82 | Sleeping Beauty and the Gangsta

6.5K 1.5K 174
                                    

Aeros mengantarkan Natasha hingga ke depan pintu apartemen. Dalam hati, laki-laki itu merutuki dirinya sendiri karena tidak mampu bersuara. Ia ingin sekali menjelaskan apa yang selama ini dilalui agar Natasha tahu bahwa Aeros bukan meninggalkannya tanpa alasan. Namun, keraguannya selalu muncul.

Mungkinkah Natasha masih "ingin" memahaminya? Mungkinkah Natasha masih peduli pada hal tersebut?

Sampai dirinya sadar jika kesempatan itu telah habis. Langkah keduanya telah terhenti. Dan Aeros sadar, ini menjadi perpisahan mereka untuk yang kedua kalinya.

Merasa Natasha hanya bergeming, tidak kunjung melangkah masuk. Aeros pun bertanya, "Kenapa, Sha?"

Natasha tidak menjawab. Alih-alih merespons, gadis itu justru tertunduk dalam. Perlahan, bahunya berguncang kecil. Aeros tahu, gadisnya sedang mendung. Entah karena apa.

"Sha..."

Belum sempat Aeros menyentuh Natasha, gadis itu mengerling tajam dengan air mata menumpuk di pelupuk kedua matanya. "Kenapa lo balik ke sini? Kenapa lo nggak selamanya pergi dari hidup gue?" tukas Natasha.

Lidah Aeros terasa kelu. Ia selalu berharap Natasha akan menyambut kepulangannya dengan tawa bahagia. Namun, yang ia terima justru sebaliknya. "Jangan nangis, Sha..."

Lagi, Aeros tidak diberikan Natasha kesempatan untuk menyentuh gadis itu demi menghapus air matanya. "Kenapa lo harus datang ke hidup gue kalau cuma buat pergi?" lirih Natasha, di sela tangisnya. "Apa kemunculan lo sekarang, buat pamit juga?"

Aeros menggeleng cepat. "Nggak. Nggak sama sekali."

"Terus kenapa lo harus nolongin gue tadi!"

"Gue nggak mungkin ngebiarin elo celaka, Sha!" Dada Aeros memburu. "Kalau emang bahagia elo bukan sama gue lagi, gue bakal pergi. Tapi jangan larang gue buat ngelindungin elo!"

"Semudah itu elo ngomong buat pergi." Natasha mendengus. "Mungkin dugaan gue selama ini benar. Elo nggak serius—"

"Kalau gue cuma main-main sama elo, gue nggak bakal ada di sini sekarang!" Bibir Aeros menipis. Rahangnya bahkan terkatup rapat, menatap Natasha yang memandanginya penuh tanda tanya. "Semua demi elo, Sha. Gue ke Jepang buat nepatin janji ke bokap kalau dia bisa ngebubarin Black Eagle. Gue pengin elo aman."

"Tapi gue aman kalau sama elo, Aeros!" Natasha gemas. "Kan, elo yang bilang sendiri!"

"Gue tahu, itu pun gue berniat pulang setelah lulus SMA, Sha. Seenggaknya, bokap udah sadar kalau gue nggak bisa "dipaksa" orangnya."

"Terus kenapa elo nggak pulang-pulang?!" Natasha berdecak. "Elo udah nemu bahagia elo di sana, huh?!"

"Bukannya itu elo?" Aeros berdecih. "Sama cowok bule itu, kan?"

Natasha terkejut. Kedua matanya mengerjap-ngerjap menatap Aeros. "K-kok lo tahu?"

"Gue udah pulang dari dua bulan lalu kurang lebih. Bukannya happy, gue justru dapat kabar nggak enak." Aeros terkekeh getir. "Tapi gue nggak nyalahin elo sih. Gue yang goblok karena nggak ngasih lo kabar sama sekali. Cuma, satu hal yang harus elo tahu, Sha. Perasaan gue selalu buat elo, nggak berubah."

Natasha hanya bungkam di tempat. Darahnya berdesir hebat saat sebelah tangan Aeros menangkup pipinya yang basah.

"Mau tahu alasannya?" Aeros tersenyum saat Natasha tidak menjawab, tapi juga tidak menolak. "Obaa—maksud gue, nenek gue sakit, Sha. Tepat di hari kelulusan gue. Jadi, gue harus nemanin dia di rumah sakit. Ngerawat rumah sendirian karena nenek gue benci banget sama debu dan barang yang tergeletak sembarangan..." Aeros menciptakan jeda. Tertawa kecil sejenak. "Walaupun dia suka main cubit dan mukul, dia tetap nenek gue, kan, Sha? Dia yang ngingatin gue sama Nyokap. Dia mirip banget sama Nyokap gue, Sha. Dan gue pengin banget dia sembuh. Sampai gue bela-belain nggak pulang dan lanjut kuliah di sana."

The Triplets and Nathan! [✓]Where stories live. Discover now