57 | Snow White and the Handsome Sitter

5.6K 1.4K 170
                                    

Ada yang nungguin?

___

Sesampainya Evan di apartemen, ia langsung disambut dengan sepi, tapi tidak dengan telinganya yang menangkap suara-suara aneh di ruang televisi.

Perlahan, Evan memasuki ruangan gelap—yang kini hanya diterangi oleh cahaya dari ruangan lain—dengan rasa penasaran. Tidak berapa lama kemudian, ia sudah disuguhi oleh pemandangan the triplets dan juga Nathan yang tengah asyik menonton film romantis.

Evan berdeham. Berusaha menyadarkan mereka bahwa ia telah kembali dan membawakan mereka bingkisan sederhana. Tapi jangankan menoleh, mereka hanya terdiam dengan mata terpaku pada layar. Natasha bahkan berdesis hebat karena suara Evan mengusik dialog sang tokoh utama dalam film.

Sebal, Evan bergegas menyalakan saklar lampu dan membuat ruang televisi menjadi terang benderang seketika.

"Aduh! Silau!" protes Natasha, lantas menoleh pada Evan yang kini berdiri di belakang mereka. "Nggak bisa ya sehari aja duduk manis nggak bikin keki?!"

Laura mendengus. "Tahu! Ganggu aja."

Evan menunggu respons Aeris—yang biasanya menegur mereka jika sudah berlaku tidak sopan. Namun, kali ini ia hanya bergeming dan membeku di tempat. Kedua matanya masih fokus pada layar. Tapi entah mengapa Evan merasa pikiran gadis itu sedang berkelana, tidak pada raganya.

Benar, Aeris memang tengah kesal dengannya. Insiden apel beberapa saat lalu masih sangat bercokol dalam benaknya.

"Saya bawain kalian waffle ice cream." Evan mengangkat paper bag di tangannya. "Saya pikir kalian suka."

Keempat kepala yang semula tidak peduli, kontan menoleh. Evan pun tersenyum puas saat menyadari Aeris yang sejak tadi tidak peduli, kini ikut memerhatikannya.

"Aku nggak suka manis, Mas," ujar Nathan.

Mendadak Evan kembali bangga pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin seleranya dan Nathan bisa sama? Kalau begini, pilihannya untuk membeli waffle varian original pun tidak salah. "Saya beliin kamu yang plain kok. Saya juga nggak suka manis ice cream. Mau tetap makan, kan?"

Kedua mata Nathan kontan berbinar. "Serius, Mas? Pas banget! Mau, mau!"

Nathan yang antusias, sontak bangkit dari sofa dan melupakan film "dewasa" yang ditontonnya. Bagaimana tidak? Film pilihan kak Laura tersebut memang sangat romantis, tapi selain adegan sedih, ada pula adegan cium-ciuman yang membuat Nathan harus menutup wajah dengan bantal. Ralat, lebih tepatnya, disuruh para kakaknya itu untuk menutup mata dengan alasan pemuda itu belum cukup umur.

Seolah melihat induknya pergi, ketiga itik yang tadinya gengsi pun ikut bangkit dari tempatnya, mengekori Evan yang kini tengah menyiapkan waffle tersebut di meja makan. Khusus untuk triplets, Evan bersuara terlebih dahulu sebelum mereka menyantap waffle tersebut. "Ice creamnya udah agak mencair kayaknya. Nggak mau dimasukin kulkas dulu?" tanyanya,

"Nggak usah. Justru kalau agak cair lebih enak, jadi kayak ada saus dingin-dinginnya."

Ucapan Natasha mau tidak mau membuat Evan tersenyum geli seraya menggeleng-geleng. "Ya udah, silakan langsung dimakan kalau gitu."

Sebelum Evan berlalu, membiarkan keempat anak itu menikmati wafflenya, Laura terlebih dulu menghentikannya.

"Van?"

"Hmm?"

"Thank you." Laura tersenyum manis. Sesuatu yang jarang Evan terima dari gadis itu, bahkan tidak pernah. Ini pertama kalinya.

The Triplets and Nathan! [✓]Where stories live. Discover now