88 | Prince and the Swan

7.5K 1.5K 220
                                    

"Yuhuuu, gue udah siap. Ayo pada bangkit, yang semangat dong!"

Gerutu Laura yang baru muncul setelah sekian lama menunggu, lantas dibalas sengit oleh Natasha, mewakili seluruh kepala yang telah lumutan di ruang tamu apartemennya. Ralat, tidak semua orang. Terbukti dari ekspresi Kanta, Aeris, dan Nathan yang masih adem ayem seolah memakluminya.

"Semangat gue udah luntur nungguin lo ngeringin rambut doang!" desis Natasha, sebal. "Banyak-banyakin bersabar ya, Ta," lanjutnya, tertuju pada Kanta yang duduk di seberang.

Kanta tersenyum. "Nggak apa-apa," balasnya bersungguh-sungguh.

Ia tidak berbohong! Dirinya justru senang menunggu Laura yang bersiap-siap. Entah mengapa, Kanta merasa semakin gadisnya sibuk bersolek ria, semakin ia berpikir bahwa Laura ingin tampil "luar biasa" di hadapannya. Dan Kanta sama sekali tidak keberatan menjadi alasan di balik hal tersebut.

Terharu mendengarnya, Laura bergegas duduk di pangkuan Kanta yang kini merona karena perlakuan gadis itu sanggup mengundang semua pandangan ke arahnya. "Thank you, Kanta. Aku juga cantik buat kamu kok," ucap Laura, sesuai dengan apa yang Kanta duga.

"Ehem!"

Laura langsung mengerling pada Evan yang mengisyaratkan gadis itu untuk turun dari pangkuan Kanta. Meskipun enggan, Laura tetap menuruti sang pengasuh. Biar bagaimanapun, Evan adalah "mata" bagi Ben.

"Iya, nggak apa-apa kok. Kan, kita juga masih nunggu seseorang." Aeris menimbrung.

Nathan yang merasa janggal dengan pernyataan Aeris pun menelengkan kepalanya. "Lho? Emangnya kita nunggu siapa lagi? Bukannya udah lengkap ini?" tanyanya. Tentu saja ia bingung! Triplets beserta pasangannya masing-masing sudah duduk manis di satu ruangan yang sama dengannya. Apa mungkin Nathan melewatkan sesuatu yang tidak ia ketahui?

Sebelum Aeris sempat menjawab, ponsel gadis itu bergetar singkat. Pertanda ada SMS masuk.

"Eh ini, dia udah datang. Sebentar." Seolah tidak memedulikan Nathan, Aeris bergegas meninggalkan mereka sejenak upaya menghampiri pintu utama.

Sampai tidak lama kemudian, sosok itu muncul.

Seraya merangkul Putri di hadapan semua orang, Aeris tersenyum memperkenalkan "bintang tamu" mereka. Tapi sayangnya, reaksi Nathan tidak seperti yang Aeris bayangkan. Di kedua mata pemuda itu justru terdapat kilat amarah yang berusaha keras Nathan sembunyikan.

"Apa-apaan nih?" Kalimat tersebut meluncur begitu saja dari mulut Nathan. "Kenapa dia ada di sini?"

Bibir Aeris terkatup rapat. Demi Tuhan, gadis itu tidak pernah melihat Nathan berlaku demikian. Mendadak begitu mengintimidasi, begitu dingin, begitu... kecewa?

Apakah dugaannya selama ini salah? Bila benar Nathan sudah benar-benar berpindah ke lain hati, mengapa adiknya tersebut masih membiarkan segala tentang Putri mengitari dunianya? Bahkan, saat iklan lip tint dari local brand yang dibintangi oleh Putri muncul di televisi, Nathan enggan mengganti saluran.

Aeris tahu, jauh di lubuk hati Nathan yang paling dalam, masih ada sedikit—bahkan tak terhingga—untuk gadis di sampingnya kini.

Merasa Aeris membatu di tempat, Evan pun menolongnya. Kali ini dirinya menempatkan diri sebagai pengasuh anak-anak, bukan semata karena ingin melindungi Aeris, tetapi untuk menjadi penengah. "Putri di sini cuma sebagai bintang tamu kita. Dia nantinya akan ngehibur malam kita sambil barbeque-an, bukan begitu, Put?" Evan melirik Putri, memohon kerjasamanya.

Putri langsung mengangguk. "I-iya. Aku juga udah bawa gitar." Gadis itu menunjukkan tas gitar kecil yang dijinjingnya. Diam-diam ia bersyukur karena memutuskan untuk membawa alat musik petik tersebut.

The Triplets and Nathan! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang