77 | Cinderella and the Pauper

6.6K 1.4K 113
                                    

"Why'd you lie to her?"

Nita menatap Kanta dengan pandangan tak mengerti. Dilihatnya, kedua mata laki-laki itu basah karena perbuatannya barusan. Jika memang menyakitkan untuk dirinya sendiri, kenapa harus berbohong?

"Kanta, lihat aku!" Nita menarik lengan Kanta, memutarkan tubuh laki-laki itu agar berhadapan dengannya. Karena sejak tadi, Kanta hanya menatap kosong parkiran kedai yang kini tidak lagi ada kendaraan putih tersebut. "Sekali lagi aku tanya, apa kamu cinta sama aku? Atau seenggaknya, did you ever love me?"

Kanta hanya bergeming. Namun, setetes air mata yang kembali terjun bebas membasahi pipi laki-laki itu sudah menjadi jawaban yang jelas bagi Nita.

Kanta sangat mencintai Laura. Kanta sangat merasa bersalah pada Nita.

Nita tersenyum getir. "Kalau emang kamu sayang sama Laura, kenapa nyakitin dia dengan omongan tajam begitu?"

Laki-laki itu hanya menunduk dalam. Tidak peduli dengan pandangan beberapa orang yang masih asyik menikmati drama mereka sambil berpura-pura menikmati minumannya masing-masing.

"Maaf, Nita."

Seandainya keadaan berbeda. Nita tidak dihadapi oleh situasi sulit yang semalam ia hadapi. Mungkin, Nita akan kecewa. Tapi kini ia tahu, mungkin takdirnya memang bukan berujung pada laki-laki bernama Al Kantara.

Nita masih mengingat betul percakapannya dengan sang mama saat gadis itu baru saja tiba di rumah. Dengan senyum merekah seperti biasa, Nita masuk ke dalam istananya dan mendapati ibunda telah duduk menunggunya di ruang tamu.

"Malam, Ma—"

"Duduk, Nita. Mama mau bicara."

Tatapan mamanya begitu kosong. Terdapat kilat kesedihan di baliknya. Hal yang tidak pernah bosan diperlihatkan wanita itu pada dunia semenjak kepergian suaminya.

Ya, papa Nita telah berpulang karena serangan jantung. Tepat beberapa hari sebelum mereka tunangan. Membuat acara tersebut harus batal demi mengenang kepergian sang ayah. Demi menghargai perasaan sang mama yang paling kehilangan.

Nita dan Kanta belum sempat bertunangan. Hingga saat ini.

"Mama kenapa?" tanya Nita cemas seraya menempatkan dirinya di samping wanita itu.

"Mama udah pikirin ini matang-matang. Mama harap, kamu dengarin Mama sampai tuntas." Sang mama lantas menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. "Kamu tahu, kan, setelah kepergian Papa, perusahaannya jadi nggak terkendali? Sekarang, udah di ujung tanduk. Bahkan, udah jatuh Nita. Kita benar-benar akan dihadapi sama keadaan yang jauh berbeda. Dan jujur, Mama nggak siap. Baik Mama sendiri, maupun masa depan kamu."

"Terus?" Nita mengernyit. "Apa yang sebenarnya inti pembicaraan Mama?"

"Mama mau jodohin kamu sama anak teman Mama. Dia anak kedokteran. Masa depannya terjamin. Seenggaknya, buat kamu. Mama khawatir sama kamu."

Nita terkesiap. Ia nyaris tidak memercayai apa yang baru saja didengarnya. "Maksud Mama?" Gadis itu sontak menggeleng. "Nggak, Ma. Nita nggak mau! Nita sayang sama Kanta!" rengeknya, meminta pemahaman sang ibu.

"Mama ngerti, tapi... apa Kanta pernah berniat ngelamar kamu? Nggak, kan? Sampai kapan kamu nungguin dia?!"

"Kanta lagi kerja, Ma. Aku, kan, juga masih kuliah—"

"Sebentar lagi kamu lulus. Sekarang lagi skripsian, kan? Itu nggak lama. Dan terlalu cepat buat Kanta jadi mapan." Mamanya berdecak. "Jangankan ngebahagiain kamu, Nita. Lanjut kuliah aja dia nggak sanggup!"

The Triplets and Nathan! [✓]Where stories live. Discover now