamu adalah salah satunya?

I love you!

The Triplets and Nathan! [✓]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu