[18] Buaya Darat dan Penculik Nakal

1.4K 216 134
                                    











***Selamat Membaca***













Jimin membuang napasnya berulangkali dengan kasar ke sisi kanan tubuhnya. Kedua kakinya mengetuk lantai bus tak beraturan. Duduknya pun terlihat gelisah.

Sesekali dia menoleh ke sisi tubuhnya yang lain. Mencoba mencari suatu jawaban atas kebuntuan pikirannya saat ini. Namun, jawaban atas keputusan mendadak kekasihnya pagi ini, tetap tidak dia temukan. Terpaksa, dia bersikap masa bodoh akan hal buruk yang mungkin terjadi nantinya.

Bukankah itu seperti firasat? Entahlah!

"Bulat ... bulat ..." Gumam sosok di sampingnya.

Jimin merapatkan tubuhnya, lalu ikut mengintip ke sisi jendela. Ada penjual balon warna-warni dan beraneka bentuk di depan toko mainan yang baru saja mereka lewati.

"Kau mau itu?" Tanyanya pada teman duduknya saat ini. Sedikit canggung. Ah, tidak sedikit. Sangat canggung. Dan ini pertama kalinya mereka duduk berdampingan.

"Kau mau bulat-bulat itu?" Tanya Jimin sekali lagi.

Seokjin menggeleng pelan tanpa menatap ke arah sang penanya.

"Jika kau mau, kita bisa membelinya saat pulang nanti." Sambung Jimin. Sekedar mengakrabkan diri.

"Taetae akan marah." Jawab si manis lirih.

"Tidak akan. Percaya padaku. Hanya balon. Tidak mahal. Tidak apa-apa, Jinjin. Jika kau mau sesuatu, bilang saja padaku."

Seokjin mengangguk. " Terima kasih ... Kak Jimjim."

"Tentu."

Dan akhirnya, obrolan itu terhenti sampai di sana. Karena sisa perjalanan berikutnya, mereka habiskan dalam kecanggungan dan kebungkaman.

Lima belas menit berlalu, keduanya kini telah tiba di studio tari dan musik. Tempat di mana Jimin berlatih menari selama ini.

Bangunan berlantai lima itu diapit oleh sebuah firma dagang dan lembaga pelatihan kursus menjahit.

Studio itu tidak terlalu besar. Namun, jika dibandingkan dengan dua bangunan di sampingnya, bangunan itu jauh lebih lapang dan modern.

Setelah berbasa-basi sejenak di bagian resepsionis, Jimin mengajak Seokjin menaiki tangga ke lantai tiga. Dia terlalu malas untuk menunggu antrian lift yang jelas-jelas penuh sesak saat jam masuk latihan seperti ini. Setidaknya, jika melewati tangga, dirinya bisa melakukan sedikit peregangan otot sebelum latihan.

"Jinjin, bisakah kau tunggu di sini?" Tanya Jimin setelah mereka duduk di salah satu bangku di cafetaria

Seokjin mengangguk.

"Jinjin, aku ada latihan menari selama dua jam. Tolong tetaplah di sini. Tenang saja, aku membawakan peralatan menggambar dan beberapa komik untukmu. Kau bisa mengisi waktu dengan menggambar atau membaca. Dan ini, uang lima puluh ribu won. Beli apapun yang kau inginkan. Usahakan untuk tetap di sini. Jangan pergi ke manapun. Aku akan menjemputmu setelah latihan. Apa kau mengerti, manis?" Jelas Jimin panjang lebar tanpa jeda.

GULAKU [TAEJIN]Where stories live. Discover now