55 | Snow White and the Handsome Sitter

6.2K 1.3K 230
                                    

Ada yang masih bangun?

___

Usai membersihkan diri dan berganti pakaian, Aeris melangkah menuju dapur. Seraya bersenandung kecil, Aeris mengeluarkan bahan-bahan makanan—yang belum sempat dibereskan setibanya di apartemen beberapa saat lalu—dari dalam paper bag berlogo supermarket ternama.

Begitu seluruh bahan telah ia letakkan di atas counter, Aeris mengernyit saat merasa ada yang kurang. Dan benar saja, sedetik kemudian ia panik karena bungkusan apelnya tidak ada.

Seolah kumpulan apel merah tersebut dapat bersembunyi darinya, Aeris mencari buah-buahan itu di bawah bahkan sampai ke benda apa pun yang memiliki kolong. Tapi kemudian kedua matanya tertuju pada kulkas, berharap apelnya ada di sana meskipun mustahil karena Aeris belum merapikan belanjaannya.

Namun, harapannya terkabul. Aeris menghela napas lega saat ia mendapati apel-apelnya sudah berada di lemari pendingin. Meski begitu, ia tetap heran akan siapa gerangan yang memasukkan buah kesukaannya itu.

Tanpa sadar, Aeris termenung di depan kulkas yang masih terbuka. Pikirannya melayang pada keanehan yang saat ini dialaminya. Karena hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh para saudaranya.

"AC di kamar kamu kurang dingin sampai harus ngadem di depan kulkas?"

Suara berat itu membuat Aeris terlonjak kaget. Dengan sigap, ia langsung menutup pintu lemari es dan merutuki kebodohannya. "O-oh, nggak kok. AC aku baik-baik aja," cicitnya, seperti tikus yang tertangkap basah tengah mencuri keju.

Entah di mana lucunya, Aeris mendengar Evan terkekeh. "Saya bercanda, Aeris. Saya cuma heran kenapa kamu ngelamun aja di situ," ucapnya, seraya duduk di atas stool coffe table di depan Aeris.

"Aku cuma heran, apelnya tiba-tiba pindah sendiri," jawab Aeris, jujur.

Evan tersenyum miring. "Oh ya? Mungkin apartemen ini ada penghuni lainnya."

Aeris sontak mengerjap-ngerjap. Wajah gadis itu mendadak pucat karena asumsi yang diutarakan Evan secara gamblang. "H-hantu?"

Sebelah alis Evan terangkat. "Kamu takut?"

Aeris menggeleng. "Nggak. Mereka nggak nyata," dustanya.

"Saya percaya, di setiap bangunan punya kisah mistis tersendiri." Evan mengangkat bahu. Pura-pura tidak menyadari akan ketakutan yang terpancar di wajah Aeris.

Sampai gadis itu hanya bergeming dan membatu, membuat Evan tidak tega untuk mengusilinya lebih lama. "Saya bercanda, Aeris. Nggak perlu takut begitu." Evan tersenyum simpul. "Saya yang pindahin apelnya. Udah kelamaan di jalan, harus segera masuk kulkas."

Aeris memanggut-manggut. Meski tindakan yang dilakukan Evan sangat sederhana, tapi Aeris kembali menyanjung sikap gentleman lelaki ini.

Pemikiran absurd tersebut sontak membuat Aeris tersengat. Ia menggeleng agak kencang, upaya mengenyahkan isi kepalanya yang mulai aneh-aneh! Dan gerakan tersebut tentu saja membuat Evan di hadapannya mengernyit.

"You okay?"

Gugup, Aeris mengangguk. "Ng-nggak apa-apa. Cuma pusing dikit."

Begitu Aeris mengatakannya, Evan langsung bangkit, mengitari coffee table dan berdiri di samping Aeris. Gadis itu—lagi-lagi—dibuat terkejut saat Evan mengambil bahan-bahan di hadapannya dan mulai menjalankan aksinya.

"K-kamu mau ngapain?"

"Masak," respons Evan, seadanya.

"Eh? Nggak usah—"

The Triplets and Nathan! [✓]Where stories live. Discover now