30 | Cinderella and the Pauper

7K 1.5K 187
                                    

Guys, kalau kalian nemuin typo atau kalimat rancu yang kurang bisa dipahami, komen ya. Kasih tahu letak kesalahannya di mana. Jangan tiba-tiba cuma komen "typo terus jadi kurang paham sama isi cerita" tapi nggak dikasih tahu di bagian mana kelirunya.

Bukan aku nggak mau cek, masalahnya ini udah coba baca ulang, nggak nemu typonya. Dan yang komen gitu cuma satu di antara banyaknya yang baca. Jadi bingung, wattpad dia yang eror atau akunya yang nggak teliti?

Sekadar mengingatkan, typo itu adalah hal wajar bagi penulis. That's why, mereka butuh editor. Lagipula, aku welcome banget kok kalau ada yang ngasih tahu typo! Bahkan aku langsung perbaiki. Aku malah suka reply terima kasih karena udah ingatin.

Tapi kalau sampai "BANYAK" kayaknya nggak mungkin ya. Soalnya, aku selalu periksa ulang sebelum upload. Ya paling satu dua. Maklumi aja. Dan yang terpenting kalau nemu typo, kasih tahulah ya. Jangan asal main ngomong "nggak ngerti jalan ceritanya karena typo terus" seolah-olah nyalahin aku banget hhhhhhhhhhhhh!

Maaf nih curhat. Tamu bulanan mau datang soalnya. Jadi makin sensi. Bahkan nulis note begini tuh mau nangis rasanya wkwk, padahal kesannya lagi marah-marah :"

Ya udah segitu dulu. Bantu aku ya kalau ada typo. Aku yakin, pembaca Junieloo baik-baik ^^ Thank u! Enjoy~

___

Laura kembali menginjakkan heels-nya di rumah hijau tersebut. Tidak ada yang berubah. Memangnya apa yang ia harapkan? Rumah Kanta berubah menjadi pink nan aesthetic? Mustahil. Yang berbeda hanyalah sambutan dari sang ibu. Wanita itu tampak antusias menyambut Laura, bahkan sampai menyiapkan makanan untuknya.

Kini, Laura sudah terduduk manis di sisi meja makan. Tidak, jangan membayangkan bokong Laura beristirahat di atas empuknya kursi makan. Gadis itu kini sedang menahan gelisah dalam posisinya karena harus duduk di lantai. Membuat Laura merasa tidak nyaman karena roknya jadi tersingkap dan menampilkan paha mulusnya.

Kanta yang menyadari hal tersebut pun bergegas pergi ke kamarnya untuk mengambil sweater yang ia miliki. Laura yang tadinya ingin memaki laki-laki itu karena telah seenaknya meninggalkan ia dengan ibunya berduaan saja pun lantas terenyuh saat Kanta meletakkan pakaian rajut tersebut pada pangkuan Laura.

Dan yang paling membuat Laura tak kuasa menahan senyum, Kanta melakukannya dengan pandangan teralihkan. Sama sekali tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan.

"Thanks," bisik Laura, begitu Kanta telah duduk bersila di sampingnya.

Kanta hanya mengangguk dan kembali fokus pada makanannya. Laura yang merasa dicueki pun mencebik dan memainkan nasinya dengan sendok tanpa semangat. Entah mengapa, semenjak ia berpacaran dengan Kanta, Laura menjadi clingy. Inginnya nempel dan terus menerus diperhatikan oleh laki-laki itu. Tapi Kanta?

Tanpa disadarinya, Laura mengembuskan napas keras hingga keheningan yang menguasai atmosfer di antara ketiganya menguap.

"Kenapa, Nak? Masakan Ibu kurang enak, ya?"

Laura mengerjap-ngerjap. Ia langsung memamerkan senyum termanisnya saat perasaan bersalah tiba-tiba memercik di dada. "O-oh? Nggak kok, Bu. Cuma lagi kepikiran sesuatu."

Kanta yang penasaran dengan isi kepala Laura pun menoleh. "Mikirin apa?" tanya Kanta, lembut.

"Drama," dalih Laura, cepat. Gadis itu tidak mungkin mengatakan jika ia memikirkan Kanta dan perasaannya! Tidak di hadapan ibunya yang bisa membuat Laura malu mampus!

"Drama?" Sepasang alis Kanta bertaut. Apa yang perlu dipikirkan jika sudah berlalu? "Emang ada pentas lagi nanti?"

"Ng-nggak. Maksudnya yang tadi."

The Triplets and Nathan! [✓]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن